Mohon tunggu...
Budiman Gandewa
Budiman Gandewa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Silent Reader

Bermukim di Pulau Dewata dan jauh dari anak Mertua. Hiks.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Cinta 5 Watt

30 Agustus 2016   15:46 Diperbarui: 30 Agustus 2016   16:30 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: klikkabar.com

5 Watt Cintaku, padamu
Meski redup seperti senja
namun indah pada waktunya

5 Watt Cintaku, Padamu
Meski tak berkilau sinarnya
Namun mampu bertahan lama

5 Watt Cintaku, Padamu
Meski gelap menaunginya
Namun bisa memberikan cahaya

Dari fajar, sampai malam tiba.

Selamanya!

.....<@>.....

Tasya bergegas keluar kelas. Lalu berjalan melintasi lapangan basket, yang masih basah karena guyuran hujan tadi malam.

Langkah kaki cewek tersebut berhenti di depan sebuah kelas. Satu persatu wajah penghuni kelas itu dipandanginya. Tapi Tasya tidak menemukan cowok yang dicarinya.

Cewek itu berpikir sejenak, sebelum akhirnya melangkahkan kakinya ke belakang sekolah. Tempat murid cowok biasa menghabiskan rokok sebatang, sebelum masuk ke dalam kelas.

Benar saja. Cowok yang dicarinya tampak asyik duduk menjuntai  di atas tembok belakang sekolah. Ditangannya terselip sebatang pena. Layaknya penyair picisan, yang tidak pernah kehabisan kata-kata. Untuk menuliskan puisi sampah, menurutnya.

"Hei...!" Hardiknya pada cowok itu, yang tampak terkejut karena kehadiran Tasya yang tiba-tiba.

"Nggak pake bentak-bentak, kenapa sih?" Jawab cowok itu pelan, tanpa mau beradu pandang.

Tasya berjalan mendekati cowok tersebut. Dirematnya selembar kertas yang sejak tadi berada di dalam genggamannya. Persis di depan wajah cowok tersebut, yang sudah menjejakkan kakinya ke tanah.

"Sekali lagi kamu mengirimkan puisi-puisi seperti ini. Kamu akan terima akibatnya" Ancam cewek tersebut, gusar.

Tasya tak perlu menunggu jawaban. Lalu berbalik menjauhi cowok tersebut, yang langsung memungut kertas yang tadi dilemparkan Tasya sebelum melangkah pergi.

*****

"Aneh!"

"Apanya yang aneh?" Tanya Tasya, setelah mendengar perkataan Ririn, barusan.

"Ya, aneh aja. Masak kamu ngga ngaruh sama sekali terhadap cowok seganteng Arya"

"Penyair gagal itu!"

"Penyair gagal? Aduh Tasya, nggak baca apa. Nih, dengerin ya..." Ririn lalu membacakan puisi yang ada di kertas dan sekarang dipegangnya.

"5 Watt Cintaku, Padamu..."

"Ah, sudahlah. Nggak perlu!" Tasya merampas kertas dari tangan sahabatnya, lalu berjalan menuju kelas.

****

Tasya menghempaskan tubuhnya ke sofa. Cewek itu sama sekali tidak berani menatap pandangan Mama, yang sudah menyambutnya sejak masuk ke dalam rumah.

Tasya tahu dan sangat mengerti, arti pandangan mata orang tua itu. Karena tatapan Mama selalu seperti ini. Setiap menyambutnya pulang sekolah.

"Bisa nggak, kamu bersikap biasa saja. Seperti layaknya seorang teman di sekolah. Bukannya selalu memancing keributan dengan Arya?" Kalimat tersebut meluncur dari bibir Mamanya, seperti yang sudah-sudah.

"Kalian itu hanya perlu menyelesaikan sekolah. Lalu melanjutkan kuliah kalau mau. Sedangkan Arya bisa sambil bekerja di perusahaan Papamu"  Lanjut Mama lagi.

Tasya sama sekali tidak berani mengangkat wajahnya. Mama seperti seorang sutradara, yang dengan mudah menentukan jalan hidupnya. Sedangkan dirinya seperti pemain sandiwara, yang setiap hari menjalankan perannya sebagai anak sekolah, yang melewati indahnya masa remaja.

Tasya berangsur berdiri, saat mama meninggalkannya pergi. Cewek itu bergegas menuju ke kamarnya. Ditutupnya kembali pintu dengan pelan, setelah dirinya berada di dalam kamar.

Dipandanginya wajah Arya, yang tengah tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Cintanya pada cowok itu, seperti ungkapan puisi yang selalu diberikan Arya padanya setiap di sekolah. Cuma 5 Watt...!

Tasya merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Lalu mendekap tubuh mungil, yang berada diantara dirinya dan Arya. Dipandanginya wajah bayi tak berdosa itu dengan penuh kasih sayang.

Buah cinta Seribu Watt-nya dengan Arman yang pergi menghilang entah kemana. Sedangkan dia sama sekali mengacuhkan Cinta 5 Watt Arya, yang mau menutupi aibnya.

Hanya karena kesetiaan kedua orang tua Arya, yang telah mengabdi bekerja selama puluhan tahun. Sebagai sopir dan pembantu rumah tangga di keluarganya.

(Selesai)

Salam Sendu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun