Cumi-cumi itu juga digambarkan orang yang mencintai segala bentu seni. Ia sering menonton pertunjukan musik dan dapat mengenali karya dari seniman-seniman populer di kotanya. Dalam hal ini aku merasa sama dengannya. Ia pun punya mimpi untuk menjadi seniman dan terus berkarya, baik melukis dan berlatih klarinet.
Sebagai tokoh yang sering kebagian apes, tentunya Squidward seringkali digambarkan sebagai 'seniman gagal'. Yang paling ironis, seorang kritikus seni yang dikaguminya mengatakan bahwa karyanya itu lebih mirip tempat sampah dibandingkan sebuah seni. Kritik yang amat pedas, tetapi Squidward tidak berhenti menunjukkan karyanya yang lain pada kritikus yang sama.
Squidward enggan menyerah.
Squidward yang tetap bekerja meski itu (katanya) membuatnya menderita.
Di tengah hidupnya yang terlihat suram itu, saat ada waktu, ia menyempatkan diri untuk memberi reward pada dirinya sendiri. Menonton konser dari musisi yang digemarinya, menyeduh teh, memasak kue pai, merawat diri, atau sekadar beristirahat di kamarnya. Menciptakan ketenangan dan surga kecil untuk dirinya.
Yap... ternyata "Hidup seperti Squidward" tidaklah terlalu buruk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H