Mohon tunggu...
Ega Noviyanti
Ega Noviyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM: 43121120095 | Program Studi: Sarjana Manajemen | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Jurusan: Manajemen | Universitas: Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Diskursus Sigmud Freud dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

23 November 2024   22:29 Diperbarui: 23 November 2024   22:29 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Created by: Ega Noviyanti

Pemahaman tentang psikologi individu dapat digunakan untuk merancang strategi pencegahan korupsi yang lebih efektif. Pendidikan moral sejak dini dapat membantu membentuk Superego yang kuat, sehingga individu lebih mampu menahan dorongan Id untuk bertindak koruptif. Dengan demikian, pendekatan psikoanalisis Freud dapat memberikan wawasan berharga dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia.

Faktor Psikologis Utama yang Berkontribusi terhadap Perilaku Korup di Antara Individu yang Memegang Kekuasaan

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber, terdapat beberapa faktor psikologis utama yang berkontribusi terhadap perilaku korup, khususnya di kalangan individu yang memegang kekuasaan. Berikut adalah penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut:

1. Keserakahan dan Tamak

Sifat keserakahan merupakan faktor psikologis yang signifikan dalam perilaku korupsi. Individu dengan sifat tamak cenderung merasa tidak pernah cukup dengan apa yang mereka miliki, sehingga mereka berusaha untuk mendapatkan lebih banyak harta dan kekuasaan tanpa mempertimbangkan moralitas tindakan mereka. Keserakahan ini dapat mengaburkan penilaian etis dan membuat mereka lebih rentan terhadap godaan untuk melakukan korupsi.

2. Gaya Hidup Konsumtif

Gaya hidup yang berorientasi pada konsumsi, terutama di kalangan pejabat publik, dapat mendorong individu untuk melakukan korupsi. Ketika seseorang ingin mempertahankan gaya hidup mewah namun tidak didukung oleh penghasilan yang memadai, mereka mungkin merasa terpaksa untuk mencari jalan pintas melalui praktik korup.

3. Moral yang Lemah

Moralitas individu memainkan peran penting dalam keputusan untuk terlibat dalam korupsi. Seseorang dengan moral yang lemah---seperti kurangnya kejujuran, rasa malu, atau keimanan---akan lebih mudah tergoda untuk melakukan tindakan korup. Ketika norma-norma moral tidak kuat, individu akan lebih sulit menolak godaan untuk melakukan tindakan yang tidak etis.

4. Perasaan Kurang dan Kebutuhan Mendesak

Perasaan selalu merasa kurang atau tidak puas dapat memicu individu untuk terlibat dalam korupsi. Ketika seseorang merasa bahwa kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi, mereka mungkin mencari cara-cara ilegal untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam situasi mendesak terkait ekonomi, ruang bagi tindakan korup dapat terbuka lebar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun