Mohon tunggu...
Gani Sipayung
Gani Sipayung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirasawasta

Desain Grafis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terminologi Dan Asal-usul Batak

9 September 2024   17:40 Diperbarui: 25 September 2024   03:31 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar. Peta “Die Landschatt Toba auf Sumatra von Silindung bis zum Tao”  yang dipetakan oleh  Lembaga Penginjil Jerman (RMG, Rheinische

Dalam literatur Hikayat Aceh abad ke-17 tercatat dua kali menyebutkan “batak” yang menunjuk kepada kelompok-kelompok gerilya orang bebas di hutan pedalaman, mereka tanpa raja maupun memiliki otonomi kerajaan, yang melawan pendudukan kekuasaan Kesultanan Islam Aceh, dan kelompok ini masih animisme (kepercayaan suku). Naskah ini dua kali menyebut Batak sebagai sebuah kelompok pedalaman “batak” yang anti Islam. Perseteruan kedua kelompok masyarakat pesisir Islam dan non-Islam yang memberontak berlangsung panjang sampai kemudian kekuatan Kesultanan Aceh melemah seiring dengan kedatangan kekuatan kolonialis Inggris dan Belanda di Sumatera. Kelompok milisi anti Islam melakukan pemberontakan secara massif, terus membangun perlawanan dan defens terhadap pengaruh Islam.

Selama proses asimilasi dan pengaruh Islam di pesisir barat dan timur Sumatera, serta pengaruh perkawinan silang antar pemangku kekuasaan, baik itu Sultan atau Raja Negeri (Tuan), telah membentuk budaya dan karakter etnis yang baru. Anderson (1971) dalam kunjungannya ke Sumatera pada tahun 1832, menyebutkan bahwa akibat dari pengaruh ajaran dan kebudayaan Islam telah memberikan tampilan perbedaan mencolok diantara suku-suku Karo, Simalungun, Toba dan Melayu, yaitu mereka yang tinggal dipesisir ( yang telah memeluk Islam dan merasa lebih beradab) dengan mereka yang tinggal di pedalaman (belum memeluk Islam, penganut kepercayaan nenek moyang, dianggap tidak beradab, dan kaum pesisir menyebut golongan ini sebagai golongan batak).

Baik Bahasa, budaya maupun kepercayaan warisan leluhur telah dipengaruhi Islam dan menciptakan tatanan peradaban baru. Demikian pula Loeb (1991) membedakan warna nasional Karo, yaitu warna biru, dan warna nasional Toba yaitu coklat. Perbedaan lain terlihat dalam 'agama', di mana setiap kelompok etnis memiliki sistem kepercayaan khusus masing-masing.

Meninjau catatan Mendes Pinto (1515) :

  • Raja Tomjano, pemimpin “batak” yang mendiami pedalaman Sumatera
  • Istilah Batak, atau Batech, menurut Mendes Pinto (1539) menunujuk kepada kelompok atau milisi yang mendiami pedalaman pengunungan Bukit Barisan, yang melawan kekuatan kerajaan Islam Aceh. Hal ini juga diperkuat dalam catatan Hikayat Aceh

BUDAPEST INTERNATIONAL RESEARCH AND CRITICS INSTITUTE-JOURNAL (BIRCI-JOURNAL)

Catatan Herlina Jasa Putri Harahap [8] dalam BIRCI-Journal Volume 4, No 4, November 2021, Page: 12736-12746 e-ISSN: 2615-3076 menyebut bahwa pada era kolonialisme, Belanda mencoba memperlakukan batas wilayah (peta administratif koloni). Herlina mengutip catatan Joustra (1909; 1910), catatan Westenberg (1891;1897), catatan Kroesen (1897) dan catatan Perret (2010), bahwa pembentukan peta administrartif koloni tersebut dibentuk melalui pemetaan alam, budaya dan agama. Herlina mengemukakan catatan Perret (2010), bahwa pembetukan kelompok etnis dan territorial administratif kolonial dilakukan dalam dua tahap, yaitu : 

  • Penetapan batas wilayah koloni berdasarkan topografi (pegunungan), sejarah (gagasan migrasi manusia ke pedalaman) dan politik (orisinal tatatan lokal daerah mandiri atau belum terkena dampak), dan
  • Tipologi masyarakat yang dikelompokkan menutut ciri khas budaya dan kepercyaaan dalam masyarakat.

Masih menurut catatan Daniel Perret (2010), yang dilakukan dalam tahapan pemetaan ini adalah dengan mencari ciri-ciri yang sama di tiap daerah secara implisit dipandang sebagai ekspresi kesadaran pemersatu secara fundamental. Dan faktual, pembentukan batas wilayah administratif berdasarkan topografi akan mengabaikan ciri-ciri atau perbedaan khusus dari masing-masing suku bangsa yang ada.  Masyarakat digabung atau dipecah menjadi satu kelompok administratif, meski secara etnis dan budaya mereka adalah berbeda-beda.

Pada tahun 1752, Inggris menaklukkan pantai Sumatera bangian Barat dan mendirikan benteng Tapanuli (Tapian Nauli) di wilayah pantai Sibolga. Pada tahun 1820, Belanda secara agresif menaklukkan wilayah-wilayah pedalaman pantai Barat Sumatera dan kemudian mendirikan Kegubernur Sumatera Barat yang beribukotakan di Air Bangis Pasaman tahun 1842, seiring dengan hengkangnya Inggris dari Sumatera.

Jurnal BIRCI-Journal Volume 4, turut mengemukan catatan Castels (2002) bahwa Guvernoor Belanda di Sumatera Barat yang berkedudukan di Air Bangis Pasaman membentuk Afdeling Bataklanden yang meliputi wilayah Nias, Sibolga, Mandailing, Padanglawas, Labuhan Batu, Kisaran dan Asahan. Selanjutnya, Afdeling Bataklanden membentuk sebuah keresidenan baru yang bernama Keresidenan Tapanuli pada tahun 1905.

Dalam perkembangannya setelah tahun 1918, Belanda kemudian membagi Keresidenan Tapanuli dibagi menjadi 4 sub divisi, yaitu [1] Sibolga en Omstreken, termasuk ibu kota Sibolga dan sekitarnya; [2] Nias en omliggend eiland, termasuk Pulau Nias; [3] Bataklanden (tanah Batak) yang meliputi Tarutung, Samosir dan sebagian besar wilayah Batak Toba; dan [4] Padang Sidempoean, yang berpusat di kota Padangsidempuan.

Tetapi pada tahun 1938, Belanda melakukan restrukturisasi besar-besaran, Keresidenan Tapanoeli dan seluruh keresidenan lainnya di Sumatera disatukan menjadi Pemerintah Sumatera yang baru, yang berpusat di Medan. Namun sejak kedatangan pendudukan Jepang pada Tahun 1942, keresidenan Tapanuli dihapuskan, sehingga wilayah Tapanuli seolah bebas dan seiring dengan masa-masa Revolusi Nasional, wilayah Tapanuli diperebutkan para panglim perang atas nama revolusi. Pada tahun 1948, Tapanuli kemudian ditetapkan sebagai bagian dari otonomi provinsi Sumatera Utara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun