Yap, masyarakat dalam society of the spectacle memiliki kecenderungan untuk ingin diakui dan dianggap ada. Itulah sebabnya seseorang seringkali update dan show up di media sosial dengan menunjukkan kelebihannya mulai kecantikan, kelangsingan, kekayaan, kesuksesan, prestasi dan apapun yang dianggap keren oleh penontonnya.Â
Manusia juga cenderung mengunggulkan dirinya sendiri, misal dengan sengaja mengunggah sesuatu di media sosial supaya mendapat like atau komentar pujian dari follower. Kita tidak dapat menghindari itu dan membenci itu karena setiap manusia punya sifat dasar narsis yakni mencintai diri sendiri.Â
Tapi di sisi lain, media sosial bisa dimanfaatkan untuk personal branding. Unggahan di timeline atau feed itu mencitrakan dirimu dan siapa kamu. Jadi semacam CV online atau portofolio instan bagi siapapun yang membuka profile akun media sosialmu.Â
Dan nggak jarang lho perusahaan menilai kepribadian seseorang melalui unggahan yang ada di akun-akun media sosial. Jangan buru-buru julid atau sirik ketika ada temanmu yang mengunggah prestasi di media sosial, karena itu bagian dari persiapan masa depan juga.
Di sisi lain lewat media sosial kita juga jadi punya akses untuk mengetahui kabar perkembangan teman-teman maupun sahabat di sekitar kita, begitu pula sebaliknya. Memang nggak ada yang keliru selama apa yang kita unggah nggak berlebihan dan melewati batas-batas etika.Â
Yang penting tau batasan apa yang perlu dan tidak dibagikan ke ruang publik. Karena nggak semua hal pribadi bisa ditelanjangi di ruang publik dan nggak semua orang perlu tau kan?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H