Echonya bahkan sampe masuk-masuk ke kandang ayam jago, yang terlihat masih melakukan mogok berkokok. Karena kalau berkokok, kepalanya langsung di keplak pakai gagang sapu. Pletooook!
Mendengar suara Pak Erte yang keluar dari microphone bergema, Buluk yang masih bawaan mabok langsung berlari lingkang pukang, maju tak gentar, jatuh bangun-kristina. Ke tempat sound system berada.
Pak Erte melirik ke arah Buluk yang sedang memutar-mutar alat persegi empat yang banyak tombolnya tersebut. Lalu mengacungkan jempolnya kepada Pak Erte yang masih meliriknya.
"Tes, 1 2 3, tes..." Pak Erte sekali lagi mencoba alat pengeras suara tersebut. Suaranya sudah terdengar pulen. Tapi cuma beberapa detik saja. Karena tiba-tiba terdengar suara berdenging nyaring, dari pengeras suara. Ngiiiing....!
Diikuti suara meleduk, lalu asep mulai ngebul di sekitar sound system yang diutak-atik oleh si Buluk. Korslet! Agak sedikit kesal. Akhirnya Pak Erte melanjutkan pidatonya menggunakan corong minyak.
"Bapak dua, ibu dua, serta saudara dua kali, yang saya cintai" Pak Erte memulai pidatonya yang terdengar janggal.
Ternyata karena buru-buru, anaknya si Entong. Malah  menyingkat naskah pidatonya. Bapak-bapak, menjadi Bapak2. Ibu-ibu, menjadi Ibu2. Begitu seterusnya. Dan tulisan di kertas itulah yang dibaca Pak Erte sebagai teks pidatonya.Hihihi....
Tapi orang-orang hanya mendengarkan saja. Karena Pak Erte punya undang-undang yang sudah ditetapkan secara musyawarah tapi tidak mufakat. Bunyi Undang-undabg tersebut, sebagai berikut;
1. Erte tidak bisa disalahkan
2. Erte tidak pernah salah
3. Apabila Erte melakukan kesalahan, maka balik lagi ke point pertama.
Demikianlah bunyi undang-undang yang dimusyawarahkan, tapi tidak dimufakati tersebut. Karena terus dipaksa, serta merasa terpaksa. Akhirnya penghuni kontrakkan pasrah menerima undang-undang tersebut di sahkan.
"Uhuk...uhuk. Maaf!" Pak Erte pura-pura batuk setelah menyadari kekeliruannya. Lalu melanjutkan kembali pidatonya.