"Tuh, pada dengerkan. Elu-elu pade kurang kerjaan emang. Pake ngintipin si demplon. Eh, Si Romlah mandi. Pake ngembat selendangnya lagi. Lu kata ini  cerita Jaka Tarub apa. Lagian elu juga sih. Pake acara mandi kembang Tengah Malemnya - Caca Handika segala" Pak Erte ngomelin warganya, juga Romlah.
"Huu..u..u..uu. Hiks..." Romlah semakin terisak.
Sementara warga penghuni kontrakan, ikut larut dalam suasana yang mulai mengharu biru. Tidak ada seorangpun yang mengeluarkan suara. Hanya isak Romlah yang terdengar mengalun sendu.
Tiba-tiba terdengar suara cempreng Mpok Saidah.Menyeruak  diantara keheningan, yang menyayat kalbu para penghuni kontrakkan.
"Baaaang...Abaaang! Aye bener-bener ga nyangka kalau mau dikasih seprais" Mpok Saidahmendadak keluar dari dalam rumah sambil berlenggak lenggok. Memamerkan selendang yang dijadikan kerudung olehnya.
Semua mata memandang ke arah kerudung merah yang dikenakan Mpok Saidahtersebut. Lalu berpindah ke  wajah Pak Erte, yang mulai terlihat seperti kuning telur di rebus.
Sedangkan Romlah mulai memperhatikan Kerudung yang warna dan bentuknya, sudah dihapal di luar kepalanya tersebut.
"Mpok, inikan kerudung Aye"Ujarnya sambil menarik kerudung yang dipakai Mpok Saidah.
"Enak aje, inikan kerudung yang dibeliin oleh laki gue..."Â Mpok Saidahtidak kalah sengit. "Betul kan Bang...? Bang? Abaaang?" Mpok Saidah menoleh ke arah Pak Erte yang sudah tidak berada di tempatnya.
Sementara Pak Erte sudah lari tunggang langgang, maju tak gentar, jatuh bangun-Kristina meninggalkan kumpulan orang di rumahnya.
"Lariiiii....!" Terdengar suara Pak Erte, mengalun di sepanjang bantaran kali.