Tidak disangka, impian besar yang terpampang dilangit-langit para petani itu  kemudian berakhir dengan beban derita yang berkepanjangan. Angan-angan indah itu berbalik menjadi mimpi buruk yang menghempaskan banyak orang terlempar kedasar jurang yang pengap dan dalam.
Tepatnya pada pertengahan 2010 Merapi kembali memuntahkan lahar panas. Erupsi yang datang tiba-tiba tersebut telah mengeluarkan jutaan ton material berupa batuan dan larva pijar serta hujan pasir yang  semburat meluluh lantahkan apa saja yang ada disekitarnya. Ribuan hektar lahan pertanian dilereng Merapi dan sekitarnya ikut ludes dan  berantakan tak tersisa.
Dampak bencana Merapi tersebut ternyata menyebar hingga ke berbagai pelosok desa. Salah satunya adalah desa  Bawang, kecamatan Salaman kabupaten Magelang dimana  Pak Mahin (demikian orang kampung situ  akrab memanggilnya) tinggal. Hamparan lahan pertanian cabe dan sayuran miliknya tak luput tertimbun hujan abu dan pasir Gunung Merapi. Â
Tidak tersisa sedikitpun, puluhan ribu batang pohon cabe dan sayuran organik yang ia tanam susah payah dengan cucuran keringat hanya dalam sekejap tersulap menjadi lautan  petaka. Seketika, ia hanya bisa pasrah tengadah. Ia hanya berkeyakinan, kalau memang ini kehendak Sang Penguasa Jagad Raya dan seisinya, maka pasti ada hikmah yang sangat besar dibalik musibah tersebut.
Setelah bencana itu menimpanya, hari demi hari ia tempuh dengan kegelisahan dan kengerian. Bagaimana tidak, seluruh asset yang ia punya sudah terlanjur ia curahkan pada usaha pertanian cabe dan Sayuran yang tertimbun oleh erupsi Merapi. Yang membuatnya limbung dan lunglai sebenarnya bukan berapa dana dan asset yang lenyap namun  impian dan cita-citanya bersama para petani yang ikut dalam kelompok tani binaanya kemudian tidak jelas lagi masa depannya.Â
Karena sejak awal tahun 2000 an ia dan teman-temannya telah lama berkomitmen untuk merintis model pertanian ramah lingkungan atau yang dikenal dengan sistem pertanian organik berkelanjutan. Karena menurut pengakuannya pilihan untuk bercocok tanam organik sudah  menjadi misi hidupnya yang terlanjur mendarah daging dan merasuk dalam jiwa-raganya.  Â
Bangkit dari keterpurukan dengan jualan Mie Basah.Â
Tentunya bukan seperti mie yang dijual dipinggir-pinggir jalan trotoar ataupun warung makan yang menyajikan mie goreng, mie kuah ataupun mie ayam seperti produk kuliner pada umumnya. Ia peras dari banyak  ide usaha yang berseliweran kemudian menentukan  pilihan produk untuk menjual mie basah yang dikemas beserta bumbunya.
Ide nekad ini paling tidak berangkat  dari keprihatinannya melihat produk pertanian sayur organik yang kala itu masih dihargai sama dengan syuran non organik. Bahkan disaat panen raya, nilai sayurpun nyaris tidak ada harganya dipasaran. Belum lagi produk pertanian yang lainnya seperti ketela, disaat banjir barang dipasaran maka dipastikan petani enggan untuk memanennya. Karena biaya produksi dan pasca pruduksi dipastikan tidak imbang dengan hasil akhir yang diperoleh.
Dalam prinsip bisnisnya hanya satu; bagaimana mengembangkan usaha yang tidak pernah terpikirkan oleh banyak orang. Atau paling tidak belum ada yang menyamai pada level dan bentuk produknya.