Mohon tunggu...
Ganefofficial 2003
Ganefofficial 2003 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya travelling dan jelajah alam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cancel Culture yang Dilematis, Apakah Menjadi Pembawa Perubahan atau Hanya Sanksi Sesaat?

9 November 2024   19:44 Diperbarui: 11 November 2024   20:41 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://theoracle.glenbrook225.org/wp-content/uploads/2020/11/CancelCulture.png

1. Cancel Culture Sebagai Pembawa Perubahan:

Bagi pendukungnya, cancel culture bisa dilihat sebagai alat untuk memperjuangkan keadilan sosial, menegakkan norma, dan meminta pertanggungjawaban atas tindakan yang dianggap salah atau merugikan kelompok tertentu. Dalam beberapa kasus, cancel culture mampu menyoroti masalah besar yang sebelumnya tidak cukup mendapat perhatian publik, seperti diskriminasi rasial, pelecehan seksual, dan ketidakadilan sosial lainnya.

a. Menuntut Akuntabilitas:

Cancel culture sering kali muncul sebagai reaksi terhadap perilaku atau ucapan yang dianggap tidak etis. Ketika publik figur atau institusi melakukan pelanggaran, banyak yang berpendapat bahwa mereka harus menghadapi konsekuensinya. Misalnya, kampanye boikot atau seruan untuk "membatalkan" seseorang bisa memaksa mereka untuk mengubah perilaku, meminta maaf, atau berkomitmen pada perubahan. Dalam beberapa kasus, seperti skandal besar (misalnya pelecehan seksual yang melibatkan tokoh publik), cancel culture berperan dalam mendorong tindakan nyata, seperti pengunduran diri dari jabatan atau penangguhan karier.

b. Memberikan Suara kepada Kelompok Tertindas:
Cancel culture juga memberikan kesempatan bagi kelompok-kelompok yang selama ini terpinggirkan atau tidak memiliki suara dalam masyarakat untuk menyuarakan ketidaksetujuannya. Ketika sebuah tindakan atau ucapan dianggap merugikan suatu kelompok, publik bisa bergabung untuk menuntut perubahan melalui sosial media. Dalam hal ini, cancel culture dapat dilihat sebagai alat untuk memberikan keadilan dan mendobrak norma-norma yang dianggap tidak adil.

2. Cancel Culture Sebagai Sanksi Sesaat:

Namun, di sisi lain, ada argumen bahwa cancel culture sering kali hanya berfungsi sebagai bentuk sanksi yang tidak menyelesaikan akar masalah atau bahkan hanya memberikan hukuman sosial yang sifatnya sementara. Terkadang, dampak dari pembatalan ini tidak berlanjut menjadi perubahan yang substansial atau bahkan hanya berfungsi sebagai "ledakan kemarahan" yang cepat berlalu.

a. Kurangnya Proses Refleksi atau Perubahan Nyata:
Salah satu kritik utama terhadap cancel culture adalah bahwa seringkali ia tidak memberikan ruang bagi orang yang dibatalkan untuk belajar dari kesalahan atau memperbaiki diri. Sebaliknya, seringkali seseorang hanya dihadapkan pada serangkaian kecaman dan boikot tanpa kesempatan untuk menjelaskan diri atau berproses. Misalnya, jika seseorang melakukan kesalahan atau pernyataan kontroversial, mereka bisa langsung di-buli di media sosial tanpa diberi kesempatan untuk bertumbuh atau berubah.

Dalam banyak kasus, sanksi sosial yang diberikan---seperti kehilangan pekerjaan atau popularitas---bisa bersifat sementara. Setelah "keributan" reda, individu atau publik figur tersebut bisa kembali muncul dengan cara baru atau hanya beralih ke platform lain tanpa benar-benar mempertanggungjawabkan perbuatannya secara mendalam.

b. Reaksi Berlebihan Tanpa Konteks:
Cancel culture kadang-kadang dianggap sebagai reaksi berlebihan terhadap kesalahan yang mungkin tidak seberat yang digambarkan. Media sosial bisa memperburuk situasi dengan mempolarisasi isu dan menghakimi seseorang tanpa memahami konteks atau niat di balik pernyataan atau tindakan mereka. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan yang tidak proporsional terhadap reputasi atau karier seseorang, meskipun perbuatannya mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan niat buruk.

Kadang, kasus cancel culture yang berakhir dengan "pembatalan" hanya berlangsung sebentar---dan ketika keramaian mereda, individu yang terkena dampak kembali eksis tanpa perubahan mendalam. Dalam hal ini, sanksi tersebut hanya berfungsi sebagai "kesempatan kedua" bagi mereka untuk melanjutkan hidupnya tanpa merenungkan atau mengubah cara berpikir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun