Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekali Lagi, Bukan Bencana yang Membunuh Mereka, Tetapi Kelalaian Manusianya

2 Oktober 2018   02:20 Diperbarui: 2 Oktober 2018   02:54 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bicara tentang alam Indonesia seolah menimang dua sisi mata uang logam. Antara keindahan dengan segala panorama katulistiwa yang  mempesona siapapun yang memandangnya. Tapi sisi lain kita juga tidak bisa menafikan potensi bencana yang sewaktu-waktu menghadang didepan mata kita. Itulah fakta geografi alam indonesia tercinta.

Sedari dulu, mulai kita masih ditimang oleh ayah dan ibu serta nenek kita hingga masuk pada bangku sekolah, gambaran yang indah-indah tentang Nusantara selalu mendominasi disetiap awal hingga ujung cerita. Indonesia adalah sebuah bangsa yang  gemah ripah loh jinawi tata tentrem kertarahardja ( Subur makmur, tentram dan penuh kedamaian).

Tidak ada salahnya dengan cerita dan gambaran tentang Indonesia seperti yang hari ini terlanjur menancap kuat dalam memori kita.

Namun terasa tidak jujur  jika sisi lain atau yang kita kenali dengan dimensi "tidak indah" sengaja disembunyikan atau bahkan dihilangkan dalam lembaran disetiap episode dalam kisah besar yang berjudul Indonesia tercinta.

Sisi lain yang dalam kacamata banyak orang disebut dengan istilah bencana memang sengaja tidak diperkenalkan dengan penjelasan yang lebih luas dan mendalam.  Kosa kata bencana, ataupun istilah lain seperti  musibah, tragedi yang seringkali ditangkap dalam pemahaman banyak orang adalah sesuatu yang menakutkan dan mengerikan.

Inilah sebuah potret bahwa dalam narasi kebudayaan kita sendiri tidak dipernah diajarkan sebuah metode yang  jujur, obyektif bahkan holistik  dalam mempelajari sesuatu. Sepertinya ada yang "tidak tuntas" dan terselip dalam lipatan sistem pengajaran kita sendiri baik formal ataupun informal.  

Sederhana saja, disaat jam pelajaran menggambar pemandangan tentang alam Indonesia maka kesadaran sang guru akan menggambar panorama alam pedesaan yang lengkap tertera disitu mulai deretan gunung yang menjulang tinggi, hamparan sawah yang berpetak-petak. Tidak lupa membelah ditengahnya sebuah sungai yang berkelok. Tidak ketinggalan dilengkapi juga dengan pak tani sedang membajak sawah. Bahkan nyiur pohon kelapa dan pepohonan menghijau menjadi pelengkap sebuah pemandangan yang sejuk nan indah.

Ketika penulis masih kecil, pada saat  bertandang kerumah teman ataupun famili hampir disetiap ruang tamu dihiasi oleh pemandangan yang tidak jauh berbeda dengan gambaran  diatas. Pada waktu itu dalam banak punulis belum terusik sedikitpun kejanggalan hingga muncul pertanyaan apapun.

Seiring dengan waktu, sesuatu yang dianggapa wajar dan normal atau bahkan menjadi sebuah simbul kedamaian yang disepakati secara diam-diam tersebut lambat-laun menemukan ketidak singkronan dengan fakta kejadian alam yang terus berkembang bahkan bergolak.

Pemahaman dan kesadarn tentang keharmonisan adalah sebuah idiologi yang sengaja ditanamkan secara turun temurun oleh kuasa rezim pendidikan tertentu. Setting pemikiran tentang keharmonisan sengaja disodor---paksakan oleh tekanan sebuah kebijakan yang antipati terhadap gonjang-ganjing dan konflik. Padahal yang namanya gejolak ataupun protes adalah sebuah keniscayaan adanya.

Pemahaman tentang harmonis, damai,sejuk dan normal adanya adalah ungkapan yang utopis. Keinginan dan cita-cita ini adalah fiktif belaka. Ia hanya muncul dalam cerita, karangan, dongeng dan hikayat para-raja.

Inilah cara pandang  kuasa politik kemapanan yang alergi pada protes dan konflik.  Celakannya, cara pandang ini dirembeskan pada lapis-lapis masyarakat kemudian menjadi mind-set ini yang pada akhirnya membetuk langgam pemahaman yang masih hidup ditengah masyarakat  hingga sekarang.

Cara pandang  diatas harus kita rombak.  Karena akan bertolak belakang dengan kenyataan daur siklus alam raya yang terus bergerak dan berubah dari setiap detiknya.

Bencana adalah sebuah keniscayaan  siklus Alam.

Bumi yang kita pijak sekarang adalah adalah bagian dari kenyataan kosmologi  yang terus bergerak secara dinamis. Bahkan semua orang yang pernah mengenyam pelajaran Geografi dan Ilmu pengetahuan alam telah meyakini bahwa bumi kita terus bergerak persekian detiknya berputar mengelilingi matahari.  Ini artinya ada gerakan seperti kumparan yang mana ditengahnya ada poros yang menjadi tumpuan sekaligus sumbu dari keajekan berputarnya bumi yang tidak pernah berhenti.

Selain berputar secara kontinyu dalam poros-sumbunya,  bumi  pada saat bersamaan juga bergerak mengelilingi matahari dengan garis edar yang seolah sudah ada yang menentukan. Dalam hukum gerak alam raya tersebut bumi bersamaan degan planet-planet  yang lain telah terintegrasi dalam tatanan yang lebih besar yang sering kita sebut sebagai gugusan lanskap Galaksi Bima Sakti.

Itulah sekelumit dari gambaran kosmologi alam raya dima na posisi bumi dan segala isinya adalah kenyataan material-hidup yang terus bergerak secara dinamis dan tidak ada kata berhenti. Manusia sendiri sebagai penghuninya juga tidak akan tahu kapan kehidupan alam raya ini dimulai dan kapan berhenti.

Dari situlah kemudian kita akan memulai melihat bagaimana sebuah bencana muncul dan terjadi ditengah-tengah kita.

Keberadaan Indonesia dalam peta bumi yang terus bergerak secara kontinu diatas adalah masuk pada kenyataan geografis yang berbeda dengan belahan wilayah negara-negara lainnya. Letak Indonesia jika diteropong dlam ilmu geologi berada tepat diatas pertemuan dua lempeng bumi yang lebih dikenal degan sebutan patahan.  Lempeng-lempeng tektonik di permukaan bumi tersebut selalu bergerak dinamis. Sehingga terutama di bagian pinggirnya kerap terjadi gempa bumi.

Kawasan gempa bumi paling terkenal adalah masuk pada sebuah zona yang kita kenal dengan  cincin api Pasifik. Area yang terlewati oleh cincin api ini  adalah  membentang dari Chile di Amerika Selatan melintasi pantai timur Amerika Utara, Jepang, Filipina, Indonesia hingga ke kawasan kepulauan Tonga.

Jika menatap bumi dari angkasa, kita tetap tidak bisa melihat bahwa permukaan bumi terpecah. Menjadi sejumlah lempeng besar dan kecil.

Dan lempeng-lempeng itu terus bergerak. Iniah yang disebut lempeng tektonik. Adalah ilmuwan Jerman, Alfred Wegener yang menggagas teori lempeng tektonik pada 1911.

Bahwa kerak bumi tidaklah masif, melainkan terpecah-pecah, terapung di atas cairan magma panas.

Di tengah Samudra Atlantik dua lempeng saling menjauh. Pergerakan itu didorong magma cair yang bergerak dari inti bumi yang panas ke permukaan.

Batu-batuan panas itu kemudian mendingin dan menutup celah yang terbentuk antara kedua lempeng tektonik. Di beberapa lokasi, sebagian bebatuan panas ini muncul ke permukaan bumi. Dalam hitungan waktu yang sangat lama gundukan besar tersebut kemudian membentuk kerucut besar yang kemudian disebut ilmuawan sebagai gunung berapi.

Dalam pemahaman yang lebih gamblang bahwa Pergerakan aktif dari magma yang ada didalam rekahan dasar bumi tersebut terus mencipatakan energi besar yang sewaktu-waktu bisa berakibat pada benturan dan gesekan antar lempeng. Efek getaran terus menerus inilah yang ilmuan sebut sebagai Gempa bumi.

Strategi menyatu dan bersimbiosis dengan alam raya.

Dengan teropongan beberapa hasil ilmuan diatas tentang realitas bergerak dari bumi yang kita pijak, maka sudah menjadi konskwensi mendasar setiap orang yang berada dalam kawasan tersebut untuk selalu siaga dengan berbagai macam cara.

Siaga yang kita maksud adalah merubah secara total cara pandang kita dalam menyikapi gejala dan dinamika alam raya yang sekarang kita huni. Perombakan atau dekonstruksi-rekonstruksi paradigma pengetahuan yang kita miliki menjadi sebuah keniscayaan adanya.

Konsep keharmonisan, sejuk dan damai harus kita pahami sebagai relasi antar manusia dan alam semesta dalam kaidah keselarasan dalam kesinambungan. Bukan kita artikan monoton sebagai bentuk statis mapan dan konstan. Menafikkan fakta tentang potensi gerak darai alam semesta adalah sebuah kemustahilan. Karena pada dasarnya hukum gerak alam tersebut kemudian terakumulasi menjadi gejolak dan pergolakan dalam kurun waktu tertentu yang akhirnya kita sebut sebagai fenomena Bencana Alam

Jika prasyarat awal ini tidak disepakati maka mustahil akan terjadi sebuah perubahan dalam  menghadapi gejala alam raya ini. Akibatnya kita akan selalu terkejut dan tergopoh-gopoh ketika terjadi fenomena alam yang kita anggap tidak lumrah yang sering diasumsikan sebagai bencana.

Jauh sebelum rezim sistem pengetahuan yang kita sebut modern muncul, kazanah ilmu pengethuan kosmologi jawa salah satunya ( masih banyak kearifan lain di Nusantara), telah membumikan kaidah filsafat kosmologinya secara turun temurun. Cara pandang kosmologi jawa yang mampu memadukan antara mikrokosmos (jagad kecil) dan makroksmos (jagad besar) telah menemukan satu pemahaman yang holistik yaitu dengan cara pandang "keselarasan" menyikapi alam. 

Penyatuan dengan pola  keselarasan dengan alam atau kosmos lantas kita sebuat dengan kosmosentrisme spiritual yang kemudian melahirkan konsep keseimbangan dalam segitiga utuh-menyatu dan saling berhubungan.  

Tiga titik centrum kosmos tersebut tersebut adalah Mikrokosmos ( Manusia), Makrokosmos (alam raya) dan Metakosmos (Tuhan, adikodrati).

Makna dari konsep keselarasan terlahir dari pemahaman relasi ketiganya yang kemudian termanifestasikan  dalam kesadaran sikap dan tindakan keseharian manusia.

Tidak heran jika kita masih menemukan konsep luhur (adi-luhung) yang masih tertanam kuat dalam kesadaran sebagian orang tua yang masih ngugemi (mempraktekkan) dalam keseharian hidup ditengah masyarakat. Kesadaran kosmologi jawa tersebut  bisa kita baca dan maknai dari tradisi yang sudah diberjalan sekian aabad lamannya. Seperti fase perjalanan hidup manusia mengalami apa yang disebut dengan siklus atau rotasi waktu yang tidak bisa dihindari oleh siapapun.  

Mulai manusia masih dalam kandungan, fase ketika dilahirkan kedunia, masa kanak-kanak, menginjak dewasa, melangsungkan pernikahan, masuk pada masa tua dan kemudian meninggalkan dunia atau fase kematian.

Daur siklus kehidupan manusia tersebut dalam konsep Jawa tidak hanya dimaknai secara natural-biologi. Lebih dari itu, cara pandang filosofi jawa masih mempertautkan antara peristiwa alam  dengan gerak kesadaran spiritual manusai yang nyambung dengan kesadaran adi-kodrati. Jadi keberdaan manusia lahir dan hidup didunia kemudian menuju pada kematian harus mempunyai tujuan yang luhur dan agung.

Tujuan dalam siklus kehidupan tersebut adalah menjaga keselarasan dan keseimbangan dengan kenyatan alam semesta. Sehingga akan tercapai sebuah kesadaran tertentu yang kita sebut sebagai keharmonisan dengan alam raya disekitar kita.

Jika cara pandang manusia sudah menyatu dan terintegrasi dengan gerak kosmis alam semesta maka seluruh siklus alampun akan mudah untuk dipahami dan dicermati. Karena pada hakekatnya manusia adalah masih terhubung dalam relasi timbal-balik dari segitiga titik centrum antara Mikrokosmos-Makrokosmos-metakosmos.

Harapannya adalah seluruh kejadian yang tergelar diatas bumi dan dibawah kolong langit akan selalu terdeteksi terpantau dalam kesadaran yang utuh dan menyatu dengan alam. Sehingga memahami gejala alam akan tidak jauh beda dengan mengenali gejala yang ada didalam tubuh kita, mulai kelahiran, pertumbuhan, gejala sakit sampai pada fase menuju pada kematian.

 

 

Wallahu 'alam

Magelang, 2 Oktober 2018

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun