Orang yang memegang cek tersebut makin bersemangat. Karena banyaknya suara yang mendukung keputusan Pak Erte untuk menerima uang yang ditawarkannya.
"Maaf...! Ngomong-ngomong, kontrakkan Pak Erte ada berapa, ya?"Â Tanya pria itu penasaran, saat melihat angka-angka yang ada di pintu.
Karena nomor yang dilihatnya acak dan tidak berurutan. Ada yang ditulis 17, ada yang bertuliskan angka 25, 30 dan di pintu kontrakkan paling ujung, malah terlihat nomer 50.
"Sepuluh...!" Jawab Pak Erte singkat.
"Tapi kenapa nomornya sampai 50 Pak Erte?"Â Tanya orang itu masih penasaran.
"Biar kelihatannya banyak"Â Jawab Pak Erte sedikit ketus.
Orang tersebut sontak diam dan nggak berani lagi mengeluarkan suaranya. Buluk yang lagi mabuk lem, langsung tertawa mendengar jawaban Pak Erte.
Mpok Saidah bangkit dari duduknya, lalu melepaskan sendal jepit dari kakinya. Dihampirinya buluk yang masih ketawa cekikikan. Lalu mendaratkan Sendal jepit tersebut persis di mukanya si buluk. Ketepluk! Hihihi....
"Bagaimana  Pak Erte? Ini tawaran yang terakhir. Rumah sekaligus tanah dan semua kontrakkan Pak Erte, saya beli seharga dua EM" Pria itu kembali mengajukan tawarannya.
Pak Erte diam sebentar, "Lha, kan tanah yang jadi pabrik sepatu sekarang, udah gue jual. Masak masih kurang juga,sih?" Tanya Pak Erte pada tamunya.
"Justru itu kita mau beli tanahnya Pak Erte lagi, yang kebetulan berbatasan langsung dengan tembok pabrik. Karena produksi meningkat, kita bermaksud memperluas pabrik, Pak Erte. Bagaimana?"