Mohon tunggu...
GALUH VANTARI NURAZIZA
GALUH VANTARI NURAZIZA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Politik dan bisnis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghadapi Ketidakseimbangan Keuangan: Kisah Ibu Rumah Tangga dan Bantuan Pangan Non-Tunai

11 April 2024   19:51 Diperbarui: 14 April 2024   23:23 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kondisi Keluarga

Ibu Diana Zulitasari, seorang ibu rumah tangga berusia 28 tahun, tinggal bersama suaminya dan kedua anaknya di Kelurahan Siantan Tengah, Kecamatan Pontianak Utara. Dengan latar belakang pendidikan terakhirnya adalah SMA/sederajat. Suaminya, yang bekerja sebagai penjual aksesoris seperti kacamata, membawa pulang penghasilan bulanan sekitar Rp 2.000.000. 

Meskipun demikian, keluarga ini menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan, dengan pengeluaran bulanan yang melebihi pendapatan mereka, mencapai sekitar Rp 3.000.000 per bulan. Mereka berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dengan pengeluaran harian berkisar antara Rp 80.000 hingga Rp 100.000, termasuk untuk makanan yang mereka konsumsi dengan frekuensi makan 2 hingga 3 kali sehari.

Untuk membantu mengatasi kesulitan ekonomi, keluarga ini menerima bantuan sosial berupa Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) sebanyak 6 kali dalam setahun, dengan besaran Rp 400.000 setiap kali penerimaan. Mereka telah menerima bantuan ini selama 5 tahun dan merasa sangat terbantu olehnya, karena membantu mereka memenuhi kebutuhan dasar keluarga. Namun, ibu Diana juga menyampaikan kekhawatiran terhadap sistem penyaluran bantuan sosial di lingkungannya. Menurutnya, penyaluran bantuan masih belum begitu adil karena hanya dinilai dari kondisi rumah dan dilihat dari kartu keluarga saja, tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi yang sebenarnya.

Dengan pengalaman dan pandangan ini, Ibu Diana memberikan saran agar pemerintah setempat yang memberikan bantuan sosial melakukan survei dengan lebih cermat. Ia berpendapat bahwa survei harus melihat lebih dari sekadar kondisi fisik rumah atau hanya berdasarkan Kartu Keluarga semata, tetapi juga harus memperhitungkan kondisi ekonomi sebenarnya dari keluarga yang disurvei. Ini akan membantu memastikan bahwa bantuan sosial disalurkan dengan lebih adil dan efektif kepada mereka yang membutuhkannya secara riil.

Kondisi Rumah dan Aset yang dimiliki

Tampak Dalam Rumah Ibu diana Zulitasari (Foto diambil oleh penulis)
Tampak Dalam Rumah Ibu diana Zulitasari (Foto diambil oleh penulis)
Rumah yang ditinggali oleh keluarga Ibu Diana merupakan sebuah rumah pusaka dengan ukuran yang cukup besar, yaitu 15 meter x 7meter. Meskipun memiliki sejarah dan usia yang panjang, rumah ini tetap dalam kondisi yang layak huni. Dindingnya terbuat dari bahan tembok yang kokoh, atap genting yang terawat dengan baik, dan lantai berbahan kayu yang memberikan kesan hangat dan nyaman. Meskipun sederhana, rumah ini memiliki 6 ruangan yang cukup untuk menampung kebutuhan keluarga sehari-hari.

Sumber air minum keluarga ini berasal dari galon yang mereka beli secara berkala. Namun, untuk kebutuhan mandi dan mencuci, mereka mengandalkan air dari parit yang berada di depan rumah. Meskipun cara ini mungkin terasa sederhana bagi sebagian orang, bagi keluarga ini, air dari parit merupakan aspek penting dalam menjaga kebersihan dan kesehatan keluarga. 

Rumah ini dilengkapi dengan fasilitas WC sendiri yang dilengkapi dengan septic tank, memberikan kenyamanan dalam menjalankan kebutuhan dasar sehari-hari. Penggunaan bahan bakar sehari-hari adalah gas, yang digunakan untuk memasak dan kebutuhan lainnya. Penerangan rumah menggunakan lampu listrik dengan daya listrik rumah sebesar 900 watt, mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pencahayaan sehari-hari.

Keluarga Ibu Diana memiliki satu motor sebagai alat transportasi utama, yang membantu mereka dalam mobilitas sehari-hari, seperti pergi ke pasar atau tempat kerja. Selain itu, mereka juga memiliki beberapa alat elektronik seperti TV, kulkas, rice cooker, kipas angin, HP, dan mesin cuci, yang merupakan barang-barang penting dalam memenuhi kebutuhan hidup modern. Meskipun begitu, mereka tidak memiliki aset pertanian, menunjukkan bahwa mata pencaharian utama keluarga ini tidak terkait dengan sektor pertanian.

Wawancara Mendalam dan Observasi dilaksanakan pada Februari-Maret 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun