Mohon tunggu...
Galuh AuraDianty
Galuh AuraDianty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

43221010117 - Dosen Pengampu: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak - S1 Akuntansi Mata Kuliah Sistem Informasi Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

A-403; TB2 - Korupsi dan Kejahatan, Apakah Dapat Dicegah dengan Pendekatan Paideia?

13 November 2022   22:15 Diperbarui: 14 November 2022   00:17 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dosen pangampu: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

NIM: 43221010117

Nama: Galuh Aura Dianty

Kampus: Universitas Mercu Buana

Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia dan korupsi adalah dua hal yang selalu saja berdampingan. Kadang kala muncul di benak kita pertanyaan “kapan ya Indonesia menjadi negara yang bersih dari korupsi?”

Korupsi selalu saja menjadi pemberitaan yang menarik perhatian masyarakata dalam banyaknya pemberitaan di media massa. Korupsi dilakukan bukan cuma pada tingkat pejabat yang ada di provinsi, seperti gubernur, bupati, dan walikota, namun juga dilakukan oleh pejabat pusat, seperti menteri dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Kondisi inilah yang semakin menunjukkan bahwa rakyat selalu diperlihatkan dengan perbuatan korupsi yang melibatkan para penyelenggara negara yang duduk di kursi kekuasaan.

Menurut pandangan Nyoman Serikat Putra Jaya, tindak pidana korupsi tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara dan antar penyelenggara negara, tetapi juga dilakukan oleh penyelenggara negara dengan pihak lainnya, seperti keluarga, kroni, dan para pengusaha.

Lalu apa sih korupsi itu?

dokpri
dokpri

Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio mempunyai arti beragam, yaitu tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, serta kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.

Kata corruptio jika dimasukkan ke dalam bahasa Inggris menjadi kata corruption atau dalam bahasa Belanda menjadi corruptie. Kata corruptie dalam bahasa Belanda masuk ke dalam perbendaharaan Indonesia menjadi korupsi. Menurut kamus Oxford, pengertian korupsi adalah perilaku tidak jujur atau ilegal, terutama dilakukan orang yang berwenang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi merupakan penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Sementara itu, menurut hukum di Indonesia, pengertian korupsi adalah perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri/orang lain, baik perorangan maupun korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara/perekonomian negara.

Pengertian korupsi juga disampaikan oleh Asian Development Bank (ADB), yaitu kegiatan yang melibatkan perilaku tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai sektor publik dan swasta untuk memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekat mereka. Orang-orang tersebut juga membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal yang sudah disebutkan sebelumnya dengan cara menyalahgunakan jabatan.

Sedangkan dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur seperti perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Berikut ini merupakan pengertian korupsi menurut para ahli, yaitu:

Pengertian korupsi menurut Juniadi Suwartojo (1997) adalah tingkah laku atau tindakan seseorang atau lebih yang melanggar norma-norma yang berlaku dengan menggunakan dan/atau menyalahgunakan kekuasaan atau kesempatan melalui proses pengadaan, penetapan, pungutan, penerimaan, atau pemberian fasilitas atau jasa lainnya yang dilakukan pada kegiatan penerimaan dan/atau pengeluaran uang atau kekayaan, penyimpanan uang atau kekayaan, serta dalam perizinan dan/atau jasa lainnya dengan tujuan keuntungan pribadi atau golongannya sehingga secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan dan/atau keuangan negara/masyarakat.

Pengertian korupsi menurut Mubyarto adalah suatu masalah politik lebih dari pada ekonomi yang menyentuh keabsahan atau legitimasi pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik, dan para pegawai pada umumnya.

Pengertian korupsi menurut Robert Klitgaard adalah suatu tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi jabatannya dalam negara, di mana untuk memperoleh keuntungan status atau uang yang menyangkut diri pribadi atau perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri, atau dengan melanggar aturan pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi.

Pengertian korupsi menurut Henry Campbell Black adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak yang lain.

Berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001, terdapat 30 perbuatan korupsi yang dapat dikenakan hukuman yang dikategorikan menjadi 7 jenis, yaitu kerugian keuangan negara, penyuapan, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, kecurangan, benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, serta gratifikasi.

Korupsi dapat disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor Internal

Faktor internal penyebab terjadinya korupsi dapat berdasarkan pada aspek perilaku individu, yaitu sifat tamak atau rakus, moral yang kurang kuat, dan gaya hidup yang konsumtif. Faktor internal ini juga dapat berdasarkan pada aspek sosial, di mana terjadi karena adanya dorongan dan dukungan dari keluarga, walaupun sifat pribadi orang tersebut tidak ingin melakukan tindakan korupsi.

Faktor Eksternal

1. Aspek Sikap Masyarakat Terhadap Korupsi

Penyebab korupsi dalam aspek ini adalah di saat nilai-nilai dalam masyarakat mendukung untuk terjadinya tindakan korupsi. Masyarakat tidak menyadari bahwa yang paling rugi atau korban utama ketika adanya korupsi adalah mereka sendiri dan masyarakat juga tidak menyadari jika mereka sedang terlibat korupsi.

2. Aspek Ekonomi

Aspek ekonomi dapat dibilang hampir mirip dengan gaya hidup yang konsumtif pada faktor internal. Tetapi bedanya, aspek ekonomi ini lebih ditekankan kepada pendapatan seseorang, bukan kepada sifat konsumtifnya. Dengan pendapatan yang tidak mencukupi, dapat menjadi penyebab bagi seseorang untuk melakukan tindakan korupsi.

3. Aspek Politis

Pada aspek politis, korupsi dapat terjadi karena adanya kepentingan politik serta meraih dan mempertahankan kekuasaan. Dalam aspek politis ini biasanya dapat membentuk rantai-rantai penyebab korupsi yang tidak terputus, di mana dari seseorang kepada orang lainnya.

4. Aspek Organisasi

Pada aspek organisasi, penyebab korupsi dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu kurang adanya keteladan kepemimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar, kurang memadainya sistem akuntabilitas yang benar, serta kelemahan sistem pengendalian manajemen dan pengawasan.

Korupsi dapat disebut sebagai hal yang mebahayakan eksistensi bangsa karena korupsi sangat merugikan negara serta mengancam aspek kehidupan bermasyarakat.

Beberapa dampak negatif yang dapat timbul jika korupsi terus saja terjadi, mulai dari dampak terhadap ekonomi, sosial, birokrasi pemerintahan, politik dan demokrasi, penegakan hukum, pertahanan dan keamanan, serta terhadap lingkungan hidup.

Contoh dari dampat negatif tersebut, yaitu:

  • Melambatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara
  • Menurunnya investasi
  • Meningkatnya kemiskinan
  • Meningkatnya ketimpangan pendapatan
  • Menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat suatu negara karena seandainya uang negara tidak dikorupsi, tentu saja dapat digunakan untuk pembangunan dan pembiayaan untuk kepentingan masyarakat.

Menurut pandangan Harkristuti Harkrisnowo, bahwa pelaku tindak pidana korupsi sebenarnya sadar akan tindakan yang dilakukannya adalah perbuatan yang melanggar hukum, karena korupsi adalah tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja.

Pelaku korupsi bukanlah sembarang orang karena mereka mempunyai akses untuk melakukan tindakan korupsi tersebut, dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada pada mereka.

Korupsi sendiri tidak dapat dipisahkan dari interaksinya dengan kekuasaan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Arendt (1993: 302), para politikus yang masih bermental animal laborans di mana orientasi kebutuhan hidup dan obsesi akan konsumsi masih mendominasi, cenderung menjadikan politik sebagai mata pencaharian utama. Akibatnya, korupsi pun tidak dapat terelakkan lagi.

Apabila tindakan korupsi selalu terjadi dalam lingkup kekuasaan, tentu saja sja akan sangat berbahaya bagi keberlangsungan hidup rakyat.

Korupsi dan kekuasaan dapat diibaratkan sebagai sepasang sepatu. Korupsi selalu mengiringi perjalanan kekuasaan begitu juga sebaliknya, kekuasaan merupakan jalan bagi tindakan korupsi. Dalam adagium Lord Acton, guru besar sejarah modern Universitas Cambridge Inggris, “Power Tends to Corrupt, and Absolute Power Corrupt Absolutely” mengatakan bahwa kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut.

Menurut Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2005 – 2013, Abdullah Hehamahua, mengatakan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.

Menurutnya, terdapat tiga sebab mengapa korupsi di Indonesia menjadi kejahatan luar biasa yaitu yang pertama, korupsi di Indonesia sifatnya transnasional, di mana banyak koruptor Indonesia mengirimkan uangnya ke negara lain.

Lalu yang kedua, pembuktian korupsi di Indonesia itu sangat sukar, yang artinya membutuhkan usaha yang luar biasa keras. Dan sebab yang terakhir yaitu dampak korupsi yang luar biasa.

Korupsi dalam ilmu-ilmu sosial biasa disebut sebagai kejahatan struktural.

Sebagai kejahatan struktural, pelaku tidak merasa melakukan tindak kejahatan karena struktur yang membiarkan atau mengamini (Siswanto, 2008: 120). Korupsi sebagai kejahatan struktural dipandang oleh sebagian kalangan sebagai akibat langsung dari politik kekuasaan.

Korupsi sebagai kejahatan struktural menyertakan sarana material yang salah satunya adalah uang. Konsepsi Giddens dijelaskan, uang merupakan alat perentangan waktu dan ruang. Uang merupakan alat simbolis atau sarana pertukaran yang bisa diedarkan terlepas dari siapa atau kelompok mana yang memegangnya pada waktu dan tempat tertentu. Ekonomi uang (money economy) telah menjadi sedemikian abstrak dalam kondisi dewasa ini. “Money bracket time and space” (Giddens, 1991: 18).

Masyarakat sosial biasa menghubungkan adanya kejahatan dengan tindakan seseorang. Dalam tahap ini, ada pengandaian antropologis manusia dari kejahatan struktural yang patut untuk ditelusuri, yaitu manusia sebagai makhluk yang memiliki kehendak, konteks atau situasi, dan tujuan atau hasil di dalam hidupnya.

Menurut Giddens (2003: 21), mengatakan bahwa struktur adalah rules and resources (aturan-aturan dan sumber daya-sumber daya) yang dapat disendirikan dan menghasilkan risiko yang jelas yaitu kesalahan interpretasi.

Struktur bisa dikatakan ada di berbagai dasar dalam kehidupan masyarakat, seperti ilmu pengetahuan, tradisi, wacana, ideologi, dan budaya. Struktur terbentuk atau merekat dalam tindakan.

Struktur merupakan petunjuk yang dapat merentang dalam ruang dan waktu menjadi prinsip-prinsip untuk melakukan suatu tindakan, seperti halnya kejahatan. Struktur lama-kelamaan akan menjadi sistem dalam kehidupan jika berulang dan terlegitimasi atau teregulasi oleh rangkaian struktur yang pada akhirnya menjadi sistem budaya yang tidak dipertanyakan lagi.

Nilai-nilai yang sudah stabil pada kondisi ini akan terkikis sejalan dengan proses strukturasi yang berulang dalam kehidupan masyarakat.

Menurut pandangan Giddens (1984: 13) mengenai penyebab tindakan kejahatan, dapat dianalisis melalui akumulasi-akumulasi peristiwa yang berasal dari keadaan pemicu yang tanpa keadaan ini tidak akan bisa ditemukan akumulasi tersebut. Keadaan tersebut dapat dipahami dalam logika strukturasi, yakni penataan relasi-relasi sosial lintas ruang dan waktu berdasarkan dualitas struktur.

Lalu apakah kejahatan itu?

Kejahatan biasanya diartikan sebagai perilaku pelanggaran aturan hukum yang akibatnya dapat membuat seseorang dijerat hukuman. Kejahatan terjadi saat seseorang melanggar hukum, baik itu secara langsung maupun tidak langsung, atau bentuk kelalaian yang dapat berakibat pada hukuman.

Dalam perspektif hukum ini, perilaku kejahatan terkesan aktif, manusia berbuat kejahatan. Namun sebenarnya tidak berperilaku pun bisa menjadi suatu bentuk kejahatan, Contohnya yaitu Ketika mengetahui adanya tindakan kejahatan di sekitar kita tetapi tidak melapor pada pihak yang berwenang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kejahatan merupakan perbuatan yang jahat, seperti korupsi, merampok, dan mencuri, di mana hal-hal tersebut adalah perbuatan yang melanggar hukum.

Menurut Sutherland, kejahatan merupakan perilaku penyimpangan sosial masyarakat yang keluar dari normal dan nilai sosial, perilaku ini menjadi penentu dalam pelanggaran ketentuan hukum pidana, sehingga seseorang yang melakukan kejahatan harus dihukum sesuai dengan keteraturan sosial yang berlaku di masyarakat.

Lalu kejahatan menurut W. A. Bonger adalah perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapatkan reaksi dari negara berupa pemberian derita dan kemudian sebagai reaksi-reaksi terhadap rumusan hukum mengenai kejahatan.

dokpri
dokpri

Sedangkan menurut pandangan J. E. Sahetapy, dalam bukunya yang berjudul Paradoks Kriminologi, menyatakan bahwa kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta berhubungan dengan perbuatan atau tingkah laku, baik aktif maupun pasif, yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial, dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.

Kejahatan dalam bahasa Inggris biasa dikenal dengan istilah crime atau evil. Bedanya adalah evil merupakan kejahatan yang terjadi akibat unsur kemalangan, sedangkan crime lebih mengarah kepada kejahatan yang terjadi akibat adanya unsur kesalahan manusia (Echols dan Shadily, 1996: 155 & 221).

Kejahatan yang disebabkan oleh unsur kesalahan manusia biasanya diulas dalam studi kriminologi. Makna kejahatan atau crime dalam konteks kejahatan moral adalah suatu tindakan-tindakan yang disengaja ataupun tidak disengaja yang bernilai destruktif seperti menyebabkan penderitaan bagi orang yang baik dan orang yang berdosa (Titus dkk., 1994: 461).

Bria (2008: 21-22) menyebutkan bahwa diskusi mengenai kejahatan atau evil dalam literatur filsafat biasanya dibagi menjadi dua bagian, yaitu kejahatan alamiah dan kejahatan moral.

kejahatan alamiah mengarah pada penderitaan yang muncul dari determinasi alamiah, seperti cacat bawaan, gunung meletus, tsunami, gempa bumi, banjir, dan lain-lain.

Sedangkan kejahatan moral memiliki dua jenis, yaitu yang pertama adalah evil by commission, di mana merupakan kejahatan yang muncul dari seseorang atau beberapa pelaku yang dengan sadar dan bebas melakukan tindakan yang salah secara moral, seperti bertindak tidak adil dan tidak jujur (pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain-lain) sehingga menimbulkan penderitaan bagi pihak lain. Dan jenis yang kedua adalah evil by omission, yang mana merupakan kejahatan dengan cara membiarkan orang lain menjadi korban kejahatan moral meskipun orang tersebut dapat menolongnya.

Hoefnagels dalam Philosophy of Crime (1984: 12/17) memandang bahwa kejahatan merupakan persoalan perilaku dan penilaian. Oleh karena itu, istilah ini sebenarnya terletak pada perbedaan nilai-nilai dalam berbagai kelompok masyarakat yang berbeda.

Suatu masyarakat yang majemuk dengan norma-norma kelompok yang berbeda, tidak memiliki kemungkinan untuk mencapai suatu definisi kejahatan yang bersifat universal maupun konsep kejahatan yang meliputi moralitas yang universal pula. Aspek-aspek psikologis dan sosiologis sangat berpengaruh dalam merumuskan arti kejahatan.

Jika kita membahas mengenai kejahatan, maka kejahatan itu sendiri tidaklah statis, tetapi dinamis di mana memiliki arti kejahatan itu sendiri berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat, sekalipun hakikat dari kejahatan tetap sama dari dulu sampai sekarang, yaitu merugikan berbagai kepentingan.

Kerugian yang ditimbulkan dari sebuah kejahatan tidaklah sama, bagi kejahatan yang sifatnya konvensional, baik pelaku, modus operandi, maupun hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan risiko yang ditanggung oleh si pelaku, demikian juga dengan keberpihakan hukum.

Apa hubungan antara kejahatan dengan korupsi?

Istilah 'kejahatan korupsi' mengacu pada bentuk penilaian afirmatif yang mana bertujuan untuk meyakinkan bahwa korupsi memanglah menjadi bagian dari kejahatan dan perbuatan tercela dari penyakit yang ada di masyarakat. Korupsi diidentifikasi sebagai varian kejahatan yang bersifat tersembunyi yang memiliki potensi membahayakan dan merugikan negara, sebagaimana tindak pidana lainnya yang identik dengan ancaman terhadap rule of law, keadilan dan kemanusiaan (Prakoso dkk. dalam Syamsuddin, 2011: 1).

Sudut pandang para ekonom yang memiliki pendapat bahwa korupsi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kini sudah mulai ditinggalkan banyak kalangan. Saat ini korupsi dianggap bukan hanya sebagai permasalahan moral, tetapi juga sebagai permasalahan multidimensional, yaitu politik, hukum, ekonomi, sosial, dan budaya. Perubahan cara pandang dan pendekatan terhadap korupsi, yang diikuti maraknya kerja sama antarbangsa dalam isu ini menyemai optimisme bahwa perang melawan korupsi adalah perang yang dapat dimenangi oleh semua pihak (Wijayanto dan Zachrie, 2009: 5).

Mengapa kejahatan korupsi perlu dihilangkan dari negara Indonesia bahkan dunia?

Kejahatan korupsi harus dihilangkan karena dapat merugikan negara. Kita sepatutnya tidak mengatakan lagi bahwa korupsi merupakan kejahatan yang sulit untuk dihilangkan. Walaupun hukuman maksimal harus diberikan, tetapi penanganannya tidak cukup dengan menghukum para pelakunya. Kita semua harus berusaha bersama untuk menyembuhkan kejahatan korupsi tersebut.

Jika kita tidak bersama-sama berusaha dalam menyembuhkan kejahatan korupsi, maka tidak dapat dipungkiri bahwa nantinya kejahatan-kejahatan lain yang sama luar biasanya dengan korupsi akan terus merajarela. Seperti halnya kejahatan kerah putih atau biasa disebut dengan white collar crime.

Apa sih white collar crime itu?

Edwin Sutherland sudah mendefinisikan kejahatan kerah putih atau white collar crime sebagai kejahatan yang dilakukan oleh orang kehormatan dan status sosial yang tinggi dalam pekerjaannya (1939).

Kejahatan kerah putih dianggap hampir sama dengan kejahatan korporasi karena kejahatan ini dilakukan dengan cara penipuan, pelanggaran hak cipta, pencucian uang, pemalsuan uang, penggelepan, pencurian identitas, penyuapan, dan juga kejahatan komputer.

Kajian white collar crime mulai dipopulerkan oleh Edwin H. Sutherland pada tahun 1939, saat berbicara di depan pertemuan tahunan American Sociological Society ke-34 di Philadelphia, yang mana beliau istilahkan sebagai perbuatan kejahatan oleh orang yang terhormat dan memiliki status tinggi serta berhubungan dengan pekerjaannya (Munir Fuady. 2008).

Dalam Dictionary of Criminal Justice Data Terminology, white collar crime didefinisikan sebagai non-violent crime dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan finansial yang dilakukan dengan menipu, oleh orang yang memiliki status pekerjaan sebagai pengusaha, profesional atau semi profesional dan menggunakan kemampuan teknis serta kesempatan atas dasar pekerjaannya. Atau perbuatan yang memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan finansial menggunakan tipu muslihat dan dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan khusus dan pengetahuan profesional atas perusahaan dan pemerintahan, terlepas dari pekerjaannya.

dokpri
dokpri

Terdapat empat jenis kategori white collar crime yang disebutkan oleh Jo Ann Miller, seorang kriminolog dari Purdue University, yaitu:

  • Kejahatan yang dilakukan oleh organisasi atau perusahaan (Organizational Occupational Crime)
  • Kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah atau atas nama pemerintah (Government Occupational Crime)
  • Kejahatan yang berkenaan dengan profesi (Professional Occupational Crime)
  • Kejahatan yang dilakukan secara individu (Individual Occupational Crime)

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka kita juga perlu menemukan dan melakukan cara lain untuk menyembuhkan kejahatan korupsi tersebut. Sehingga perilaku korupsi dapat dihilangkan atau setidaknya dapat dikurangi. Cara lain yang dimaksud tersebut adalah dapat berupa melakukan pembinaan kepada masyarakat.

Tugas negara dan masyarakat adalah membina masyarakat melalui pendidikan formal, pendidikan masyarakat, serta pendidikan rumah tangga. Membawa koruptor ke meja hijau atau pengadilan merupakan sebuah tugas yang berat, tetapi membina masyarakat anti korupsi merupakan tugas yang lebih berat lagi.

Pencegahan terhadap terjadinya tindakan korupsi tidak dapat dilakukan hanya oleh lembaga-lembaga formal yang memiliki kewenangan tetapi juga harus melibatkan masyarakat karena korupsi tidak hanya dilakukan oleh individu melainkan sistemik. Oleh karena itu, pencegahan dan pemberantasan korupsi memerlukan upaya penyelenggara pendidikan yang bekerja sama dengan masyarakat sipil.

Bagaimana upaya pencegahan korupsi dan kejahatan?

Pendekatan atau Pendidikan Paideia merupakan salah satu untuk mencegah terjadinya korupsi dan kejahatan

Apa itu Paideia?

dokpri
dokpri

Menurut ungkapan dari Plato, seorang filsuf Yunani, Paideia dapat diartikan sebagai pendidikan dan secara umum mengarah kepada kebudayaan. Paideia dalam Yunani juga merupakan gagasan mengenai keunggulan dan kesempurnaan. 

Pendidikan atau Paideia merupakan cara menuntun anak didik dari tempat gelap ke tempat terang (peristrophe) untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan (periagoge) (Plato, 2000). Hal menarik yang dapat dilihat dalam sistem paideia, yaitu pendidik perlu untuk serius dan bersungguh-sungguh mendidik anak didik.

Segala usaha yang telah dilakukan pada akhirnya merupakan ketentuan-Nya. Selain itu, Plato juga mengingatkan pentingnya pendidikan melalui permainan serta artifisial. Apabila individu ingin menjadi pemimpin, maka harus bermain secara serius melalui permainan yang berhubungan dengan pengajaran moral (Plato, 1988).

Sasaran utama filsafat pendidikan politik Plato adalah jiwa, maka program pendidikan atau Paideia untuk menyiapkan calon pemimpin yang baik, di mana tidak melakukan kejahatan korupsi, mengisyaratkan sebuah artifisial (mimesis, imitasi) yang diperoleh melalui mousike dan gymnastike untuk mengarahkan thumos. Jiwa selalu mengikuti apa yang diarahkan. Mousike, gymnastike, dan dialektika merupakan sebuah Paideia (permainan) yang menjadi perpaduan dalam proses Pendidikan tersebut.

Berdasarkan pada budaya Yunani kuno, istilah Paideia mengarah kepada pendidikan anggota ideal dari polis. Pendidikan Ini memadukan pelajaran berbasis subjek terapan dan fokus pada sosialisasi para individual dalam tatanan arsitokrasi dari polis. Istilah Paideia juga dapat dimaknai sebagai mendidik manusia tegak, berkutamaan, dan ugahari.

Pendidikan/Paideia, etika, dan politik berjalan berdampingan dalam pemikiran Plato, karena untuk memperbaiki manusia, polis juga perlu diperbaiki, walaupun hal tersebut memerlukan pengetahuan bagaimana mendidik warga negara. Terdapat hubungan antara etika dan sosial karena nilai-nilai moral didasarkan pada konsepsi keadilan yang menjadi dasar dari ajuan negara yang ideal.

Pertanyaan mengenai ajaran kebaikan merupakan pemicu dari Paideia Platonis dan seperti Socrates, bagian dari prinsip pengetahuan tentang kebaikan. Beberapa kebaikan utama yang menjadi perhatian Plato, yaitu kebijaksanaan, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan.

Berdasarkan artikel pada Kompasiana oleh Prof. Apollo, Dr, M.Si.Ak, yang berjudul Model Paideia Aristotle [1], menyatakan bahwa model Paideia Aristotle mengarah pada pemeliharaan dan pendidikan dari anggota ideal polis atau negara. Hal Ini memasukkan kedua sekolah praktis, berbasis subjek dan fokus pada sosialisasi individu dalam tatanan aristokrat polis.

Aspek praktis dari pendidikan inilah yang termasuk dalam mata pelajaran yang dimasukkan di bawah penunjukan modern seni liberal, contohnya yaitu filsafat, retorika, dan tata bahasa, serta disiplin ilmu seperti kedokteran dan aritmatika.

Berdasarkan berbagai penjelasan yang sudah disampaikan sebelumnya di dalam artikel ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa kejahatan korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan atau kejahatan moral yang akar dan tanggung jawabnya kembali kepada potensi dasar manusia. Korupsi juga merupakan kajahatan struktural yang polanya selalu sama dari waktu ke waktu.

Salah satu upaya yang harus kita lalukan dalam memberantas korupsi adalah meningkatkan gerakan antikorupsi melalui pendidikan yang ada, yang mana berdasarkan pada filsafat pendidikan politik Plato, yaitu pendekatan Paideia.

Pendidikan dipercaya merupakan kunci bagi masa depan bangsa dan pendidikan anti korupsi merupakan pendidikan seumur hidup yang sangat penting ditanamkan sejak dini. Kualitas sumber daya manusia merupakan modal utama pembangunan bangsa. Penanaman karakter menjadi salah satu prasyarat keberhasilan pengembangan sumber daya manusia.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun