Sengketa lahan sepertinya bukan hal baru lagi di telinga masyarakat. Pemanfaatan lahan demi memperoleh pundi -- pundi uang sebenarnya adalah hal yang manusiawi untuk dilakukan. Namun,apa jadinya bila pemanfaatan lahan ini malah merusak keberadaan lahan itu sendiri. Alam memberikan secara gratis sumber dayanya untuk dimanfaatkan. Namun, bukan dipelihara dengan baik untuk keberlanjutan di masa depan, sebagian oknum lebih berkenan untuk merusak secara tidak bertanggung jawab.
Kali ini isu pertambangan emas di Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi sempat naik kembali seiring dengan adanya Hari Tata Ruang Nasional pada 8 November kemarin. Pada awalnya, kawasan hutan di Tumpang Pitu adalah Kawasan Hutan Lindung. Hal ini bukan tanpa alasan, selain sebagai kawasan konservasi, gunung ini merupakan "benteng alam" bagi penduduk di sekitarnya. Keberadaan gunung sebagai pelindung warga dari serangan tsunami dari pantai selatan yang ganas pada puluhan tahun silam. Tak lupa tanahnya yang subur dan daerah penyerapan air yang baik, membuat sebagian besar warganya merupakan petani.
Namun, semua itu berubah saat ada perusahaan yang melakukan pertambangan emas di kawasan hutan ini. Sejak awal,ijin melakukan pertambangan tidak diberikan karena status kawasan ini adalah hutan lindung. Kemudian, secara mengejutkan, kawasan ini berubah dari hutan lindung menjadi kawasan hutan produksi terbatas. Yang mana secara gamblang memberikan ijin kepada perusahaan pengajuan ijin untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi secara besar -- besaran. Berdasarkan informasi yang beredar, dengan tanah hasil kerukan 2 ton dapat dihasilkan -- atau ditemukan -- sekitar 2.3 gr emas. Tentunya tidak sebanding dengan kerusakan yang dihasilkan.
Menutut beberapa pihak kegiatan pertambangan ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Dusun Pancer. Namun, hal ini tidak terlihat pada PDRB Banyuwangi. Berdasarkan data BPS yang ada, pada tahun 2016 dan 2018, Pertanian Padi dan Palawija berada pada nilai 1.075 dan Pertanian, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan berada pada nilai 1.006. jauh berbeda dengan pertambangan dan galian yang hanya pada angka 5.
Menggunakan analisis DSLQ, didapatkan hasil yang serupa. Bahwa Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan merupakan sektor basis dengan angka 1,208041 yang dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan. Berbeda hal dengan Pertambangan dan Penggalian yang masih pada angka 0,044059. Hal ini dapat dilihat bahwa pertambangan yang memiliki dampak cukup besar pada lingkungan tidak mensumbangsi PDRB Banyuwangi secara besar. Masih dibawah pertanian dan perikanan yang menjadi komoditas unggulan dan tidak memberikan efek perusakan lingkungan sebesar pertambangan.
Jadi, bagaimana pendapat anda? Pertambangan Vs. Pertanian, lebih menguntungkan mana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H