Menjadi berbeda sering menjadi perbincangan dikalangan muda. Beda seperti apa? Dan harus bersikap bagaimana? Terus menerus menjadi pertanyaan dalam setiap remaja. Takut merasa kesepian karena beda gaya dan pada akhirnya timbul persepsi kurang gaul. Merasa terhina dan tersakiti dengan kritikan terhadap penampilan diri. Bahkan hujatan selalu datang bagaikan pukulan bertubi. Menyinggung perasaan hati berdampak untuk menutup diri. Lemahnya mental selalu tak dapat dipungkiri. Kurangnya pengetahuan menyeret kita menuju lorong kegelapan. Menarik rekening untuk memenuhi apa yang lagi trending. Bahkan menyalahkan diri sendiri ketika tidak terpenuhi. Ingin selalu menjadi orang lain dengan tampilan maco. Selalu menganggap diri lebih buruk, karena tidak memenuhi kategori gaul. Rasa iri yang selalu menyelimuti ketika melihat teman punya jam baru, gadget lebih canggih, Â motor mahal. Penampilan ingin sederhana, tapi opini orang lain yang membuat kita terosebsi kemewahan dan penampilan keren. Pada akhirnya tampil beda hanya bagaikan kata yang hilang makna. Berambisi besar memperbaiki penampilan, tapi kantong tidak sepadan. Rasa benci akan hidup mulai tumbuh. Mengapa aku dilahirkan seperti ini? Lahir di keluarga yang miskin? Latar belang gak jelas! Aku kesal! Dunia tidak adil, Tuhan pun begitu.
Inilah hidup, hidup adalah dikotomi. Kata Epictetus "some things are up to us, some things are not up to us." Hidup cuma dua hal, ada hal-hal dibawah kendali(tergantung pada) kita, ada hal-hal yang tidak dibawah kendali (tidak tergantung) pada kita. Inilah yang harus diingat ingat untuk manusia yang punya pemikiran singkat. Latar belakang kelurga, reputasi, kekayaan, status, opini orang lain, bahkan kesehatan adalah hal-hal yang tidak dibawah kendali kita. Diri kita tidak bisa mengambil kendali hal-hal tersebut, karena itu semua diluar kendali kita. Apabila hal-hal diluar kendali ki. ita tidak selaras dengan yang kita mau, tidak usah ambil pusing. Sayangilah waktu, pikiran, dan tenagamu hanya terbuang sia-sia memikirkan sesuatu yang fana. Lebih baik manfaatkan pada hal-hal dibawah kendali kita. Pertimbangan (judgment), opini/persepsi kita, keinginan kita, tujuan kita, dan segala sesuatu yang merupakan pikiran dan tindakan kita sendiri.
Ada sebuah filosofi mengatakan,"Hal-hal yang ada dibawah kendali kita bersifat merdeka, tidak terikat, tidak terhambat; tetapi hal-hal yang tidak dibawah kendali kita bersifat lemah, bagai budak, terikat dan milik orang lain. Karenanya, ingatlah, jika kamu menganggap hal-hal yang bagaikan budak sebagai milikmi sendiri..... maka kamu akan meratap, dan kamu akan selalu menyalahkan para dewa dan manusia." Dalam bahasa sekarang: bersiaplah kecewa jika kamu terosebsi pada hal-hal diluar kendali kamu, seperti perbuatan/opini orang lain, kekayaanmu, bahkan sampai kesehatanmu. Atau, menyesali kondisi kita lahir. Kita tidak bisa memilih untuk dilahirkan seperti apa, kita tidak punya hak suara untuk menentukan jenis kelamin, warna kulit, jenia rambut, kesehatan kita(tubuh yang lengkap misalnya), sampai suku/etnis saat kita lahir. Sampai dewasa masih banyak orang menyesalu dilahirkan seperti ini. Mengapa saya tidak dilahirkan dengan wajah tampan? Menagapa saya dilahirkan dari keluarga miskin? Penyesalan ini adalah kesia-siaan tanpa arti, menyesali hal-hal diluar kendali kita. Filosofi stoisisme mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa datang dari "things we can control",hal-hal yang dibawah kendali kita. Artinya kebahagiaan sejati datang dari dalam. Sebaliknya, menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal diluar kendali kita, seperti perilaku orang lain, status dan popularitas, kekayaan adalah tidak rasional.
Ada satu hal lagi yang perlu ditekankan ketika ingin tampil beda akan selalu ada kritikan yang bermunculan, dengan tujuan untuk mengkritik penampilan kita. Bahkan opini orang lain akan bermunculan untuk mendukung kritikan tersebut. Akhirnya munculah rasa kesal. Kita mulai mersakan emosi negatif (mau mengamuk, sedih, baper, frustasi, putus asa, dan lain-lain). Sebenarnya emosi negatif yang muncul bukan sepenuhnya salah mereka yang mengkritik dan beropini, tetapi terdapat juga kesalahan pada diri kita. Opini dan kritikan orang lain tentang diri kita hanya berupa opini dan kritikan, nilai negatif berasal dari diri kita, persepsi kita. Persepsi kita yang negatif sehingga menimbulkan emosi negatif pula. Ingat, kritikan dan opini orang lain adalah hal-hal diluar kendali kita. Mereka mengkritik dan beropini adalah hal yang wajar. Emosi negatif yang timbul karena persepsi kita sendiri. Itulah mengapa kiata mudah merasa marah dan emosi terhadap suatu kritik dan opini orang lain, karena kita menerimanya dengan negatif. Ada beberapa metode yang dapat kita ambil ketika orang lain mengkritik dan beropini negatif (dalam persepsi kita). Metode ini dinamakan S-T-A-R (Stop, Think& Assess, Respond). Stop(berhenti),ketika kita merasakan emosi negatif, secara sadar kita harus berhenti dulu. Kita harus berhenti dulu ketika mulai merasakan emosi negatif, luangkan waktu dan cari tempat untuk berhenti dari emosi negatif tersebut. Think(dipikirkan),sesudah berhenti mulailah untuk berpikir. Kemudian mulailah menilai(Assess). Apakah emosi saya negatif atau positif? Ketika emosi mulai sedikit turun, mulailah untuk memberikan respon, menggunakan nalar, dan berupaya rasional dalam melihat situasi.
Tidak perlu menyesali dilahirkan di keluarga apa, latar belakang seperti apa, fisik seperti apa, karena semua itu adalah hal-hal diluar kendali kita. Kita tidak punya hak mengendalikan hal tersebut. Beranikanlah dirimu tampil beda sesuai dengan apa yang membuatmu nyaman. Mulailah ubah persepsimu akan opini orang lain. Terapkan metode S-T-A-R (Stop, Think&Asses,Respond) dalam menyikapinya. Daripada tenaga dan waktu terbuang karena emosi negatif, lebih baik manfaatkan untuk hal-hal positif. Jangan takut karena tampil apa adanya, opini mereka, biarlah menjadi opini mereka, tidak usah manaruh persepsi negatif akan opini mereka. Karena hidup hanyalah tentang dikotomi. Daripada menggantungkan kebahagiaan akan hal-hal diluar kendali(seperti kekayaan, status, popularitas, opini orang lain), lebih baik fokuskan diri pada hal-hal dibawah kendali(seperti pertimbangan/judgment, opini/persepsi kita, keinginan kita, tujuan kita).
Sumber buku : Filosofi Teras
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H