Mohon tunggu...
Ganesha Siti Fariza
Ganesha Siti Fariza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indonesia

Ganesha Siti Fariza, akrab disapa dengan Echa merupakan salah satu mahasiswa Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu SosiaI dan lmu Politik dengan jurusan Ilmu Politik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konflik Israel-Palestina dalam Dunia Kontemporer Melalui Perspektif Orientalisme

29 Maret 2024   23:02 Diperbarui: 2 April 2024   12:27 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah pendeklarasian Israel menjadi negara, kaum zionis sudah mulai melancarkan aksinya dan memulai operasi militer dengan menghancurkan bangunan yang ada di Palestina (Sholehkatin et al., 2004, p.34). Operasi militer ini bertujuan untuk memperluas batasan negara Israel yang pada saat itu hanya berpopulasi 806.000 jiwa (PRB, 2014). 

Nakba 1948 menjadi suatu bencana bagi kaum Arab di Palestina yang diusir secara paksa dan kehilangan tempat tinggal dengan jumlah 750 ribu warga. Selain itu, dengan adanya peristiwa Nakba, Israel semakin menguasai wilayah-wilayah Palestina karena kemenangannya atas Perang antara Arab dan Israel. 

Setelah kejadian Nakba 1948, warga Palestina tetap mendiami wilayahnya walaupun 78% sudah dikuasai oleh zionis dan kewarganegaraan telah diberikan kepada Israel. Jalur Gaza menjadi wilayah yang tersisa yang masih menjadi hak warga Palestina, namun hal itu ingin direbut pula oleh Israel. Perang 6 Hari menjadi sebuah momentum ketika Israel melawan koalisi tentara Arab. 

Lalu, muncullah gerakan Hamas yang menjadi sebuah gerakan sebagai masyarakat yang kontra akan kedatangan dan menjadi populasi di tanah Palestina. Hamas yang kala itu hanya sebagai gerakan pemberontakan kecil namun kini menjadi partai politik. Hingga sekarang, Israel dan Palestina seringkali melancarkan aksi gencatan senjata yang dapat terbilang sebagai kejahatan genosida (Sholehkatin et al., 2004, p.35). 

Orientalism Edward W. Said

Menurut Said, cara pandang Barat, Eropa dan AS (yang menjadi sekutu dari Israel) memandang bahwa negara-negara dan masyarakat di Timur Tengah dapat dilakukan melalui lensa yang memutarbalikkan realitas aktual yang sebenarnya terjadi. Melalui teori orientalisme, Barat seringkali menganggap bahwa Timur menjadi sosok yang terlalu eksotik dan seringkali dipengaruhi oleh stereotip dan prasangka didalamnya. 

Dengan adanya kemerdekaan atas Israel, orientalism melihat dalam pandangan Barat bahwa bangsa Yahudi memiliki tantangan untuk memajukan dirinya serta memperluas batasan wilayahnya. Begitu pula dengan adanya kejadian Resolusi 181 yang dilakukan oleh PBB atas pembagian wilayah Palestina kepada Israel dan bangsa Arab dirasa cukup tidak andil, hal itu karena Israel mendapatkan wilayah sebesar 56% (Wirajaya, 2020). 

Berdasarkan orientalism, Barat hanya mengutamakan dirinya sendiri dengan membagi wilayahnya tanpa mempertimbangkan penduduk lokal. Sejalan dengan peristiwa nakba 1948 yang menjadi sebuah bencana bagi bangsa Arab, sangat mencerminkan orientalism yang dimana Israel melakukan perluasan wilayah dan merampas hampir semua yang dimiliki oleh bangsa Arab, mulai dari hak tanah dan identitas masyarakat Arab tersebut. 

Banyaknya serangan yang terjadi secara mendesak oleh pasukan tentara militer Israel kepada Palestina, mencerminkan bahwa Barat memandang adanya kerendahan pada orang Arab dalam menguasai peperangan. Hal itu selalu menjadi bahan olokan bagi orang Israel karena orang Arab dianggap tidak modern dan masyarakat Palestina maupun tentara Hamas seringkali dikatakan sebagai teroris dalam perspektif orientalism. 

Selain itu dari orientalism juga mengangkat bahwa media yang memberitakan persoalan Israel dan Palestina disiarkan melalui berbagai cara mulai dari berita atau narasi yang disajikan, gambar dan pandangan. Adanya media sosial tentu memainkan peran yang cukup penting karena di dalam media sosial tersebut semua orang memiliki perspektif yang berbeda terkait dengan pendukungan salah satu pihak, baik itu Israel maupun Palestina. 

Dalam pandangan orientalism, media Barat dianggap seolah-olah menarasikan hal yang 'benar' dan cenderung merasa paling superior. Kebalikannya dari Timur, mereka seringkali diberikan stereotip dan prasangka yang merendahkan. Selain itu, media sosial di Barat juga sering kali ditampilkan terkait proses pencapaian konsensus antara Palestina, namun berbeda dengan Timur yang seringkali memperlihatkan kerendahan mereka di dalam media sosial berupa, ketidakadilan dan penderitaan yang dialaminya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun