Mohon tunggu...
Ganinda Prameiswary
Ganinda Prameiswary Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Aktif Universitas Udayana dan seorang Capcut Content Creator.

Saya merupakan seorang mahasiswa aktif program studi Ilmu Komunikasi, Universitas Udayana. Dan saya juga seorang Capcut Content Creator yang aktif saat ini. Saya senang menulis dan editing video.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Aci Tabuh Rah Pengangon, Tradisi Unik Dengan Banyak Nilai Edukasi

18 Oktober 2024   16:00 Diperbarui: 18 Oktober 2024   16:32 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nilai toleransi dalam pelaksanaan tradisi perang bantal Tipat di desa Kapal adalah adanya peran serta seluruh masyarakat desa Kapal baik yang beragama Hindu, non-Hindu maupun pendatang, yaitu ketika tradisi tersebut dilaksanakan di jalan utama. Bahkan masyarakat luar desa pun sering kali bisa berpartisipasi (ikut perang) asal patuh pada aturan, sehingga masyarakat bersikap toleran dan semangat meski berbeda latar belakang agama. Namun sikap toleran ini memungkinkan mereka menyatukan perbedaan yang ada.

5. Nilai Tanggung Jawab

Nilai Tanggung Jawab dalam pelaksanaan Tradisi Perang Tipat Bantal ini dapat dilihat dari adanya pembagian tugas kepada masing – masing warga , seperti pemangku, pecalang, dan lain lain.

6. Nilai Peduli Sosial

Nilai kesejahteraan sosial tersebut tercermin dalam tradisi Perang Tipat Bantal, dan masyarakat desa Kapal yang tidak memiliki lahan pertanian menyadari bahwa tradisi Perang Tipat Bantal merupakan tradisi yang tidak hanya mengabdi pada masyarakat Subak namun juga mengabdi pada masyarakat Subak. Dengan mengikuti kepercayaan yang diwariskan secara turun temurun dan mengamalkan tradisi Perang Bantal Tipat, masyarakat Desa Kapal dapat terselamatkan dari situasi yang memprihatinkan.

Pesatnya perkembangan teknologi memang memudahkan kehidupan masyarakat Bali, namun mereka juga terbebani dengan banyaknya nilai-nilai yang melekat pada teknologi yang mengancam masyarakat, khususnya generasi muda. Seiring dengan perubahan nilai-nilai yang sudah mapan seiring berjalannya waktu, banyak masyarakat Bali menjadi tidak stabil secara mental dan mengalami krisis identitas. Namun, kekhawatiran sebagian masyarakat Bali terhadap globalisasi sedikit berkurang karena masih terjaganya sistem "Desa Adat" di pulau dewata. Tidak dapat dipungkiri bahwa adat dan tradisi Bali masih bertahan hingga saat ini karena adanya masyarakat adat yang terus melestarikan adat dan tradisi warisan nenek moyang sejak dahulu kala. Oleh karena itu tradisi ini harus dijaga dan dilestarikan agar dapat diwariskan untuk generasi mendatang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun