Bagi yang sudah lulus kuliah pada bulan ini, selamat.Â
Anda akhirnya terbebas dari tekanan skripsi dan dosen pembimbing.Â
Tapi untuk kalian yang sudah lulus jangan senang dulu karena dunia kerja tidak seindah yang kalian pikirkan.
Salah satu hal yang membuat para pelamar dikeluh atas persyaratan kualifikasi yang diberikan adalah permasalahan batasan umur dan lamanya pengalaman kerja.
Tapi untuk topik pada artikel ini adalah permasalahan ageisme atau batasan umur.
Apakah bagi mahasiswa lulusan lama atau masuk terlambat yang menjadikan gap year kehilangan presentase untuk keterima di pekerjaan.
Jawabannya tidak ada jaminan lulus cepat lebih baik daripada lulus lama.
Namun jika ditanya bagaimana dengan peluang yang diberikan berdasarkan kualifikasi pada batasan umur, sudah dipastikan peluang bagi para freshgraduate dengan umur yang masih muda.
Jadi untuk beberapa peluang di perusahaan, tidak berlaku slogan yang berbunyi "tidak adak kata terlambat".
Ya meski masih ada peluang lain diposisi lain.
Lalu pertanyaannya bukankah lebih baik menerima pelamar kerja yang sudah matang umur yang memiliki banyak pengalaman hidupnya?
Jika ditanya tentang pengalaman hidup, ya sudah tentu umur yang lebih tua lebih matang dari segi emosi.
Namun dengan umur yang masih terbilang muda, masih ada ruang untuk berubah bagi para freshgraduate yang tidak memiliki pengalaman.
Tentu pasti ada minus dan plus dari sebuah kebijakan yang diambil oleh perusahaan.
Lalu mengapa sistem batasan umur bisa terjadi di  Indonesia? Apa di negara-negara maju juga mempermasalahkan umur pelamar?
Sistem batasan umur bagi pelamar kerja di Indonesia ada karena keadaan yang terjadi di Indonesia.Â
Bagaimana tidak, jumlah angkatan kerja yang tersedia di Indonesia lebih besar daripada tenaga kerja yang dapat diserap oleh perusahaan.
Sehingga banyak perusahaan membatasi umur sebagai mempermudah penyeleksian dari jumlah angkatan kerja yang tersedia di Indonesia.
Bagaimana dengan negara maju? Negara maju seperti Jerman tentu rasis umur atau ageisme merupakan sebuah larangan.
Hal ini didukung lagi kondisi negaranya yang jumlah angkatan kerja di Jerman semakin menurun sedangkan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh perusahaan sangatlah besar.
Lalu apa ada alternatif.
Jika ditanya alternatifnya sedikit sulit, namun dengan para lulusan baru memilih jalan hidupnya sebagai bisnis memberikan peluang lebih banyak pada lulusan baru dan juga mereka juga akan dapat membuka lapangan kerja penggerak ekonomi.
Selain itu, daripada adanya batasan umur, alangkah baiknya pemerintah memberikan batasan tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia. Hal ini membuat peluang lebih besar bagi ekonomi Indonesia yang organik.
Semoga bermanfaat dan untuk para pencari kerja jangan patah semangat. Berjuanglah anak muda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H