Baru-baru ini beredar laporan keuangan PT Anugerah Nusantara yang menyebut Sekjen Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono menerima aliran dana korupsi Hambalang. Ibas dikabarkan menerima sejumlah uang atas kasus pembangunan Hambalang. Berdasarkan dokumen, ada bukti transaksi yang menyatakan putra bungsu Presiden SBY itu menerima 900 ribu dolar AS.
Ibas menerima sejumlah dana hingga empat kali. Transaksi pertama tertanggal 29 April 2010. Saat itu, nilai yang tercatat ialah sebesar 600 ribu dolar AS. Dana tersebut, diterima dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar 500 ribu dolar AS dan yang kedua diterima sebanyak 100 ribu dolar AS.
Di transaksi kedua Ibas kembali menerima sejumlah dana senilai 300 ribu dolar AS pada 30 April 2010. Di tanggal tersebut, Ibas menerimanya sebanyak dua kali. Pertama senilai 200 ribu AS dan dalam transaksi berikutnya sebesar 100 ribu dolar AS.
Staf keuangan Nazar, Yulianis, membenarkan adanya aliran dana ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis 14 Maret 2013. Bekas Wakil Direktur Keuangan Grup Permai itu mengatakan Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat itu memang pernah mendapatkan uang sebesar 200.000 dollar AS dari perusahaannya saat Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010.
Ada beberapa hal penting terkait terkuaknya gratifikasi terhadap Ibas ini.
Pertama, keberanian KPK menelusuri pengakuan Yulianis dan bukti aliran dana ke Ibas. Jika memang KPK bersih dan independen dari intervensi istana, mestinya KPK akan memanggil Ibas sebagai saksi dan menyelidiki indikasi bahwa Ibas menerima dana Hambalang. Jika KPK membiarkan, akan menjadi terang bahwa KPK tidak berani mengungkap indikasi korupsi di lingkaran istana, terutama yang menyentuh sang putra mahkota. Artinya, KPK tebang pilih dan diskriminatif.
Kedua, jika selama ini Tempo, dan media-media lain gencar menyerang Anas dalam kasus Hambalang, kini beranikan mereka menyerang Ibas sang putra mahkota. Hampir tiap hari nama Anas menjadi headline di Koran Tempo selama hampir dua tahun terakhir hingga akhirnya di dinyatakan tersangka oleh KPK. Kini kita menunggu apakah Tempo akan memperlakukan Ibas sama seperti Anas atau tidak. Jika tidak, makin terkuak bahwa media sekelas Tempo turut bermain dalam pusaran politik kasus Hambalang.
Ketiga, kita juga menunggu akankah SBY juga meminta Ibas untuk fokus pada kasus hukumnya dan mengambil alih wewenang Ibas sebagai Sekjen Partai Demokrat, seperti yang dilakukannya pada Anas meski Anas belum jadi tersangka. Publik akan melihat apakah SBY akan tegas terhadap anaknya atau seperti yang sudah-sudah, justru merasa difitnah dan dizalimi dan kemudian membela sang putra mahkota. Siapa sosok SBY yang sebenarnya akan terkuak dari pengungkapan kasus dugaan korupsi Ibas ini.
Kasus Ibas akan jadi bukti tegaknya keadilan di negeri ini dan bukti bahwa KPK independen dan bebas dari intervensi politik apapun, bahkan dari istana kepresidenan sekalipun. Jika KPK tidak menindaklanjuti indikasi awal keterlibatan Ibas dalam korupsi Hambalang, runtuhlah kepercayaan publik terhadap KPK, satu-satunya lembaga penegak hukum yang menjadi harapan tegaknya keadilan di negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H