Kepada Saudariku Fitria Indriati
Usai badai aku tulis dengan gigil untukmu
Kepada saudariku; pantas saja kusebut saudara perempuan, karena lewat rahim ibuku tak ada perempuan. Maka untuk itu aku merindu saudara perempuan.
Kau telah dengar keluhkeluh romanku sebagai lakilaki, di kesiangannya pagi, di teriknya bolong, hingga di kedalaman malam.
Aku jadi ingat kisah fiktif layar lebar Hansel dan Gretel. Mereka pemburu penyihir jahat, menyelamatkan manusia dari petaka takut. “Jangan pernah masuk rumah yang terbuat dari permen”. Tapi bukannya permen itu manis?. Ya, tentu kita tertarik manisnya permen Saudariku, tapi siapa tahu di dalamnya ada seorang penyihir jahat, kemudian kita disekap ketakutan. “Cara terbaik membunuh penyihir jahat adalah dengan membakarnya”. Bakar berhubungan dengan api. Jadi Saudariku kita buat semacam senjata yang terbuat dari api pada tungku kehangatan.
Usai badai aku tulis dengan gigil untukmu
Saudariku, aku belumlah tangguh sebagai lakilaki. Tapi setidaknya kau selalu sediakan halaman untukku menulis sehabis gigil. Kemudian aku terbiasa dengan gigil untuk menjadi tangguh.
Badai usai. Aku tulis setelah kau lelap. Ceritakan padaku mimpimu esok harinya. Kemudian kau tetap perempuan tangguh yang setia jadikanku saudaramu.
2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H