Malah kamu tampil cantik dengan baju casual, yang kamu kenakan. Berdiri di teras rumahmu, sambil menatapku, bingung. Bukan kamu saja yang melihatku dengan tatapan bingung sepeti itu. Tetangga di komplek perumahanmu, Petugas BNPB, tak ketinggalan juga, papa dan mamamu.
Karena suara sirine yang meraung-raung dari Mobil Pemadam Kebakaran, serta mobil ambulance, yang turut berpartisipasi. Telah mengundang banyak orang datang, membanjiri rumahmu.
Di teras, halaman depan, sepanjang jalan komplek, bahkan ada yang sampai memanjat dan nangkring di atas pagar rumahmu. Semuanya bingung dan bertanya-tanya, ada gerangan apa yang terjadi. Kepoh!
"Apa-apaan ini?"Tanya papamu dalam kebingungannya.
Aku tak bisa menjawab pertanyaan papamu. Aku tak sanggup menatap tatapan matamu, yang melotot kearahku. Juga beratus pasang mata, yang semuanya menunggu jawabanku. Sekarang gantian aku yang bingung. Sungguh!
"Sana, Pulaaang!" Teriakmu sekencang-kencangnya.
Semua orang mendadak bubar. Kembali ke rumahnya masing-masing. Termasuk papa dan mamamu, Yang langsung masuk ke dalam rumah, serta tidak ketinggalan kamu. Tinggallah aku dengan petugas BNPB, petugas Pemadam Kebakaran, serta Supir ambulance. Yang melotot marah ke arahku. Huwaaa...!
Tiga hari kemudian. Aku baru menyadari kesalahanku, yang salah mengartikan ucapanmu. Malam itu di telepon, Yang kamu maksud adalah 'RINDU', tapi aku mengartikannya 'LINDU'. "Ah, Bodohnya aku!"
Kok, bisa-bisanya lupa kalau kamu itu cadel  dan selalu menyebut huruf 'R' menjadi 'L'. "Masalahnya sepele, kan? Tapi kenapa kamu selalu saja menganggapnya serius?"
Sudah seminggu kejadian memalukan itu berlalu. tapi kamu tetap saja marah dan uring-uringan. 'Perintah Jaga Jarak' masih kamu berlakukan. Justru 'Perintah Jaga Jarak' itulah yang menjadi masalah serius bagiku. Kenapa? Karena kamu dan aku sekelas. Duduknya pun sebangku.
Aku sudah berusaha mati-matian. Menawarkan diri untuk bertukar tempat duduk dengan teman sekelas lainnya. Tapi semuanya menolak dan takut dengan ancamanmu.