Mohon tunggu...
Galuh Septianingrum
Galuh Septianingrum Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum (PKnH), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)..Pancasila Ideologi Negaraku dan Jangan Pernah mencoba untuk menghianatinya!! Silahkan Kunjungi Blog Saya= http://galuhseptianingrum.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar di Sanggar Anak Alam Nitiprayan, Sungguh Menyenangkan

12 Desember 2014   16:57 Diperbarui: 4 April 2017   17:26 3505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya tulisan ini sudah lama saya buat yaitu sebuah laporan hasil pengamatan ketika saya melakukan Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan I (Moral). Tidak perlu berlama-lama, saya akan menceritakan tentang hasil Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan I (Moral) yang dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 12 Januari 2011, di Sanggar Anak Alam (SALAM) Nitiprayan di daerah Kasihan Bantul Yogyakarta, dalam Kegiatan KKL Moral tersebut saya banyak mendapat pengetahuan tentang metode pembelajaran yang dilaksanakan disana, yaitu metode pembelajaran yang bersumber langsung dari alam. Selain itu, saya juga akan menceritakan hasil pengamatan saya tentang moral peserta didik di SALAM.



Tak kenal maka tak sayang, maka untuk itu saya akan menceritakan sejarah singkat berdirinya SALAM. Awalnya Sanggar Anak Alam berdiri di Lawen, Banjarnegara pada tanggal 17 Oktober 1988 karena dilatarbelakangi dengan banyaknya anak-anak di daerah tersebut yang putus sekolah, maupun melakukan pernikahan dini. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan, mengapa banyak anak tidak suka sekolah? Sebagai contoh, pada saat itu kelas 1 SD mulanya berjumlah 60 anak, tetapi lama kelamaan hanya menjadi 15 anak saja. Hal ini dikarenakan tidak naik kelas, tidak diperbolehkan orang tua, mereka merasa kehidupan real dengan sekolah berbeda (misalnya: di rumah pergi ke ladang, menanam padi di sawah), sedangkan di sekolah harus menggunakan seragam yang rapi, bersih, bersepatu, dan sebagainya.

1418352756477233836
1418352756477233836


Keadaan seperti itulah yang membuat orang tua yang sebagian berprofesi sebagai petani  malas menyekolahkan anak-anak mereka. Kemudian pada tahun 1988-1995 Ibu Sri Wahyaningsih mempunyai cita-cita agar sekolah yang didirikannya dapat termotivasi untuk memenuhi kedua-duanya, maka beliau berinisiatif membuat sebuah kelompok belajar (sekolah sore) dengan kegiatan pertukangan, perkebunan, peternakan, dan sebagainya, yang kemudian dibawa ke Bantul. Saat pindah ke Bantul Ibu Wahya dijadikan Ketua RT di daerahnya, dan dari sinilah beliau mencoba untuk memfasilitasi masalah yang dihadapi keluarga-keluarga di sekitarnya. Ternyata yang menjadi masalah adalah pendidikan, sehingga kegiatan arisan yang sebelumnya diadakan di Rtnya Ibu Wahya, kemudian dihilangkan dan diganti dengan pendampingan remaja.

14183662321845147112
14183662321845147112


Tahun 2000 saat sedang marak isu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sanggar Anak Alam Nitiprayan didirikan dengan kegiatan pendampingan remaja. Waktu itu banyak pebisnis yang memanfaatkan momentum tersebut, sehingga masyarakat pinggiran tidak dapat menjangkaunya. Termotivasi supaya orang-orang yang kurang mampu bisa menjangkau PAUD, kemudian pada tahun 2004 Sanggar Anak Alam membuka PAUD dengan istilah Kelompok Bermain (KB) di rumah Ibu Wahya. Beliau pula yang mengajar dan kemudian mulai merekrut ibu-ibu di daerahnya. Tahun 2006 muncul kebutuhan masyarakat untuk membuat Taman Kanak-Kanak atau di SALAM dikenal dengan sebutan Taman Anak (TA). Kemudian tahun 2008 muncul kebutuhan untuk membuat SD (kelas 1, 2, 3), sedangkan untuk kelas 4, 5, 6 diadakan karena ada anak didik pindahan dari sekolah formal.

14183527961528374975
14183527961528374975


Perkembangan Sanggar Anak Alam ini secara alamiah, artinya sesuai dengan kebutuhan yang muncul di dalam masyarakat. SALAM menjadi sebuah perkumpulan yang disahkan di depan notaris, dan didukung oleh komunitas. Sedangkan fasilitatornya direkrut dari komunitas itu sendiri. Selain itu, sejak awal berdiri SALAM sudah sepakat untuk tidak melakukan pemborosan dengan membuat gedung megah. Dipilihnya saung bambu karena kemampuan SALAM terbatas dan ternyata bambu cukup kokoh ketika diguncang gempa berkekuatan 5,9 SR. Tidak hanya itu, biaya pembuatan dan perawatannya pun ringan sehingga terjangkau oleh komunitas SALAM yang notabene dari golongan masyarakat menengah ke bawah dan SALAM juga berupaya menyajikan pendidikan layak yang bisa merangkul anak-anak kurang mampu secara ekonomi.

Pada dasarnya tujuan Sanggar Anak Alam Nitiprayan yaitu:

a.Salah satu bentuk perkumpulan yang mengkritisi pendidikan yang sudah ada. Dalam hal ini anak-anak belajar sesuai dengan kebutuhan, karena ada kebutuhan anak yang tidak terpenuhi maupun karena anak-anak tidak mau ada tekanan tentang banyaknya mata pelajaran seperti pada sekolah formal.

b.Anak tidak menjadi konsumtif (hanya mentransfer, bukan memproduksi), karena anak mempunyai pengalaman untuk menemukan ilmu baru. Harapannya jika sudah dewasa anak seharusnya menjadi produktif, tidak menjadi anak yang konsumtif.

c.Anak mempunyai kemerdekaan berpikir dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.

SALAM sangat berbeda dengan sekolah Formal, dibawah ini hasil dari pengamatan yang sudah saya lakukan:

Perbandingan sekolah formal dan Sanggar Anak Alam

a.Sekolah formal

1)Anak dituntut untuk menguasai semua materi yang disampaikan oleh guru sehingga hasilnya tidak maksimal atau hanya setengah-setengah.

2)Metode pembelajaran yang berlangsung hanya satu arah, guru menyampaikan materi dan siswa hanya menerimanya. Sehingga tidak terjadi interaksi atau dialog diantara keduanya.

3)Kurikulum pendidikan yang ada sering diganti, disesuaikan dengan siapa yang memimpin.

4)Biaya SPP dan uang gedung yang mahal.

b.Sanggar Anak Alam

1)Biaya uang gedung tidak begitu banyak, karena SPP bulanan ada jumlah minimalnya dan fleksibel, maksudnya pembayaran SPP bisa dengan memberikan hasil panen, dan disesuaikan dengan kemampuan orangtua.

2)Belajar dari kehidupan, artinya semua belajar (anak-anak, orang tua, fasilitator). Sehingga, latar belakang orang tua yang berbeda kadang harus memerlukan kesepahaman diantara mereka.

3)Pendaftaran di SALAM sama seperti di sekolah formal yaitu di awal semester, selain itu SALAM juga menerima siswa pindahan dari sekolah formal. Pendaftaran Kelompok Bermain (KB) dan Taman Anak (TA) bisa sewaktu-waktu, asalkan kuota kelas masih ada.

4)Ada kontrak tentang kurikulum maupun metode pembelajarannya. Selain itu, di SALAM membuat kurikulum sendiri yang disesuaikan dengan lokalitas alam dengan mengacu pada dinas pendidikan. Kemudian ada observasi dari kegiatan belajar anak selama satu minggu.

5)Memberi ruangan anak untuk berekspresi, misalnya dengan melakukan percobaan maka anak akan mendapat pengalaman baru.

6)Sudah diakui oleh dinas (bisa disebut home schooling)

7)Review ada di setiap akhir semester, ujian akhir semester dari dinas juga diikuti. Ada rapor tetapi tidak begitu menggunakan nilai (ex: 80, 90), lebih menggunakan komentar tentang apa yang sudah dicapai atau belum, dan tidak menggunakan ranking.

8)Anak-anak yang sudah selesai belajar dari SALAM (Sudah selesai sampai kelas 6 SD) bisa mengikuti paket belajar untuk kemudian meneruskan ke jenjang pendidikan selanjutnya.

9)Materi tetap mengacu pada sekolah formal, tetapi kalau metode belajar berbeda jauh dengan sekolah formal (ex: materi IPA belajar tentang alam dengan metode langsung praktek salah satunya dengan menanam kacang panjang, kemudian merawat sampai memanennya). Selain itu kurikulum di SALAM menekankan pada pilar-pilar pendidikan yaitu mencakup pangan, kesehatan, seni budaya, dan lingkungan hidup.

10)Di SALAM minat anak dikembangkan. Minat anak ke mana, sukanya apa, hal itu yang dikembangkan. Karena setiap anak mempunyai minat dan bakat yang berbeda.

Contoh : tidak suka mata pelajaran Matematika, tapi suka memasak. (Memasak yang dikembangkan, kemudian anak tersebut berkreasi membuat resep masakan lalu masakan tersebut dijual. Sehingga anak tersebut merasa lebih termotivasi).

Setelah mengetahui perbedaan antara sekolah formal dengan SALAM, maka saya juga akan menceritakan hasil pengamatan saya tentang metode pembelajaran yang dilaksanakan disana.

Metode Pembelajaran di Sanggar Anak Alam

Sanggar Anak Alam Nitiprayan tidak memakai kurikulum nasional dengan alasan bahwa kurikulum nasional tidak selalu relevan dengan anak-anak. Misalnya anak-anak diwajibkan menghafal, padahal materi hafalan tersebut tidak selalu ada hubungannya dengan anak-anak. Metode pembelajaran yang digunakan SALAM bagi siswa kelas 1-kelas 6 SD antara lain:

a.Saat proses belajar mengajar berlangsung

Untuk acara tertentu misalnya saat ada workshop, siswa digabung menjadi satu. Workshop untuk anak-anak biasanya diadakan pada hari jumat setiap minggunya setelah Jumatan dengan mengangkat setiap peristiwa yang terjadi pada anak-anak tersebut, karena peristiwa tersebut bisa menjadi pembelajaran untuk semuanya. Sebagai contoh adalah kejadian saat bermain sepeda hingga menyebabkan salah seorang anak mengalami patah tulang. Maka mereka diberi latihan naik sepeda yang benar dengan cara selalu berhati-hati dan tidak mengebut.

Alasan yang menyebabkan seringnya siswa kelas 1–kelas 6 dicampur karena menurut fasilitator belajar itu bisa kapan saja, di mana saja. Jadi walaupun dicampur, hal tersebut tidak masalah. Kelas hanya suatu sarana atau fasilitas untuk mengatur supaya lebih mudah untuk berkumpul. Kelas bukan sesuatu yang pokok atau esensial dari proses pembelajaran (kelas sangat fleksibel, kelas tidak esensial). Selain itu fasilitator juga sudah tahu materi setiap kelas sampai di mana, karena fasilitator sudah terbiasa. Contoh, untuk anak-anak SD-nya, mereka melakukan kegiatan merawat kebun, dan mengatur kelas yang sudah secara rutin dilakukan sebagai ritual pagi secara kelompok dan bergilir. Kegiatan yang mereka lakukan, kemudian mereka tulis/gambar dalam buku catatan masing-masing dan setiap anak diberi kesempatan mempresentasikan apa yang telah mereka temukan atau lakukan.

14183683201861492140
14183683201861492140


Metode pembelajaran yang lain adalah dengan merecord perkembangan anak, bukan menilai (tetapi melihat proses). Anak-anak dilatih bekerja sama, tanggung jawab, dan saling menghormati. Prinsipnya “belajar itu dekat dengan kehidupan”, sehingga peristiwa yang ada bisa menjadi bahan pembelajaran atau dengan memunculkan ide sendiri. Selain itu siswa juga diajak membuat kesepakatan untuk menjaga diri, menjaga teman, dan menjaga sekolah. Menjaga diri misalnya dilakukan dengan memperhatikan guru, cara makan, mencuci tangan, dan menata buku. Sehingga apabila saat proses belajar ada teman yang tidak memperhatikan, dengan kesadaran sendiri ada siswa yang langsung mengingatkannya untuk memperhatikan fasilitator.

b.Saat terjadi konflik pada anak-anak

Fasilitator tidak langsung menghakimi, tetapi lebih menekankan dari hati ke hati dengan cara bertanya apa penyebab pertengkaran, alasannya apa, dll. Prinsip mereka adalah bahwa “anak-anak perlu dihargai”, artinya tidak menempatkan anak sebagai objek, tetapi juga sebagai subjek. Fasilitator tidak berbicara dahulu tetapi membiarkan anak-anak berbicara, setelah emosi anak mereda fasilitator baru masuk untuk menengahi. Hal ini dimaksudkan untuk melatih anak dalam memecahkan masalah, dilatih beretika, anak-anak mempunyai harga diri, anak-anak tidak malu, dan berani bertanya.

1418366350632007519
1418366350632007519


Setelah metode pembelajaran yang sudah saya ceritakan, sekarang saya akan menceritakan tentang moral peserta didik yang ada disana.

Moral Peserta Didik Di Sanggar Anak Alam

Tidak seperti sekolah-sekolah pada umumnya, ada gedung yang kokoh, meja-kursi, serta anak-anak dan guru berseragam lengkap dengan sepatu, Sanggar Anak Alam, yang akrab disebut SALAM, lebih menyerupai tempat bermain. Mereka bersekolah di tengah sawah, di Nitiprayan, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Ruang yang ada hanyalah banguan sederhana, dan mereka duduk lesehan di atas karpet. Anak-anak dan guru tidak ada yang memakai seragam dan kebanyakan hanya memakai sandal jepit. Mengapa mereka tidak berseragam? Hal itu merupakan langkah awal untuk menghargai keberagaman, agar mereka dapat melihat bahwa berbeda itu indah. Hal itu sangat bertolak belakang dengan sekolah formal. Walaupun begitu, mereka mempunyai penghargaan yang tinggi terhadap nilai kerohanian, nilai kesopanan, nilai cinta terhadap alam, nilai kesehatan terhadap pangan dan tubuh, nilai pendidikan, dan nilai terhadap seni dan budaya. Nilai-nilai tersebut diterapkan kepada anak-anak di SALAM, sehingga anak-anak tersebut mempunyai moral yang baik, mereka sopan, kritis dan mudah bergaul tanpa membeda-bedakan.

1418352915212558747
1418352915212558747


Penghargaan terhadap nilai cinta kepada alam, hal itu terlihat dari proses belajar langsung dengan alam merupakan bukti bahwa mereka mempunyai nilai penghargaan terhadap alam. Mereka belajar dari sesuatu yang nyata dan mereka temui sehari-hari. Karena mereka berada di lingkungan persawahan, maka mereka belajar mengolah tanah, membuat pupuk, menanam, merawat tanaman, panen, bahkan sampai ke pengolahan hasil panen yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan ataupun usianya. Selain itu, proses belajar tersebut membuat mereka merasa senang dan belajar tanpa beban. Dengan mengamati apa yang terjadi di sekitarnya telah mengantarkan mereka supaya peka terhadap lingkungan, dapat  menghargai yang mereka hasilkan, dapat bekerja sama, dan mempunyai rasa percaya diri yang kuat. Contohnya anak-anak SD melakukan kegiatan untuk mengumpulkan sampah, kemudian sampah tersebut dipisahkan antara yang organik dan non-organik. Sehingga hal tersebut menjadikan mereka mempunyai moral yang menghargai alam dengan tidak membuang sampah sembarangan.

14183674231421274820
14183674231421274820


Sedangkan penghargaan terhadap nilai kesehatan, pangan serta kerohanian, juga ditanamkan untuk anak-anak SD, dengan cara selain ada camilan dan makan siang bersama, mereka juga mulai menyiapkan alat makan sendiri dan mencucinya setelah dipakai. Dan tak lupa, sebelum makan, mereka selalu dibiasakan untuk berdoa terlebih dahulu. Mereka bersama dengan fasilitator juga membahas dan mempelajari apa yang mereka makan. Penekanan dalam pembahasan disesuaikan dengan tema saat itu. Mereka juga dilatih untuk selektif terhadap makanan yang beredar di pasar, mereka diajak mendiskusikan makanan yang banyak dijajakan dan diiklankan secara gencar di televisi, seperti kandungannya, sejauh mana bahayanya jika dikonsumsi terus-menerus, dan akibatnya terhadap kesehatan. Sehingga mereka sadar dan mengambil keputusan sendiri untuk tidak mengonsumsi makanan tersebut. Mereka tidak mengkonsumsi karena sadar akan bahaya yang ditimbulkan, jadi bukan karena mereka dilarang.

14183674531905960038
14183674531905960038


Pangan dan kesehatan menjadi pendekatan awal dalam proses pembelajaran karena keduanya dihadapi langsung setiap hari oleh mereka. Mereka sangat bangga mengkonsumsi hasil panen/masakan mereka sendiri. Pengenalan dunia pertanian sebagai basis kehidupan, melalui kegiatan menyiapkan tanah, menanam dan mengolah sendiri bahan alami yang banyak tersedia di lingkungan, memberikan mereka pembelajaran bahwa di bumi tercinta ini tanaman dapat tumbuh subur dan menghasilkan pangan yang bisa mereka olah sendiri. Sawah dan kebun milik sendiri, serta toko untuk menjual hasil dari lahan dan karya anak-anak, menjadi sarana belajar sekaligus pembiayaan kegiatan belajar. Sehingga hal tersebut menjadikan mereka mempunyai moral yang selalu berdoa sebelum makan, moral untuk tidak jajan sembarangan dan moral untuk selalu mencuci tangan ketika sebelum dan sesudah makan dan ketika tangan mereka kotor.

14183529631204066917
14183529631204066917


Mereka juga mempunyai penghargaan terhadap nilai pendidikan. Hal itu terlihat dari semangat mereka untuk belajar. Mereka ada yang sibuk membaca buku, ada yang menggambar, ada yang belajar berhitung dan ada yang bermain musik. Mereka juga tidak segan bertanya kepada fasilitator ketika mereka melihat sesuatu yang tidak mereka ketahui. Contohnya ketika anak-anak SD sedang melakukan kegiatan memisahkan sampah organik dan non-organik, ada anak yang bertanya sampah organik itu apa dan sampah non-organik itu apa. Selain itu, mereka belajarnya tidak semuanya didalam ruangan, mereka ada yang membuat mainan dari tanah di luar ruangan, ada yang membaca buku di perpustakaan. Para fasilitator memberi mereka keleluasan untuk belajar dimanapun tempatnya. Baik didalam ruangan maupun diluar ruangan. Karena fasilitator berkeyakinan bahwa sesuatu yang ada di sekitar mereka adalah pelajaran yang dapat diambil nilai positifnya. Dan bagi mereka, semua tempat bisa dijadikan sekolah. Hal tersebut menjadikan anak-anak mempunyai moral yang kritis untuk bertanya, dan mereka juga menjadi aktif karena mereka diberi keleluasan untuk melakukan hal-hal yang mereka sukai. Selain itu, pembelajaran di SALAM yang lebih dikembangkan adalah logikanya anak-anak bukan hanya hafalan. Mereka diajak untuk berpikir, kreatif, dan berani bertanya. Ketika kami, mengamati mereka, mereka langsung akrab dengan kami dan mereka juga mudah bergaul. Walaupun begitu, mereka tetap sopan kepada kami. Contohnya ketika mereka ditanya, sedang membaca buku apa, mereka mau menjawabnya. Kadang, ketika seorang anak ditanya oleh orang yang tidak dikenalnya, dia tidak mau menjawabnya. Tetapi yang terjadi pada anak-anak SD di SALAM justru sebaliknya. Mereka sopan dan mudah bergaul dengan siapa saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun