Mohon tunggu...
gandinalifia
gandinalifia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Seorang mahasiswa aktif jurusan ilmu hubungan internasional Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Film

Menganalisis Standar Sosial bagi The Goodness dalam Film Wicked

30 Desember 2024   22:00 Diperbarui: 30 Desember 2024   21:04 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Wicked hadir di sinema mengundang beragam peminat dan utamanya tentu penggemar drama musikal. Kisah ini bukanlah kisah baru bagi para penggemar setia, berawal dari novel dan broadway bertajuk Wizard of Oz, kemudian muncul Wicked pada bulan November 2024 sebagai salah satu adopsi terbaru lainnya, lengkap dengan lagu-lagu klasik yang senantiasa dibawakan saat pertunjukkan broadway. Jika diperhatikan, dalam film ini sering disebutkan dua kubu sosial menurut warga Oz yang berlawanan, yakni the goodness yang berarti orang baik dan the wicked, julukan bagi orang jahat. Dua kriteria identitas ini memunculkan pertanyaan seperti;

Siapakah sebenarnya yang pantas disebut “the goodness”? 

Dan, apa yang menjadi ukuran suatu hal hingga seseorang dapat dikatakan baik atau buruk?

Elphaba, sebagai pemeran utama dipandang sebagai salah satu bagian dari kubu the wicked. Alasannya adalah karena Ia memiliki persepsi dan tujuan yang berbeda dengan kebanyakan petinggi negeri Oz juga salah satu teman sekamarnya sendiri, yakni Galinda. Sebutan the goodness jika dilihat berlaku bagi orang-orang penting dengan peran besar sebagai pemerintah negeri. Bagi masyarakat Oz, siapapun yang dapat membaca the Grimmerie, kitab yang diturunkan oleh penguasa terdahulu dengan bahasa rahasia, adalah seorang penyihir yang mampu dan cukup bijak untuk memimpin negeri. Dalam salah satu lagu bertajuk One Short day yang dibawakan dalam film disebutkan bahwa pemimpin negerinya dapat membaca kitab tersebut sehingga menuai banyak pujian dari rakyat. Meski kenyataannya, pada adegan lain dapat dibuktikan bahwa semua yang menduduki kekuasaan saat itu tiada yang mampu membaca the Grimmerie. Namun, tingginya posisi pemimpin ini memberi keleluasaan untuk menyebut diri mereka sendiri sebagai the goodness yang dimaksudkan untuk memberi label pada kemampuan yang dianggap sebagai kebaikan oleh para masyarakat. 

Kepemilikan julukan tersebut nyatanya tidak mencerminkan perilaku terpuji seperti apa yang menjadi ekspektasi penduduk negeri Oz. Tindakan represif mereka terhadap hewan demi kepentingan golongan menunjukkan keserakahan atas hak khusus yang dibanggakan. Tindakan tersebut diperjelas dengan respon mereka terkait kehadiran Elphaba yang berpihak pada kesetaraan hak hewan dan manusia. Pemerintah, sebagai the goodness, menutupi fakta bahwa Elphaba sebenarnya mampu membaca the Grimmerie karena adanya perbedaan pandangan yang dapat menghalangi rancangan pembangunan negeri. Pengaburan fakta yang dilakukan the goodness menjadi gambaran atas samarnya batas baik dan buruk dalam negeri Oz. Hal ini kemudian berimbas pada standar kebaikan pada masyarakat Oz yang selalu ditentukan oleh the goodness. Maka dari itu, label the goodness yang diagung-agungkan hanyalah sebuah omong kosong belaka. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun