Mohon tunggu...
Ganar Firmannanda
Ganar Firmannanda Mohon Tunggu... -

mahasiswa biasa salah satu universitas di bandung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Sejarah ala Sekolahan Tidak Menarik dan Tidak Menyentuh Akar Permasalahan, Mengapa?

17 Februari 2012   10:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:32 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah bisa dipelajari darimana saja, bahkan lebih menarik daripada membaca buku teksbook sekolahan. Pikiran random ini muncul setelah rehat membaca roman tetraloginya mas Pram, Bumi Manusia. Dari buku ini, lewat cerita yang digambarkan begitu alami, kita belajar banyak tentang apa yang terjadi pada masyarakat pribumi kita pada awal mulai "berpikirnya" bangsa ini. Lalu terpikir, apa pula gunanya selama ini belajar sejarah, kalau ternyata banyak keadaan sesungguhnya bangsa ini dari buku ini, sebuah cerita, fiksi, yang bahkan sang pengarangpun tak pernah mengalami peristiwa tersebut.

Intinya bagaimana sejarah diajarkan di sekolahan. Kenapa kurikulum menekankan pertanyaan what, what lagi, dan when. Cara yang seperti itu membuat orang cuma menghafal, mengingat-ingat kejadian masa lalu, lalu implementasinya yang paling pol bisa menghindari kejadian serupa, ya serupa, sama persis. Sayang, sejarah ga akan terulang, walaupun mirip. Dari roman ini, diselipkan dengan indah bagaimana sejarah bangsa Indonesia dulu, bagaimana sistematika kehidupan tanah jawa, adat budinya. Dari baa novel ini saja, kita ga hanya bisa bilang “ohh”, tapi yang lebih lagi, “loh kok gitu sih? Ah pantes, makannya harusnya gini gini gitu”. Yang seperti ini mana ada di buku teks sekolahan. Perpustakaan? Ah kayaknya hanya sekolah-sekolah kota yang ada, tanpa publikasi dan ajakan membaca ke muridnya tentu.

Yap, dari hasil merenung dan mengawang singkat sambil baca aja bisa terbuka suatu solusi, walaupun itu angan-angan. Makannya mengapa pelajaran sejarah tidak menekankan pada pembentukan pola piker why why dan why, lalu seorang pelajar bisa memberikan pendapatnya untuk memecahkan why-nya itu, lalu men-share dengan temannya, lalu dibentuk semacam kuputusan informal mengenai permasalahan itu. Pola seperti ini tentu membuat si anak didik belajar berpikir kritis solutif. Secara ga langsung juga bisa mengajarkan moral bangsa dan kemanusiaan, hal yang gagal ditumbuhkan oleh PKn.

Seperti dalam buku tersebut, pembaca dibuka mengenai kondisi bangsa, pola pikir manusia pribumi dalam kaitannya dengan budaya, dan mengapa sampai bisa terbentuk negara bernama Indonesia ini.Dari cerita itu pasti pembaca berpikir, "ohh pantas, kenapa keadaan sekarang seperti ini", "hmm, cocok sama keadaan sekarang, harusnya kita ini begini begini beini". Dari membaca itu muncul ide-ide, pertanyaan yang makin tak terjawab, dan sebab-sebab Indonesia sekarang. Dari situ, manusia Indonesia bisa terpancing saling berdiskusi penyebab-penyebab masalah bangsa, lalu ujung-ujungnya mendiskusikan penyelesaiannya. Semua itu dimulai karena manusia Indonesia tertarik untuk tahu sejarah.

Sistem diskusi macem gini sebenernya bagus untuk diterapkan di sistem sekolahan, sampai ujianpun harusnya lebih banyak analisis permasalahan dan solusinya, bukan soal pilihan ganda yang jawaban bisa datang lewat jarkom sms. Nah sekarang permasalahannya apa? Guru males meriksanya, terlalu subjektif, bagaimana pengawasan KBM-nya dengan peserta kelas super banyak. Ya disini masalahnya, kuatitas guru, sistem ini memang butuh mekanisme mentoring untuk memantau perkembangan anak, bahkan untuk mengoreksi.

Aku membayangkan sekolah-sekolah di Indonesia bisa menerapkan sistem kek gini :D

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun