Mohon tunggu...
HABIBI
HABIBI Mohon Tunggu... -

semangat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Makna Nasionalisme yang Sering Kali Mengusik Kita

17 Agustus 2016   17:37 Diperbarui: 17 Agustus 2016   17:50 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari hari ini media media baik yang cetak maupun online,yang skala nasional maupun lokal banyak memberitakan tentang bagaimana kemeriahan perayaan 17 agustus 2016. Umur republik ini sudah 71 tahun sudah. Ada banyak pencapaian yang sudah dilakukan oleh negara kita,baik dari segi pembangunan maupun dari segi peningkatan SDM yang kalau kita jujur masih harus di tingkatkan lagi. Selain pencapaian pencapaian itu,kita harus mengakui bahwa banyak masalah masalah yang masih di hadapi oleh negara kita. Masalah kemiskinan,ketersediaan lapangan kerja yang masih minim,dan fasilitas kesehatan dan infrastruktur yang belum merata merupakan beberapa masalah yang masih harus menjadi perhatian pemerintah kita di republik ini yang sudah berumur 71 tahun.

Tapi di tengah tengah perayaan dirgahayu republik indonesia yang 71 ini,mungkin ada sosok yang kalau saya bisa katakan masih galau. Kegalauan sosok ini karna baru 20 hari menjabat sebagai menteri ESDM,dia sudah di berhentikan sebagai menteri oleh bapak presiden karna terbukti memiliki dwi kewarganegaraan,selain memiliki paspor indonesia,dia juga di ketahui memiliki paspor amerika. Dialah Archandra Tahar yang sudah 20 tahun malang melintang bekerja di negeri paman sam. Rakyat indonesia ribut setelah mengetahui Archandra memiliki paspor amerika. Tambah ribut lagi momennya hampir berdekatan dengan perayaan hari kemerdekaan indonesia yang ke 71. Rakyat meradang,Archandra menjadi pesakitan.

Kasus Archandra sebenarnya tidak akan seheboh ini kalau dari pertama pak Archandra mau jujur tentang kewarganegaraannya. Ketika seseorang itu sudah memiliki paspor negara lain,maka orang tersebut otomatis hilang status WNI nya karna sudah bersumpah setia kepada negara yang memberinya paspor. Pasca pemecatannya banyak pihak yang menyayangkan pemecatan itu lalu membandingkan dengan kasus mantan presiden B.J habibie. 

Suatu perbandingan yang sangat keliru.pak habibie ketika pemerintah jerman menawari pak habibie sabagai warga jerman atau warga kehormatan jerman,beliau menolak dan tetap memilih sebagai warga negara indonesia. Suatu keputusan yang yang luar biasa menurut saya di tengah tengah berbagai macam fasilitas dan kemudahan yang akan di dapatkan oleh pak habibie kalau memilih jerman sebagai negaranya. Begitu juga dengan pak prabowo ketika di tawari sebagai warga kehormatan yordania,beliau tetap memilih indonesia sebagai negaranya.

Ingat kasus archandra,tiba tiba saja ingatan saya tertuju pada satu sosok yang pernah di bawa oleh pak dahlan iskan ke indonesia,dia lah ricky elson yang lama berkarir di jepang dan memiliki hak paten di negeri sakura itu. Sejarah mencatat betapa ricky elson yang di juluki sebagai manusia petir sangat kecewa ketika mobil listrik karyanya tidak di hargai oleh pemerintah kita. Dan saya yakin masih banyak ricky ricky lain yang lebih memilih tinggal di luar negeri dari pada memberikan kontribusinya pada negara yang pernah melahirkan nenek moyangnya. Alasannya klasik karna pemerintah tidak ada kepedulian,begitu alasan lama yang selalu menjadi pembenaran. Suatu alasan yang lambat laun menjadikan kita sebagai manusia materialistis,yang lebih mementingkan materi di atas segala segalanya.

Kalaupun kita boleh jujur,negara kita yang genap berusia 71 tahun ini kita akui masih banyak kekurangan di sana sini. Angka kemiskinan yang masih tinggi,pembangunan yang belum merata,pendidikan yang masih banyak rakyat belum menjangkaunya,di tambah lagi dengan korupsi yang semakin meraja lela, peredaran narkoba yang tidak ada habisnya, dan seabrek masalah masalah lainnya yang menggerogoti republik ini. Lalu ketika negara kita terkena penyakit kronis itu,apakah masih tega kita hidup bergelimang kemudahan di negara orang sambil mencaci maki bahwa negara indonesia tidak sehebat negara amerika,jepang,jerman ataupun negara yang memberikan berbagai macam kemudahan yang mereka tinggalin tanpa pernah memberikan kontribusi alih alih kerja nyata buat negara yang melahirkan nenek moyangnya,buat negara yang sudah ribuan nyawa jadi tumbal demi tegaknya NKRI di muka bumi ini. 

Sama saja ketika kita hidup di desa yang tempat orang tua kita di lahirkan, tempat kita di lahirkan,ketika desa kita tidak sesuai yang kita harapkan,berbondong bondonglah kita ke desa sebelah yang menawarkan berbagai macam kemudahan tanpa pernah mau pulang ke desa dan ikut memperbaiki apa kekurangan desa kita. tentu ini adalah tindakan yang kurang bijak.

Maka,marilah kita hadirkan tindakan nyata buat republik ini. Kita harus pikirkan apa kontribusi kita buat negeri ini,bukan memikirkan apa yang negara akan berikan pada kita.bukan pula mencaci maki negara kita di negeri jauh sana ketika berbagai macam fasilitas dan kemudahan kita dapatkan. Saya masih ingat betapa saya merinding ketika taufik hidayat mengharumkan nama indonesia di ajang olimpiade athena 2004 dengan merebut emas tunggal putra. Betapa bangganya kita sebagai warga negara indonesia ketika bendera merah putih bisa bersanding dengan bendera negara negara lain yang sudah merebut medali emas. Itulah sebenarnya salah satu bentuk kontribusi nyata yang harus kita tiru untuk mengharumkan nama negara kita. 

Dan nanti malam putra putri terbaik kita akan berjuang merebut tahta tertinggi olimpiade cabang bulu tangkis ganda campuran lilyana nasir dan tontowi ahmad,semoga saja butet dan tontowi bisa memupus dahaga gelar emas yang menjadi tradisi negara kira di olimpiade cabang bulu tangkis setelah terhenti di olimpiade london 4 tahun silam.

Nasionalisme dan materialisme bedanya sungguh sangat tipis. sering kali atas nama materialisme kita lupa akan asal usul kita,kita lupa jati diri kita dimana kita di lahirkan. Kita lupa tempat dimana nenek moyang kita pernah di lahirkan. memang tinggal di negara manapun itu merupakan sebuah pilihan hidup. 

Akan tetapi mencaci maki negara kita,menyebar keburukan negara indonesia di saat kita menikmati kemudahan di negara orang bukanlah tindakan yang bijak tanpa pernah mau terlibat langsung memperbaiki kekurangan kekurangan yang ada di negara kita. Semestinya kita berfikir bagaimana budaya yang baik yang kita peroleh di negara lain yang sudah sekian lama kta tempati,kita transfer ke kehidupan bermasyarakat di negara kita. Perkara akan banyak hambatan dan caci maki dari orang orang kita yang tidak siap akan proses transfer budaya baik itu urusan belakangan. Biarkan kita jadi katak tuli yang tidak mendengar apa omongan orang dan membuat diam dan mengikuti kita saat bukti sudah ada. Karna di mana mana,sekedar ucapan pun tidak akan mempan kalau tidak di ikuti oleh tindakan nyata.

Akhirnya,dengan semangat dirgahayu republik indonesia yang ke 71,marilah kita sama sama introspeksi,apa tindakan nyata yang sudah kita berikan pada negara indonesia ini,bukan mencari cari keburukan di negara kita.,,

MERDEKA.......

Satu minggu sebelum kepulangan ke negeriku tercinta indonesia..

Chiba,17 Agustus 2016

HABIBI

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun