Menolak Israel berlaga dalam rumpun sportivitas sebenarnya masih bisa menggunakan cara yang lebih elegan. Jika disiasati lebih baik justru ajang ini jadi momentum Indonesia bisa bersuara lebih lantang soal Palestina karena mata dunia akan tertuju pada turnamen yang digadang-gadang jadi ajang pertunjukan bintang sepak bola masa depan memulai debut internasional mereka.
Sebagai contoh, para penolak bisa membentangkan spanduk ukuran besar untuk menunjukan empati mereka pada Palestina seperti yang pernah dicontohkan klub-klub Eropa. Kalau dirasa perlu, setiap tim nasional Israel bertanding para penolak itu bisa datang ke stadion sebagai supporter lawan lengkap dengan atribut bendera Palestina dan baju bertuliskan “Say no to imperialism”
Bagaimapun kebebasan berpendapat dan kemerdekaan mimbar setiap individu itu dijamin oleh konstitusi. Mengekspresikan ketidaksukaan asal tak berujung pada tindakan anarkis merupakan hak setiap orang. Namun dengan adanya penolakan resmi seorang kepala daerah itu FIFA tak lagi menganggapnya sebagai kebebasan berekspresi semata.
Kini situasi itu kian pelik. Hanya karena polah konyol para politikus itu negara terancam telah menggagalkan kesempatan talenta-talenta muda tanah air bermain di pentas sepak bola dunia. Sepak bola kita juga bisa dikenakan sanksi berat dan menenggelamkannya kembali bersama mimpi jutaan penggemarnya. GKD
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H