Mohon tunggu...
Galuh Windi Savitri
Galuh Windi Savitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

[Kearifan Lokal] 'Lubuk Larangan' sebagai Upaya Konservasi Air dalam Pertanian Berkelanjutan

17 Juli 2023   12:42 Diperbarui: 17 Juli 2023   12:48 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penggunaan Jaring Untuk Menangkap Ikan (ANTARA FOTO/RONY MUHARRMAN)

Air merupakan komponen yang sangat penting bagi manusia, hewan maupun tumbuhan untuk keberlangsungan hidupnya. Sumber daya air digunakan untuk berbagai bidang kehidupan, sehingga penting untuk dijaga dan dimanfaatkan secukupnya.

Saat ini banyak terjadi pemanfaatan sumberdaya air yang berlebihan sehingga dapat merusak ekosistem dan penurunan kualitas air. Agar kondisi tersebut tidak semakin parah, maka diperlukan pengelolaan sumberdaya air secara berkelanjutan. Misalnya, konservasi air melalui kearifan lokal lubuk larangan.

Apa Itu Kearifan Lokal Lubuk Larangan?

Lubuk larangan berupa suatu kawasan perairan umum serta daratan yang melarang siapapun untuk mengambil ikan dan/atau sumberdaya hayati lainnya kecuali sesudah diputuskan secara bersama di wilayah tertentu. Secara lugas lubuk larangan adalah suatu area tertentu di perairan lotik (mengalir) yang dilindungi, dapat diartikan juga area tertutup bagi aktivitas manusia dalam rentang waktu tertentu [3].

Dengan keberadaan Lubuk larangan baik disadari atau tidak merupakan sikap pelestarian lingkungan perairan sungai. Pada saat sistem panen ikan Lubuk larangan dibatasi pengunaan alat dan jenis ikan yang boleh diambil. Hal tersebut dapat mendukung keberlanjutan keberadaan biodiversitas spesies ikan dan pelestarian lingkungan perairan.

Penggunaan Jaring Untuk Menangkap Ikan (ANTARA FOTO/RONY MUHARRMAN)
Penggunaan Jaring Untuk Menangkap Ikan (ANTARA FOTO/RONY MUHARRMAN)

Lubuk larangan sebagai kearifan lokal ini dapat ditemukan di wilayah Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Lubuk larangan sudah menjadi warisan turun temurun sejak dahulu kala. Hal tersebut bertujuan agar anak cucu dapat memanfaatkan sungai di kemudian hari dengan menjaga keberlanjutan perairan.

Kearifan lokal adalah serangkaian pengetahuan, nilai-nilai dan norma-norma khusus pada suatu daerah tertentu yang diadaptasi dari pengalaman hidup kelompok sosial pada daerah tersebut dengan tujuan untuk mengelola sumberdaya alam secara lestari [2].

Yuk Mengenal Sistem Lubuk Larangan

Lubuk larangan atau suaka perikanan (reservant) memiliki sistem tersendiri dalam pengelolaan sumberdaya perikanannya, yaitu berupa :

  • Zona inti, yaitu kawasan dimana sangat dilarang menangkap ikan selama sepanjang tahun dan melakukan kegiatan yang dapat merusak ekosistem air. Zona ini dilindungi secara tetap karena berfungsi sebagai tempat ikan bertelur, berlindung dan mencari makan.
  • Zona perikanan berkelanjutan, yaitu kawasan dimana dilarang menangkap ikan pada kurun waktu tertentu yang telah disepakati bersama, serta dapat memanen ikan sesuai kesepakatan musyawarah.
  • Zona pemanfaatan, yaitu kawasan dimana ikan dapat ditangkap menggunakan alat ramah lingkungan dan dimanfaatkan sesuai kebutuhan.
  • Zona lainnya, yaitu sebagai kawasan perlindungan dan rehabilitasi yang berada di luar ketiga kawasan sebelumnya.

Persiapan Petinggi Adat Untuk Membuka Lubuk Larangan (ANTARA FOTO/RONY MUHARRMAN)
Persiapan Petinggi Adat Untuk Membuka Lubuk Larangan (ANTARA FOTO/RONY MUHARRMAN)

Tata kelola (sistem) yang telah dilakukan oleh masyarakat di lubuk larangan merupakan kebiasaan masyarakat yang bersifat adaptif, partisipatif, institusionalisasi (perilaku individu, perilaku kelompok, norma dan sanksi) serta perubahan sosial untuk pelestarian sumberdaya perikanan perairan lotik (sungai) terkhusus ikan endemik (lokal). Terdapat tiga elemen penting guna pengelolaan lubuk larangan, yaitu kepercayaan (mitos), pemberlakuan hukum adat serta kelembagaannya [1].

Tata kelola lubuk larangan diwujudkan dengan melibatkan masyarakat melalui pengisolasian wilayah dalam waktu tertentu. Terdapat aturan dan batasan untuk penangkapan ikan di lubuk larangan, meliputi pemberian batasan area dan tanda penjelas (zonasi); pembatasan wilayah setiap lubuk; peraturan adat istiadat berupa sangsi dalam bentuk uang, barang ataupun hukuman lainnya; larangan penggunaan alat tangkap ikan yang dilarang pemerintah; larangan penangkapan ikan pada musim pemijahan; serta pengaturan periode panen.

Lubuk Larangan dan Pertanian Berkelanjutan

Tiga Pilar Pertanian Berkelanjutan (https://www.gevme.com/en/blog/the-three-pillars-of-sustainability/)
Tiga Pilar Pertanian Berkelanjutan (https://www.gevme.com/en/blog/the-three-pillars-of-sustainability/)

Pertanian berkelanjutan memiliki 3(tiga) pilar dalam penerapannya yang mana relevan dengan fungsi kearifan lokal lubuk larangan yang dijaga untuk keberlanjutan perairan, yaitu :

  • Lingkungan (Environmental). Berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan tetap memperhatikan kelestarian ekologi. Dimana hal tersebut relevan dengan fungsi ekologi lubuk larangan yaitu sebagai pelindung keberadaan jenis ikan, terutama ikan lokal, lokasi pemijahan ikan, serta terjaganya kebersihan lingkungan sungai.
  • Sosial (Social). Berkaitan dengan keselarasan dengan norma-norma sosial maupun budaya yang diyakini oleh masyarakat sekitar. Lubuk larangan secara sosial budaya sebagai pelestarian kearifan lokal yang berasal dari warisan nenek moyang mereka.
  • Ekonomi (Economic). Berkaitan dengan memaksimalkan atau menambah pendapatan dengan tetap mempertahankan sumber daya agar tetap produktif agar dapat memenuhi kebutuhan ekonomi manusia sekarang dan masa yang akan datang. Adanya lubuk larangan menjadikan terbukanya lapangan pekerjaan ketika lubuk larangan sebagai sarana rekreasi sehingga menjadi sumber penghasilan tambahan.

Penutup

Lubuk larangan menjadi sarana untuk meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kelestarian sumberdaya air. Kelestarian lubuk larangan juga ikut serta melestarikan kelembagaan adat.

Sumber Pustaka :

[1] Desmiati, I., & Aisyah, S. 2023. BIOPHYSICAL POTENTIAL OF CONSERVATION AREA AS A BASIS FOR THE DEVELOPMENT OF ECOTOURISM AREA (Case Study: Lubuk Larangan Bendung Sakti Inderapura). AQUASAINS, 11(2), 1297-1310.

[2] Kholis, M. N. 2020. KEARIFAN LOKAL MENUJU SDGs' 14: STUDI KASUS LUBUK LARANGAN TEPIAN NAPAL KABUPATEN BUNGO PROVINSI JAMBI. Albacore Jurnal Penelitian Perikanan Laut, 4(2), 169-182.

[3] Weningtyas, A., & Widuri, E. 2022. Pengelolaan Sumber Daya Air Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Modal Untuk Pembangunan Berkelanjutan. Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum Dan Konstitusi, 129-144.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun