Mohon tunggu...
gannihamidi
gannihamidi Mohon Tunggu... Foto/Videografer - mahasiswa

Mahasiswa Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inti Jaringan Ulama Abad ke -17: Figur Dan Hubungan

21 Desember 2024   14:29 Diperbarui: 21 Desember 2024   14:29 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 (Sumber: Freepik/Kredit Foto))

         Banyak bukti menunjukkan bahwa sejumlah ulama yang disebutkan sebelumnya punya hubungan satu sama lain, meskipun pembahasan rinci tentang hubungan ini di luar cakupan tulisan ini. Yang penting adalah beberapa ulama besar pada masa itu terhubung dengan inti jaringan ulama abad ke-17. Misalnya, al-Fasi dikenal sebagai murid sekaligus teman dekat Ibn Hajar al-Asqalani dan Syihab al-Din al-Ramli, dua muhadis ternama di Mesir. Selain itu, al-Nahrawali, seorang ulama besar abad ke-16 di Haramain, memiliki hubungan luas, termasuk dengan ulama sebelumnya seperti Ibn Hajar, dan juga dengan ulama abad ke-17 seperti Ibrahim al-Kurani. Hampir semua ulama dalam jaringan abad ke-17 memiliki *isnad* hadis dan silsilah tarekat yang melibatkan para ulama tersebut. Hubungan-hubungan ini akan lebih terlihat jelas di pembahasan berikutnya. Penelitian juga menunjukkan bahwa jaringan ulama abad ke-17 punya akar yang sangat beragam secara geografis. Ada dua ulama non-Hijaz yang memberikan pengaruh besar pada perkembangan jaringan ini. Pertama, Sayid Shibghat Allah bin Rah Allah Jamal al-Barwaji, seorang kelahiran India dengan keturunan Persia. Kedua, Ahmad bin 'Ali bin 'Abd al-Quddus al-Syinnawi, seorang ulama asal Mesir. Hubungan kedua tokoh ini adalah contoh bagaimana interaksi keilmuan bisa menciptakan pertukaran pengetahuan dan penyebaran tradisi-tradisi Islam dari India dan Mesir ke Haramain. Shibghat Allah (w. 1015/1606) adalah contoh ulama pengembara yang akhirnya memilih menetap di Haramain. Salah satu gurunya yang terkenal di India adalah Wajih al-Din al-Gujarati (w. 997/1589), seorang syekh tarekat Syathariyah di Ahmadabad. Setelah beberapa tahun mengajar di kampung halamannya, Shibghat Allah menunaikan haji pada tahun 999/1591. Ia sempat kembali ke India, lalu berkelana sebelum akhirnya menetap di Bijapur, pusat sufisme di India, di mana Sultan Ibrahim Adil Syah mendukungnya untuk kembali ke Haramain pada 1005/1596. Setelah haji, Shibghat Allah memutuskan tinggal di Madinah, membangun rumah dan ribath dengan dukungan wakaf dari Sultan Bijapur dan pejabat Utsmani. Sebagai syekh terkenal Syathariyah, Shibghat Allah dianggap berjasa memperkenalkan kitab *Jawahir-i Khamsah* karya Muhammad Ghawts al-Hindi kepada ulama Haramain. Ia juga menginisiasi murid-murid ke berbagai tarekat lain seperti Chishtiyah, Suhrawardiyah, Khalwatiyah, dan Naqsyabandiyah. Selain mengajar di Masjid Nabawi dan ribath-nya, ia menulis beberapa karya tentang tasawuf dan tafsir. Para muridnya berasal dari berbagai wilayah, termasuk Aceh, yang membawa informasi tentang Islam di Nusantara. Dua ulama yang paling banyak menyebarkan ajaran Shibghat Allah di Haramain adalah Ahmad al-Syinnawi dan Ahmad al-Qusyasyi. Ahmad al-Syinnawi (975/1567--1028/1619) berasal dari keluarga ulama terkemuka di Mesir. Ia belajar hadis dari guru-guru ternama seperti Syams al-Din al-Ramli dan Muhammad bin Abi al-Hasan al-Bakri. Ketika tinggal di Madinah, ia berguru pada Shibghat Allah dan diinisiasi ke tarekat Syathariyah. Keahliannya dalam hadis dan tasawuf menarik banyak murid, termasuk Ahmad al-Qusyasyi dan Muhammad al-Ghurabi. Ahmad al-Syinnawi juga punya hubungan keilmuan dengan ulama terdahulu seperti Ibn Hajar al-'Asqalani dan Ibn 'Arabi. Ia menulis beberapa karya, salah satu yang paling terkenal adalah *Tajalliyat al-Bashair*, tafsir atas *Kitab al-Jawahir* karya Muhammad Ghawts al-Hindi.

 Ekpansi Jaringan Ulama: Eksponen Ulama

       Jaringan ulama di Haramayn berkembang lebih luas dan penuh dengan pertukaran intelektual, yang dapat dilihat melalui pengalaman Ahmad al-Qusyasyi. Kariernya menunjukkan bagaimana jaringan ini meluas secara signifikan. Ahmad al-Qusyasyi adalah murid paling berpengaruh dari Shibghat Allah dan Ahmad al-Syinnawi. Dalam kitabnya *al-Simth al-Majid*, terdapat gambaran tentang kariernya. Biografi lengkapnya disusun oleh Mushthafa bin Fath Allah al-Hamawi al-Makki, seorang muhadis dan sejarawan terkemuka di Mekkah, dalam karyanya *Fawa'id al-Irtihal wa Nata'ij al-Safar fi Akhbar Ahl al-Qarn al-Hadi 'Asyar*.
Ahmad al-Qusyasyi lahir di Madinah pada 991 H/1538 M dari keluarga Palestina yang melacak nenek moyangnya ke Tamim al-Dari, sahabat Nabi. Kakeknya, Yunus al-Qusyasyi, adalah seorang sufi yang memutuskan membawa keluarganya kembali ke Madinah dari Dajanah, sebuah desa dekat Yerusalem. Nama al-Qusyasyi berasal dari pekerjaan kakeknya sebagai penjual barang bekas (qusyasyi).
Pendidikan dasar agama al-Qusyasyi dimulai dengan doktrin mazhab Maliki yang diajarkan oleh ayahnya dan Muhammad bin Tsa al-Tilmisani, seorang alim terkenal di Madinah. Pada 1011 H/1602 M, ia melanjutkan pendidikan ke Yaman, belajar kepada ulama seperti al-Amin bin Shiddiqi al-Marwazi, Sayid Muhammad Gharb, dan Ahmad al-Sathhah al-Zailai. Setelah beberapa tahun, ia kembali ke Mekkah dan menjalin persahabatan dengan banyak ulama. Meskipun akhirnya ia menetap di Madinah, ia sering mengunjungi Mekkah untuk mengajar dan melaksanakan haji.
Di Madinah, al-Qusyasyi memapankan kariernya. Ia berteman dengan ulama terkemuka seperti Ahmad bin al-Fadhl bin Abd al-Nafi dan Ahmad al-Syinnawi, yang menjadi gurunya dalam berbagai bidang ilmu, termasuk tasawuf, serta menginisiasinya dalam tarekat Syathariyah. Al-Qusyasyi menikahi putri al-Syinnawi dan kemudian beralih dari mazhab Maliki ke Syafi'i setelah wafatnya sang mertua. Alasan perpindahan ini dijelaskan secara rinci oleh al-Hamawi.
Al-Qusyasyi adalah seorang alim yang rendah hati dengan pengetahuan luas, sebagaimana diakui oleh Ayub al-Dimasyqi al-Khalwati. Ia adalah pengarang produktif dengan lebih dari 50 karya, yang mencakup bidang tasawuf, hadis, fikih, ushul fikih, dan tafsir. Meski dikenal sebagai syekh tarekat Syathariyah, ia berafiliasi dengan banyak tarekat lain. Perannya dalam transmisi Syathariyah sangat besar, menyebarkan tarekat ini ke berbagai penjuru dunia melalui murid-muridnya.
Murid-murid al-Qusyasyi, yang jumlahnya tidak kurang dari 100 orang, berasal dari berbagai wilayah di dunia Islam. Di antara murid-muridnya yang terkenal adalah Ibrahim al-Kurani, Abd Allah bin Syekh al-'Aydarus, dan Hasan bin Ali al-'Ajami. Ibrahim al-Kurani, sebagai murid terkemuka, memainkan peran penting dalam perkembangan jaringan ulama lebih lanjut. Ia memperluas jaringan ini melalui jumlah murid yang banyak dan karya-karyanya yang signifikan.
Al-Kurani, yang berasal dari Kurdistan, dikenal sebagai mujaddid abad ke-11 H/17 M. Ia memainkan peran besar dalam penyebaran studi hadis dan tarekat mistik di dunia Islam. Ia belajar kepada banyak guru terkemuka di Timur Tengah dan Mesir, termasuk Muhammad al-Babili dan Ahmad Syams al-Din al-Khafaji. Setelah menetap di Madinah, ia mengajar di Masjid Nabawi dan menarik banyak ulama dari berbagai penjuru dunia. Kepribadiannya yang rendah hati membuatnya disukai murid-muridnya, dan halaqa nya dianggap seperti taman surga. Jaringan keilmuan al-Kurani sangat ekstensif, dengan murid-murid terkenal seperti Ibn Abd al-Rasul al-Barzanji, Ahmad al-Nakhli, dan Muhammad Abd al-Hadi al-Sindi. Al-Kurani juga meninggalkan banyak karya tulis, yang memperkuat signifikansi intelektualnya dalam jaringan ulama internasional.

 Ulama Pada Pergantian Abad

         Pada paruh kedua abad ke-17, banyak ulama generasi Ibrahim al-Kurani wafat. Namun, jaringan keilmuan mereka terus berlanjut melalui murid-murid yang memainkan peran penting dalam menghubungkan ulama abad ke-17 dengan generasi berikutnya. Murid-murid ini, yang mencapai puncak karier pada pergantian abad atau awal abad ke-18, menjadi tokoh dominan dalam jaringan ulama Islam.  Salah satu ulama penting di masa itu adalah Hasan bin Ali bin Muhammad bin Umar al-Ajami al-Makki, yang lahir di Mekkah dari keluarga ulama asal Mesir. Ia belajar kepada hampir semua ulama utama Haramayn, termasuk al-Qusyasyi, al-Kurani, al-Babili, dan ulama lainnya. Hasan dikenal sebagai fakih, muhadis, sufi, dan sejarawan. Dalam studi hadis, ia dianggap sebagai salah satu ulama besar zamannya dan menjadi penghubung penting tradisi hadis dari berbagai wilayah Islam. Hasan juga menulis karya *Risalat al-Ajami fi al-Thuruq*, yang membahas silsilah dan ajaran 40 tarekat, menjadikannya terkenal sebagai "Ab al-Asrar" dan memperkuat reputasinya sebagai seorang sejarawan. Ia wafat di Tha'if pada 1702.  Murid-murid Hasan al-Ajami, seperti Muhammad Hayyat al-Sindi, Abu Thahir al-Kurani, dan Taj al-Din al-Qali, memainkan peran penting dalam melanjutkan jaringan keilmuan Islam. Reputasi keluarga al-Ajami juga terus berkembang di Mekkah, dengan anggota keluarga berikutnya, seperti Abd al-Hafizh al-Ajami dan Muhammad bin Husayn al-Ajami, menjadi ulama terkemuka. Tokoh lain yang signifikan adalah Muhammad bin Abd al-Rasul al-Barzanji, yang berasal dari Kurdistan. Setelah menuntut ilmu di wilayah asalnya, ia melanjutkan studi ke Irak, Suriah, Haramayn, dan Mesir. Ia belajar kepada berbagai ulama, termasuk al-Kurani dan al-Qusyasyi, serta menjadi syekh tarekat Qadiriyah. Al-Barzanji adalah penulis produktif dengan banyak karya, termasuk kritik terhadap klaim Ahmad Sirhindi sebagai "Pembaru Milenium Kedua Islam." Ia dikenal sebagai ulama pertama dari keluarga Barzanji yang terkenal di Haramayn. Ahmad bin Muhammad al-Nakhli al-Makki, seorang muhaddis dan sufi, juga merupakan tokoh utama dalam jaringan ulama. Ia mencatat isnad dan silsilah tarekat dalam karyanya *Bughiyat al-Talibin*. Selain itu, ia menjelaskan aktivitas keilmuan di Masjid al-Haram, Mekkah, termasuk halaqah yang dihadirinya dan tarekat yang diikutinya. Al-Nakhli belajar kepada banyak ulama terkemuka di Haramayn dan wilayah lain, menjadikannya penghubung penting dalam studi hadis dan sufisme. Abd Allah bin Salim al-Bashri al-Makki juga menjadi tokoh penting. Ia dikenal sebagai ahli hadis besar yang berjuluk "Amir al-Mu'minin fi al-Hadith" serta seorang sufi terkemuka. Dalam karyanya *Kitab al-Imdad*, ia mencatat isnad hadis dan buku-buku yang dipelajarinya, mencerminkan pendidikan keilmuannya yang luas. Ia memainkan peran besar dalam menghubungkan generasi ulama abad ke-17 dengan abad ke-18, baik melalui isnad hadis maupun tarekat sufi.Terakhir, Abu Thahir bin Ibrahim al-Kurani, putra Ibrahim al-Kurani, merupakan muhadis, fakih, dan sufi yang berpengaruh. Ia pernah menjadi Mufti Syafi'i Madinah dan menulis sekitar 100 karya, termasuk *Kanz al-Amal fi Sunan al-Aqwal*. Karya-karyanya menunjukkan keahliannya dalam hadis dan mistisisme filosofis. Murid-muridnya, seperti Muhammad Hayyat al-Sindi dan Syah Wali Allah, kemudian menjadi tokoh utama dalam jaringan ulama abad ke-18. Melalui tokoh-tokoh ini, jaringan ulama Islam tetap terhubung dan berkembang, menjadi fondasi bagi perkembangan intelektual Islam pada abad berikutnya.

 Jaringan Ulama:Karakteristik dasar

ibnu622.wordpress.com/2016/03/18/4/ 
ibnu622.wordpress.com/2016/03/18/4/ 
       Setelah mengkaji sejumlah ulama penting yang menjadi inti dari jaringan intelektual, ada baiknya merumuskan beberapa karakteristik utama dari jaringan ini. Pada abad ke-17, jaringan ulama berkembang semakin luas, menunjukkan adanya hubungan yang jelas antara ulama generasi sebelumnya dengan mereka yang aktif pada abad ini. Namun, hubungan dalam jaringan abad ke-17 jauh lebih kompleks dibanding masa sebelumnya. Hubungan-hubungan ini, baik melalui studi hadis maupun afiliasi tarekat, membentuk pola interaksi yang rumit tetapi dapat dilacak hingga era modern, seperti terlihat dalam berbagai diagram jaringan.  

Interaksi dan hubungan antarulama menciptakan komunitas intelektual internasional yang saling terhubung. Hubungan tersebut terutama terjalin melalui proses pencarian ilmu di lembaga pendidikan seperti masjid, madrasah, dan ribath. Oleh karena itu, hubungan antarulama ini pada dasarnya bersifat akademis. Bentuk koneksi utamanya berupa hubungan vertikal, yaitu antara guru dan murid, tetapi juga mencakup hubungan horizontal, seperti antara sesama guru atau antara murid. Hubungan-hubungan ini tidak diorganisasi secara ketat dalam struktur hierarkis. Tingginya mobilitas para ulama dan murid memungkinkan jaringan ini melampaui batas wilayah, perbedaan etnis, dan kecenderungan mazhab tertentu. Upaya untuk membangkitkan kejayaan umat Islam mendorong kolaborasi erat dan membentuk hubungan interpersonal yang kuat.  

Hubungan ini terus terpelihara meskipun para ulama atau murid kembali ke negeri asal atau berpindah ke tempat lain. Ketika menghadapi persoalan di wilayah masing-masing, mereka sering kali mencari bimbingan, saran, atau pendapat dari kolega dan guru di Haramayn, yang menjelaskan keberlanjutan jaringan ini.  

Dua elemen penting yang memperkuat hubungan ini adalah isnad hadis dan silsilah tarekat. Voll berpendapat bahwa keduanya berperan krusial dalam menghubungkan ulama yang terlibat dalam jaringan dengan pusatnya di Haramayn pada abad ke-18. Penelitian mendukung pandangan ini, sebagaimana terlihat dari pembahasan di berbagai periode, termasuk abad ke-17. Misalnya, tradisi studi hadis yang dibawa oleh ulama dari Afrika Utara dan Mesir ke Haramayn membantu menghidupkan kembali posisi Haramayn sebagai pusat studi hadis. Interaksi ini menghasilkan tradisi keilmuan baru yang unik.  

Silsilah tarekat juga menjadi alat penting dalam membangun hubungan erat antarulama. Hal ini terkait dengan sifat kehidupan dan pola hubungan dalam tarekat itu sendiri, di mana murid harus tunduk pada ajaran dan arahan syekh mereka. Ikatan ini menciptakan hubungan yang sangat kuat di antara anggota tarekat dan penganut tasawuf. Voll menyatakan bahwa ikatan seperti ini menciptakan hubungan personal yang mendalam, yang membantu membangun kohesi di antara kelompok ulama.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun