Mohon tunggu...
Gandi Mahardika
Gandi Mahardika Mohon Tunggu... -

Sang Pengejar Bayang-bayang

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pembocor Sprindik Anas Harus Dipidana!

27 Maret 2013   16:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:07 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti diketahui, pertengahan Februari lalu, sebuah dokumen yang diduga sebagai surat perintah penyidikan (sprindik) milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bocor ke publik. Dalam sprindik tersebut tertera nama Anas Urbaningrum berstatus sebagai tersangka kasus korupsi proyek Hambalang.

Peristiwa bocornya draf sprindik tersebut menjadi catatan hitam bagi KPK. Sebab dokumen resmi dari lembaga sekaliber KPK bisa bocor dan beredar luas. Fakta ini makin membuktikan adanya kongkalikong oknum di dalam KPK dengan pihak lain (mungkin jurnalis, politikus, atau pejabat negara). Apalagi, kasus Hambalang yang tengah diusut sangat beraroma politik.

Untuk menyelidiki pembocor Sprindik itu, KPK membentuk Komite Etik. Saat ini Komite Etik tengah bekerja dengan memeriksa orang-orang yang diduga mengetahui kebocoran dokumen tersebut.

Siapakah pembocor Sprindik KPK tersebut?

Ketua Komite Etik KPK, Anies Baswedan, berkesimpulan bahwa salah satu pimpinan KPK terlibat dalam membocorkan draft Sprindik itu. Kesimpulan itu diambil Komite Etik setelah sebulan mengadakan penyelidikan dengan memeriksa sejumlah saksi dari luar dan dari dalam institusi KPK. Anies menyatakan, "Kami temukan fakta-fakta dan perkembangan baru yang membuat kami harus melakukan bukan hanya pendalaman, mungkin juga pengembangan. Ternyata ada hal-hal yang kita lihat sebagai potensi penyimpangan kode etik," kata Anies Baswedan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/3/2013).

Sayangnya, Anies tidak bersedia mengungkap siapa pembocor draft sprindik Anas. Dan disayangkan pula Anies mengatakan bahwa pelanggaran kode etik dengan membocorkan draft Sprindik itu tidak termasuk kategori pidana.

Pertanyaannya, adakah pelanggaran hukum dalam kebocoran dokumen resmi tersebut? Berikut adalah pendapat hukum advokat Asmar Oemar Saleh, seperti ditulisnya dalam Koran Sindo, “Pidana untuk Pembocor Sprindik Anas”, 14 Maret 2013 lalu.

Menurut Asmar, sebagai hasil kerja penyelidikan yang bersifat tertutup, draf sprindik adalah dokumen yang masih bersifat rahasia dan belum untuk konsumsi publik. Sifat rahasia itu tidak berlaku ketika draf disetujui dan ditandatangani. Ketika masih berupa draf— rahasia dan tertutup—kemudian bocor ke publik tentu saja telah terjadi pelanggaran hukum.

Berdasarkan UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, bagian V tentang Informasi Yang Di kecualikan, Pasal 17 menyatakan: “Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali: (a) Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat: (1) menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana.”

Secara tegas UU Keterbukaan Informasi Publik ini juga memberi sanksi kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran Pasal 17 huruf a angka 1 di atas. Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 54, sanksinya adalah pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak sepuluh juta rupiah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 17 huruf a angka 1 dan Pasal 54 UU Keterbukaan Informasi Publik di atas, dapat disimpulkan bahwa kebocoran draf sprindik merupakan perbuatan melawan hukum. Pelakunya, siapa pun itu, dapat diproses hukum dan dikenai sanksi pidana. Namun, proses hukum terhadap pelaku hanya dapat dilakukan setelah ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan. Hal ini karena menurut Pasal 57 UU Keterbukaan Informasi Publik, tuntutan pidana berdasarkan UU ini delik aduan.

Selain UU Keterbukaan Informasi Publik di atas, Pasal 112 KUHP juga telah mengatur larangan dan sanksi bagi siapa pun yang membocorkan draf sprindik tersebut. Pasal 112 KUHP menyatakan, “Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keteranganketerangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, Asmar menyimpulkan bahwa kebocoran draf sprindik KPK adalah pelanggaran hukum. Karena itu, selain membentuk Komite Etik untuk mengungkap pembocornya, KPK atau pihak yang dirugikan dapat memproses hukum kasus tersebut dengan melapor ke polisi. Pembocor sprindik itu mestinya diadili dan dikenai sanksi pidana. Pertama, agar peristiwa serupa tidak terulang. Kedua, untuk membersihkan KPK dari politisasi perkara oleh oknum-oknum di dalamnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun