Sesungguhnya bagi lembaga publik yang mendukung keterbukaan informasi publik sudah selayaknya mereka dengan senang hati untuk memberikan pelayanan informasi sesuai dengan permintaan pemohon informasi, hal ini untuk membuktikan bahwa pada setiap lembaga publik yang siap untuk diawasi oleh masyarakat maka lembaga ini credible dan akuntabel
Bukan sebaliknya menganggap bahwa kelompok masyarakat tidak berwenang untuk memeriksa Badan Publik karena pemeroiksa sudah ada sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku sepertihalnya BPK, BPKP atau Inspektorat atau lemabaga pengawas Pemerintah lainnya. Padahal kelompok bukanlah memeriksa tetapi memohon informasi yang dapat digunakan untuk melakukan pengawasan umumdan evaluasi kinerjanya, sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan informasi publik.
Menyadari bahwa tidak semua informasi publik itu bersifat terbuka tetapi ada yang bersifat rahasia, dalam hal ini kelompok KPPKIP sudah menyadari sepenuhnya karena informasi yang bersifat rahasia itu sangat limitatatif dan terdapat pada pasal 17 UUKIP, dan setiap informasi yang bersifat rahasia itu harus dilakukan melalui uji konsekuensi dan hasil uji konsekuensi itu dibuat dalam suatu daftar informasi yang bersifat rahasia.Â
Uji konsekuensi itu adalah menguji apabila informasi yang diberikan itu akan mengakibatkan kekacauan atau merugikan masyarakat/ Negara maka informasi tersebut menjadi bersifat khusus atau rahasia dan tidak dapat diumumkan atau diberikan dan atau sebaliknya.namun dikalangan badan publik yang dimi nta informasi menyatakan rahasia Negara walaupun mereka tau bahwa informasi yang diminta itu bukanlah informasi publik yang harus dirahasiakan.
Modus lainnya dalam rangka memperketat pemberian informasi disalah satu Pemerintah daerah ada diantaranya yang membuat peraturan bahwa pemberian informasi harus terpusat pada satu pintu yaitu pada Dinas Komunikasinya, hal ini bertentangan dengan azas informasi yang bersifat cepat, murah dan biaya ringan serta dengan prosedur yang sederhana, padahal Dinas Kominfonya hanya mempunyai sumber daya 10 orang sedang unti SKPDnya lebih dari 50 lembaga, sementara belum mepunyai domain server yang akan melayani permohonan informasi publik.
Disisi lain Kelompok KPPKIP menemukan dibeberapa instansi terutama instansi Vertikal dan BUMN belum terbentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasinya (PPID), padahal Undang-Undang Keterbukaan informasi publik efektif pada tahun 2010, sehingga hal ini tenrtu saja bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang tersebut.
Informasi publik bagi lembaga publik yang telah dihubungi kelompok KPPKIP Prov.Lampung ini masih merupakan sesuatu yang menakutkan bagi lembaga, takut akan rahasia anggaran yang dilaksanakannya terlihat masyarakat apalagi jika memang betul-betul ada penyimpangan. Mengaku sudah transparan dengan membuka website, tetapi ketika dibuka vitur-vitur yang dibuka hanya sekedar formalitas tidak memberikan kepuasan bagi mastyarakat yang ingin menilai dan mengevaluasi kinerja.
Yang dinilai kelompok adalah apakah anggaran yang diberikan dan dikelola lembaga sudah sesuai dengan perencanaan, volume pekerjaan , batas waktu dan ketentuan peraturan apakah sudah terpenuhi atau belum.dengan anggaran tersebut apakah sesuai dengan sumberdaya yang mengelolanya, hasil physic dan produktifitas, efisiensi dan efektifitasnya bagaimana, bagaimana dengan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan apakah sudah sesuai.
Kesulitan dalam lembaga tersebut apabila pengawasan yang dilakukan oleh pengawas fungsionalnya hanya sekedar formalitas, pengawas yang tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan kegiatan tersebut sehingga pengawasan menjadi formalitas sehingga dengan demikian badan publik tersebut seakan tidak pernah dilakukan pengawasan oleh lembaga pengawas ekstenalnya.
Anggapan bahwa kelompok KPPKIP Provinsi Lampung selaku pemohon bukan pengawas sehingga menjadi dalih bagi lembaga publik sebagai termohon tidak meresponnya, bahkan sampai dengan diajukannya permohonan penyelesaian sengketa informasi publik kepada Komisi Informasi yang berwenang menyelesaikan sengketa informasi publik masih juga tetap tidak ada respon sama sekali, terkesan sekali melecehkan pemohon. Padahal sesungguhnya memang diakui bahwa pemohon informasi tidak melakukan pemeriksaan tetapi data yang diperlukan adalah Informasi publik yang wajib diberikan kepada pemohon guuna sebagai bahan untuk melakukan pengawasan umum kebijakan publik jadi serupa tapi tidak sama adanya.
Terkait dengan penghargaan dan apresiasi atau award oleh Komisi Informasi Provinsi Lampung kepada Badan-badan publik terpilih boleh lah kami hargai sebagai suatu award yang sifatnya formalitas daripada tidak ada yang diberi award tentu lebih baik ada, atau memberikan motivasi yang lebih kepada lembaga-lembaga publik untuk meningkatkan kualitas pelayanan informasi publik kedepan, namun sayangnya dalam acara pemberian award tersebut pihk kelompok masyarakat tidak diberi kesempatan untuk menghadirinya dan dengan kehadirannya dapat memberikan masukan yang positif dalam rangka transparansi tersebut.