Mohon tunggu...
Abdul Rahman Sutara
Abdul Rahman Sutara Mohon Tunggu... profesional -

suka membaca, terus suka lupa deh..;))

Selanjutnya

Tutup

Money

Keluh Kesah "Anak Pedagang"

23 Juni 2011   12:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:14 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara kita tidak konsisten dengan misi ekonomi Pancasilanya. Paradigma ekonominya nyaris "tanpa pengaman".

Semisal kekayaan alam, minyak bumi, air dikelola oleh negara untuk kepentingan hajat hidup nasional. Alih- alih memproteksi potensi ekonomi tersebut, yang ada malah dijadikan prioritas untuk investasi industrialisasi dana asing, KACAU..!!

Sadarkah mereka tentang sejarah kebangkitan ekonomi negeri ini..? Sejarah, dimana saat zaman pra kemerdekaan dulu, pebisnis- perdagangan Indonesia dilandaskan pada semangat nasionalisme yang tinggi. Seperti misalnya gerakan R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir2 tuan tanah binaan kompeni.

Gerakan ini juga yang kemudian menginspirasi Budi oetomo dalam membentuk koperasi untuk kemakmuran petani yang ditindas VOC, dan kemudian menginspirasi pendirian Serikat Dagang Islam yang bertujuan menjaga soliditas pedagang pengusaha- pribumi dalam menahan laju pedagang- pedagang China yg masuk ke Indonesia. Dalam konteks kajian historis ini, seharusnya sudah disiapkankan jauh- jauh hari strategi guna mencegah meluas- bebasnya produk- produk China dipasaran.

Soal pola pembangunan negara, bukan sekedar persoalan model Singapore (negara transit) atau China (ekonomi sosialis- principle pemerataan). Lebih dari itu, paradigma pembangunan ekonominya harus dirubah. Selama ini kita lebih mengedepankan konsepsi ekonomi pertumbuhan untuk pemerataan, sehingga "permainan pasar" lebih didominasi oleh para pengusaha dengan modal besar. Padahal dari data BPS 2010 mayoritas pelaku usaha di Indonesia didominasi oleh kelompok usaha kecil yang berjumlah sekitar 520.220 unit, dan usaha menengah sekitar 39.660 unit. Ini artinya, seharusnya potensi yg mayoritas ini hrus jadi prioritas penbangunan ekonopminya karena menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak, (jadi faham sosialis neh.. hehehe)

Jadi para pelaku bisnis sektor rill dan praktisi ekonomi nasional tidak ada salahnya melirik konsepsi pembangunan ekonomi; pemerataan untuk pertumbuhan, agar bisa melihat arah pembangunan ekonomi secara luas dan merata, tidak sebatas pada trend pasar pada grafik angka2 indeks saham yang sesungguhnya hanya merepresentasi indikator pertumbuhan ekonomi dari sisi pengusaha- pengusaha besar saja. Semua pelaku bisnis harus diberikan kesempatan yang sama dalam bersaing, jadi tidak adalagi tuh investor asing maupun pemodal besar lebih dominan..

Tapi apa mau dikata, wong hari ini sampai 15tahun kedepan ekonom kita masih didominasi lulusan USA, yang tanpa disadari otak mereka sudah "ditanami (brain wash) " mainstream ekonomi liberal yang sebenarnya USA dan Barat sendiri diam2 sudah mengakui bahwa pola ekonomi liberal yang mengutamakan pertumbuhan untuk pemerataan sudah gagal dan tidak lagi relevan dalam menghadapi persaingan bebas saat ini. itulah sebabnya di Inggris dan USA sekang sejak 1 dekade terakhir marak memproteksi bisnis- bisnis pribumi mereka. sementara kita, sudah terlanjur dirusak oleh para ekonom Indonesia lulusan barat-USA yang sok pinter akan teyapi mereka lalai menyadari, bahwasanya konsepsi ekonomi yang mereka pelajari dan kemudian diperaktekan ditanah air, adalah paradigma keliru ekonomi barat yang liberal, yang sudah tidak lagi cocok dengan social- cultur ekonomi masyarakat Indonesia. Dan persoalan ini, sesungguhnya sudah jauh terbukti sejak zaman penjajahan Belanda dengan misi VOCnya.

Sepertinya kita memang harus mengingat kembali, tentang teori konsepsi ekonomi; “…bukan pertumbuhan yang menciptakan kemerataan, melainkan kemerataanlah yang menciptakan pertumbuhan…”. Siapapun diantara kita yang saat ini dan esok akan menjadi pemimpin, berilah kesempatan secara luas kepada “mereka” untuk mengeksplorasi potensi dirinya, bukan menutupi ataupun menghalang- halanginya. Sungguh tidak ada satu kesuksesan individu yang diraih dengan single experience, melainkan karena semangat kebersamaan dan kolektivitas pembangunan.

Sebagai closing summary, mari sejanak kita amati salah satu peristiwa ekonomi dunia daat ini. Diawal abad 21, tepatnya awal tahun 2000-an sekitar tahun 2008, kapitalisme liberal perlahan akan hancur, konsepsi ekonomi Third way ala’ Anthony Giddens meski mereka malu mengakuinya, telah terbukti gagal, dengan mencuatnya krisis ekonomi global yang menimpa negara- negara barat saat itu yang menerapkan prinsip ekonomi liberal. Masihkan kita terjebak didalamnya, dengan prilaku- prilaku “sadar- tidak sadar” kita yang bergaya capital dan consumire ini.

wallahuA'lam..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun