Mohon tunggu...
Budiman Gandewa
Budiman Gandewa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Silent Reader

Bermukim di Pulau Dewata dan jauh dari anak Mertua. Hiks.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Serial Pak Erte] Kursus Kilat Tata Rias

2 Oktober 2016   17:12 Diperbarui: 2 Oktober 2016   17:32 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari belakangan ini. Kawasan RT Kampung Pinggir Kali diliputi keanehan. Setiap jam tiga sore hingga menjelang Maghrib. Tidak satu pun warga yang terlihat lewat di depan kediamannya Pak Erte.

Fenomena itu juga terlihat jelas di komplek kontrakkan kepunyaan beliau. Mbak jum yang biasanya menyuapi anaknya makan di depan petak kontrakkannya. Sengaja Menghindari keluar pada jam-jam tersebut dan memilih diam di dalam rumah.

Buluk yang biasanya setiap hari gentayangan di halaman belakang untuk mencari kalau-kalau ada ayam peliharaan Pak Erte yang bertelor sembarangan. Hari ini batang hidungnya nggak kelihatan. Malah ayam-ayamnya yang sekarang gentayangan, mencari-cari siapa tahu ada si Buluk yang lagi betelor sembarangan.

Aneh, kan?

Lebih anehnya lagi Pak Erte ikut-ikutan raib entah kemana. Padahal Empok Saidah udah mencari ke segala penjuru mata memandang. Di kamar mandi umum kontrakkan, di atas pohon jambu, bahkan empok Saidah bela-belain masuk ke kandang ayam segala. Siapa tahu suaminya tersebut lagi main catur sama ayam jagonya. Terus para penghuni kontrakkan lainnya pada ikut ngumpul menyaksikan.

Siapa tahu, kan? Bukaaaan! Hihihi.....

Sudah hampir satu jam empok Saidah mencari. Namun tetep aja suasana sekitar rumahnya dilanda kesunyian. Sampai akhirnya empok Saidah merasa sendiri dan sepi. Tapi bukan empok Saidah dong namanya, kalau hanya pasrah dan berdiam diri. Apalagi dia sudah bosen dan nggak mau disama-samain ama sekuriti.

Lho, kenapa?

Soalnya seperti yang kamu-kamu pada tahu. Selain bentuk body-nya yang udah banyak gundukan, serta bobot badannya terlihat seperti  bajaj yang kelebihan muatan. Cara empok saidah mencari pun sambil celingukan sana-sini. Persis sekuriti yang pabriknya dimasukin pencuri.

Padahal sewaktu masih perawan ting-ting, bentuk tubuh empok Saidah nggak seperti terlihat sekarang ini. Badannya ramping. Betisnya bak bulir padi menguning. Alisnya laksana semut beriring. Pokoknya kalo kamu kepingin tahu seperti apa beliau sewaktu masih muda, lihat aja Sophia latjuba. (Itu kata Pak Erte, lho! Bukan kata saya).

Akhirnya setelah lelah mencari. Empok Saidah berinisiatif untuk mendatangi penghuni kontrakkannya satu persatu. Pertama-tama pintu kontrakkannya juleha yang diketuk-ketuk. Awalnya birama 2/4 yang terdiri atas dua ketukan.

Tok-tok....! Tapi belum ada jawaban.

Lalu birama 3/4 yang terdiri atas tiga ketukan. Tok-tok-tok...
Hasilnya masih sama. Senyap! Karena nggak sabaran, ketukan tangan empok Saidah di pintu sudah tidak lagi beraturan. Persis irama beduk yang biasa ditabuh di langgar.

Setelah puas menggedor-gedor pintu kontrakkannya Juleha, serta yakin kalau tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Empok  Saidah pun beralih ke pintu kontrakkannya empok Mumun yang berada di sebelahnya. Tapi belum sempat beliau mengetuk pintu rumah tersebut. Empok Mumun udah keburu nongol dari balik pintu dengan wajah pucat dan memelas.

"Bu Erte, masak aye lagi, sih. Pan tempo hari udah..." Rengek mpok Mumun saat melihat istrinya Pak Erte tersebut sudah berdiri di depan pintu kontrakkannya sambil berkacak pinggang.

"Itu kan tempo hari, Mun. Hari ini pelajaran terakhir yang gue dapet dari sanggar. Sekarang gue mau praktekin. Nah berhubung elu yang ada di rumah. Ya terpaksa elu lagi dah, yang jadi modelnya. Nyok!" Jawab bu Erte sambil menarik tangan empok Mumun ke rumahnya.

***

Empok Mumun terlihat pasrah. Duduk bersandar di bangku yang sengaja diletakkan di halaman. Persis di bawah pohon jambu yang rindang. Matanya terus memerhatikan mpok Saidah yang sedang menyiapkan semua peralatan yang akan digunakannya.

Ada satu set Make Up lengkap dengan kuasnya. Bedak tabur, hair spray, sisir sasak, face primer, concealer dan foundation. Ada juga eyeliner, eyesshadow, mascara, lipstik, kue cucur, pisang goreng, bakwan dan camilan lainnya (Deretan yang terakhir emang sengaja disiapin. Soalnya mpok Saidah suka laper kalo kebanyakan kerja).

Empok Mumun memandang semua itu dengan cemas. Karena di tangan mpok Saidah semua benda tersebut lebih terlihat seperti alat pembantaian. Ada sedikit penyesalan dalam dirinya. Kenapa juga pake acara nongol segala.

(Kan Bisa aja pas pintu digedor-gedor, mpok Mumun  teriak dari dalem, "Maaf! Orangnya lagi pegi. Kagak ada di rumah!" Beres, kan! Pasti mpok Saidah lanjut nge-gedor petakkannya mbak Jum yg ada di sebelahnya).

Apalagi istri Pak Erte tersebut baru mengikuti kursus kilat tata rias dan kemarin wajahnya mpok Mumun juga yang dirias.Tapi kursus kilat versinya mpok Saidah bener-bener kilat. Hanya tiga kali pertemuan dalam satu minggu dan sekali pertemuan durasi belajarnya hanya satu jam.

"Udah elu tenang aja. Habis gue rias, muke lu pasti berubah kayak artis" Ujar mpok Saidah seperti bisa bisa membaca pikiran tetangganya tersebut.

Sambil memejamkan mata, mpok mumun mulai memanjatkan do'a. Mudah-mudahan hujan segera turun. Karena mpok Mumun yakin. Berdoa pas emang lagi musimnya pasti cepet dikabulin. Beda kalo do'anya minta rambutan. Pasti kagak dikabulin. Karena sekarang lagi musim hujan, bukan musim rambutan. Hihihi.....

Sementara mpok Mumun berdo'a. Bu Erte mulai mengingat-ingat pelajaran yang udah di dapatnya dari tempat kursus. Celakanya beliau lupa produk mana yang mesti dipergunakan terlebih dahulu. Selain itu bu Erte juga nggak inget mana yang mesti dihias lebih dulu. Wajah atau mata?

Akhirnya, dengan ingatan seadanya mpok Saidah malah menggunakan bedak tabur untuk menutupi pori-pori, menyamarkan warna kulit, serta menutupi wajah mpok Mumun yang ada bekas jerawatnya.

Setelah itu beliau menyapukan foundation, mengoleskan eyeliner, eyeshadow dan terakhir maskara di pinggiran, serta bulu mata mpok mumun. Tidak lupa juga alis mpok Mumun di itemin dengan spidol. Soalnya pensil alis yang biasa digunakan dipinjem ama si Entong, anaknya. Sewaktu berangkat sekolah tadi pagi. Makanya sekarang mpok Saidah pake spidol.

Disaat mpok Saidah mengoleskan lipstik di bibirnya mpok Mumun. Orang-orang yang tadi dicariin keberadaannya, mulai bermunculan. Buluk yang pertama kali tiba, langsung mikir siapa orang yang hari ini jadi korban praktek bu Erte merias wajah.

Meski matanya udah dipelototin sampe perih, tetep aja Buluk nggak bisa ngenalin orang yang wajahnya penuh poletan Make Up tersebut. Tidak lama kemudian, datanglah secara berurutan. Juleha, Bang Toyib dan yang terakhir tiba adalah Pak Erte.

Sambil menghampiri istrinya, Pak Erte memperhatikan orang yang wajahnya penuh riasan tersebut.

"Busyet! Elu, Mun. Gue kira Suzanna..." Kata Pak Erte saat tahu kalau orang itu mpok Mumun.

Mendengar perkataan Pak Erte barusan, mpok Mumun jadi percaya dengan omongan mpok Saidah sebelumnya. Kalau beliau bisa merias wajahnya seperti artis. Soalnya Suzanna kan artis cantik yang suka meranin pilem horror.

Empok Saidah nggak kalah senengnya mendengar perkataan Pak Erte barusan. Enggak sis-sia pikirnya ikut kursus merias wajah. Dengan wajah sumringah mpok Saidah mendekati Pak Erte yang masih merhatiin wajah mpok Mumun yang selesai dirias.

"Bang. Emang iya muka mpok Mumun mirip artis Suzanna?" Tanya mpok Saidah kepada suaminya.

Pak Erte mengalihkan pandangannya ke arah istrinya, lalu sambil berjalan menuju ke dalam rumah beliau berujar...

"Iya. Soalnya setelah gue lihat wajahnya mpok Mumun yang elu Make Up. Gue jadi inget pilem Sundel Bolong..." Kata pak Erte yang langsung di sambut tawa cekikikan si Buluk.

Pletaaak!

Sendal jepit mpok Saidah melayang dan mendarat persis di wajahnya si Buluk.

(Sekian)

*Met wiken, yah...!

Salam Sendu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun