Dikelilingi oleh sepuluh negara, Laut China Selatan menjadi Kawasan di Asia Pasifik yang sangat bernilai dari aspek geostrategi, politik, dan ekonomi. Laut "setengah tertutup" ini memiliki luasan sekitar 3,5 juta kilometer persegi yang mengandung kekayaan berbagai sumber daya alam bernilai ekonomi tinggi.
Ketegangan di sekitar Laut China Selatan meningkat seiring ambisi politik Tiongkok yang melakukan klaim sepihak atas wilayah yang di dalamnya juga terdapat negara-negara seperti Vietnam, Brunei, Malaysia, Filipina, dan Taiwan. Negara-negara terdampak merespon Tiongkok dengan protes dan saling mempertahankan klaim atas wilayah masing-masing.
Klaim Tiongkok terhadap Laut China Selatan didasarkan pada aspek Sejarah yang diklaim merupakan wilayah kedulatannya di masa lalu berdasarkan peta-peta dan catatan sejarah kuno. Wilayah-wilayah tersebut dikalim Tiongkok berdasarkan peta yang diterbitkan pada tahun 1947 yang ditunjukkan oleh sebelas garis putus-putus yang meliputi hampir seluruh wilayah laut "setengah tertutup" itu. Pada tahun 1950, dua garis dihapus dan diperkenalkan konsep sembilan garis putus-putus (the nine dash line) yang diklaimnya sampai sekarang.
Dari empat gugus kepulauan di Laut China Selatan, Gugus Kepulauan Spratly dan Paracel yang paling sering lazim terjadi sengketa klaim multi-negara. Gugus Kepulauan Spratly bahkan diklaim oleh enam negara yang menyebabkan konflik dengan intensitas tinggi. Dari sudut pandang keamanan dan geopolitik, eskalasi konflik yang dipicu oleh tindakan Tiongkok berpotensi mempengaruhi stabilitas di Kawasan Asia Tenggara.
Bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia akan terseret ke dalam pusaran konflik? Jika iya, bagaimana memperkuat posisi Indonesia?
Posisi Indonesia
Indonesia sesungguhnya tidak ikut mengklaim gugus kepulauan yang menjadi sengketa, baik Kepulauan Spratly maupun Kepulauan Paracel sehingga dari sudut pandang kedaulatan (sovereignity), teritorial Indonesia tidak diganggu negara manapun. Namun demikian, Hukum Laut Internasional tahun 1982 mengatur Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang menjadi hak Indonesia sebagai negara kepulauan. Sembilan garis putus-putus yang diterapkan oleh Tiongkok mengklaim Laut Natuna Utara sebagai wilayahnya.Â
Potensi tumpang tindih kemudian terjadi di sini. Kedaulatan Indonesia tidak terganggu sehingga peluang terjadinya konflik terbuka antara Indonesia dan Tiongkok sangat kecil. Namun demikian pada aspek lain, yaitu kepentingan nasional (national interest) jelas menghadapi tantangan besar.
Ancaman terhadap kepentingan nasional Indonesia di Laut China Selatan dapat diuraikan secara umum pada 4 (empat) aspek, yaitu keamanan laut, ekonomi, penduduk, dan stabilitas kawasan. Laut China Selatan, termasuk Laut Natuna Utara, adalah adalah jalur pelayaran yang dilalui untuk menghubungkan Utara-Selatan dan Timur-Barat sehingga keamanan di wilayah tersebut sanagt penting, khususnya untuk kepentingan logistik dan pengangkutan.
Dari sisi ekonomi, Laut China Selatan menyimpan perkiraan cadangan minyak bumi sebanyak 7 miliar barel dan 900 triliun kaki kubik gas bumi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memperkirrakan bahwa Laut Natuna Utara sendiri memiliki kekayaan gas alam lebih dari 200 triliun kaki kubik. Potensi ekonomi besar tersebut belum termasuk dari sektor perikanan yang mencapai 500 ribu ton per tahun.
Ancaman lain akan dirasakan langsung oleh nelayan dalam kegiatan sehari-hari mereka di laut. Kapal nelayan Tiongkok seringkali dikawal oleh kapal patroli ketika sedang mencuri ikan di perairan Indonesia sehingga mengancam kegiatan para nelayan.