Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Dibutuhkan "Letupan" Para Legendaris kita untuk Memenangkan Asian Games 2018

3 Agustus 2018   11:34 Diperbarui: 8 Agustus 2018   03:15 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapapun yang pernah hidup di era   80-an akan teringat bagaimana  berjuta mata dan telinga tertuju pada gerak gambar hitam-putih dengan simbol TVRI  tertera dipojok kanan atasnya.

Hampir dipastikan seluruh aktivitas anak negeri ini mendadak terhenti sejenak menyempatkan diri menyaksikan sang juara dunia kebanggaan mereka akan berlaga.

Berjuta  hati pemirsa terasa terpatri didalamnya menunggu dengan hati berdebar  dan  perasaan tidak menentu. Rakyat Indonesia di hampir semua lapisan mulai dari pejabat sampai ditingkat rakyat jelata tak terkecuali anak-anak tersedot oleh magnet sang juara. 

Mereka tidak mau ketinggalan menyaksikan sebuah tontonan spektakuler Tinju professional yang begitu mengagumkan.

Seluruh perasaan tertegun sejenak, senyap dan mengharu biru  disaat Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan. Spontan  gelombang rasa dan do'a secara reflek keluar bersamaan dengan  keresahan menunggu sebelum bel ronde pertama dimulai. Tidak satupun mata yang terlewat dan berkedip menyaksikan pertarungan sang juara dari setiap ronde ke ronde berjalan.

Masih teringat bagaimana suasana yang begitu heroik disaat pertandingan berlangsung. Nampak  jerit histeria bercampur bangga spontan menggema seantero Nusantaara disaat sang juara memukul KO lawannya.

Yack itulah sekelumit gambaran suasana  gelar laga kejuaraan Dunia  tinju kelas Super Terbang IBF  yang pernah dijuarai oleh Ellyas Pical  dengan promotornya Boy Bolang  yang begitu tersohor kala itu.

Dia kemudian dijuluki sang petinju kidal yang selalu berakhir dengan memukul KO lawan-lawannya. Bahkan Oleh media internasional, Elly (demikian orang akrab menyebutnya) dijuluki The Exocet ( rudal). 

Pukulan-pukulan hook dan uppercut kiri yang cepat, akurat, dan bertenaga yang jadi ciri khas Elly penyebabnya.  Julukan tersebut dihubungkan dengan roket bikinan Inggris dalam perang Malvinas.

Julukan diatas juga identik karir tinjunya yang terus meroket. Elly Pical berangkat  dari Sasana Garuda Jaya Jakarta. Dialah  petinju pertama Indonesia yang berhasil meraih gelar juara OPBF kelas super terbang setelah mengalahkan dengan kemenangan angka mutlak  atas  petinju Korea Selatan, Hee Yun Chun, di Stadion Mun Hua. 

Ini adalah untuk kali pertama ada petinju Indonesia yang berhasil menjadi juara dunia dikandang lawan. "Saya ingin jadi juara dunia," kata Elly Pical seperti dilansir dari Harian KOMPAS terbitan Rabu (23/5/1984).

Impian Elly Pical untuk menjadi juara dunia akhirnya terwujud tak sampai setahun setelah menjadi juara OPBF. Dia menjadi juara kelas super flyweight dengan mengalahkan Chun Ju Do.

Yel-yel "Hidup Ely, Viva Ely, Ely manise!"terus berkepanjangan menggema di Istora Senayan yang dipadati hampir 12.000 Penonton. Sebuah straight kiri jarak pendek yang menerpa keras rahang kanan pemegang gelar Chun Ju Do, mengantar petinju berusia 25 tahun kelahiran Saparua, Maluku Utara, Ellyas Pical, menjadi juara dunia kelas super terbang Federasi Tinju Internasional (IBF).

Elly masih disebut sebagai petinju kelas Super Flyweight paling menakjubkan sepanjang sejarah. Dia mencatatkan 20 kali menang, 11 di antaranya dengan kemenangan KO, satu kali seri, dan lima kali kalah.

Dan rasa  bangga sampai hari ini adalah bahwa sang juara dunia tersebut  terlanjur menyatu dan dan bersemayam dalam hati sanubari bangsa Indonesia. Bahkan akan terus menjadi sang legendaris selama-lamnya.

Kilasan lembaran sejarah diatas hanyalah sekedar untuk mengingatkan bahwa bangsa kita adalah bangsa besar. Bangsa ini seringkali menciptakan  maha bintang dan para juara-juara dengan kemunculan yang tak terduga. 

Padahal setelah sang legendaris Ellyas Pical bangsa ini masih melahirkan jawara-jawara petinju dikelasnya seperti Nico Tomas, hinggga Chris Jon sebagai generasi paling mutakhir yang prestasinya nyaris menyamai Elly.

Selain bidang keolahragaan tinju, Indonesia juga terkenal sebagai pemborong medali emas pada bidang olah raga bulutangkis. Sebutlah nama-nama seperti Rudi Hartono yang jaya di era 70 hingga 80-an hingga Liem   Swie King serta pahlawan-pahlawan lainnya  yang boleh kita sebut sebagai legendaris dalam sejarah keolahragaan  Indonesia.

Rudi Hartono dan Liem Swie King  menjadi legenda hidup ditengah  perbulutangkisan Indonesia hingga saat ini.  Bahkan kedua orang inilah yang kemudian mengantarkan nama bangsa Indonesia diera 70-80 an menjadi bangsa yang disegani di dunia olahraga karena bulutangkisnya.

Tidak hanya berhenti disitu, baru-baru ini kita dikejutkan juga  oleh putra bangsa yang menjadi juara dunia.  Dia mampu memecahkan rekor dunia pada kejuaraan lari sprint 100 Meter. Lagi-lagi bangsa ini  dibikin terperanga dengan perasaan bercampur heran oleh  prestasi tersebut. 

Siapa lagi kalu bukan Lalu Muhammad Zohri yang kemudian kita sebut mutiara bersinar dari Timur.  Lalu (demikian sebutan akrabnya) sebelumnya sama sekali tidak menjadi perhatian dalam dunia olah raga ke Atlitan di Indonesia. Atau bahkan cenderung terabaikan dari fasilitas Pemerintah layaknya seorang anak negeri yang sudah semestinya mendapat perhatian lebih karena prestasinya.

Lucunya, setelah Lalu memecahkan rekor dunia tersebut seolah publik dan dunia olah raga di Indonesia baru merasa tertampar keras olehnya. Bagaimana tidak, disaat Lalu menginjakkan kakinya digaris finis dan dipastikan menang, peristiwa haru dan mengejutkan muncul. 

Sang saka Merah putih seharusnya menemaninya sebagai simbul kebanggaan yang berkibar  berkeliling pada purna laga tersebut ternyata tidak bersamanya. 

Inilah peristiwa janggal dan begitu mengecewakan semua pihak. Terkesan seluruh oficial dan persiapan teknis begitu ceroboh menelantarkan sang Pahlawan yang pada detik-detik itu melambungkan nama bangsa Indonesia pada kejayaan.

Pada peristiwa ini tidak etis jika saling menyalahkan, tetapi paling tidak Lalu sudah dengan kebesaran hati dan kepolosannya telah membukakan mata kita untuk segera sadar dan bangkit akan pentingnya makna olah raga bagi bangsa sendiri.

Merubah paradigma keolahragaan merevolusi jiwa bangsa.

Itulah faktanya. Kita seringkali tidak menyadari bahwa pada dasarnya kita adalah sebagai bangsa yang memilki potensi kejayaan dan kehebatan yng belum tergarap secara maksimal. Negara dan kita sebagai warga yang menghuninya selalu saja terlambat untuk menyadari akan hal ini. Sederet torehan tinta emas yang diukir oleh anak-anak negeri ini acapkali menghentakkan banyak orang  ditengah ketidaksadaran dan kelalaian.

Mutiara-mutiara yang berkilau diatas seringkali terlahir lepas dari buaian tangan kuasa  Pemerintah,  layaknya orang-orang berpotensi yang diguyur dengan fasilitas yang memadai.  Namun acapkali kita mendengar bahwa  puncak prestasi para pahlawan tersebut karena dididik dan digembleng oleh keprihatinan yang bersahaja.  Padahal tidak bisa dipungkiri ujung dari sukes yang mereka peroleh akan mengharumkan nama bangsa dan negaranya.

Sebaliknya, bukan menjadi rahasia lagi ketika mendengar  diakhir karir dari perjalanan hidup para sang jawara tersebut seringkali dilanda kenistapaan hidup yang begitu memilukan.

Inilah potret paradok yang masih menghantui nasib para pahlawan olahraga yang masih dipandang sebelah mata oleh para pemangku kuasa negeri ini.

Sudah saatnya cara pandang dan paradigma berolah raga bangsa ini harus segera dirombak. Hal ini cukup beralasan karena  seiring dengan carut marut visi kebangsaan diera kekinian yang masih berhenti sebatas jargon dan simbul yang hampa pemaknaan.

www.kompasiana.com
www.kompasiana.com
Penting kita untuk mengingat kejayan Indonesia pada Asian Games yang ke IV tahun 1962 yang mana Indonesia pernah menjadi tuan rumah dengan menorehkan prestasi sebagai runner-up. Momentum perhelatan besar ini begitu dimanfaatkan oleh Presiden Soekarno untuk merombak cara pandang berolahraga  pada waktu itu.  Semangat tersebut bisa kita sarikan dari pidato pembukaan pada acara tersebut, yaitu":

"REVOLUSI keolahragaan kita adalah sebagian daripada nation buildingIndonesia, revolusi kita untuk membentuk MANUSIA BARU INDONESIA, antrapologis, rasial, adalah sebagian daripada nation building Indonesia. Pendek kata, Saudara, kita ini sekarang semuanja memikul tugas besar yang didalam satu perkataan dinamakan nation building," Bung Karno

Sebuah cara pandang holistik dan kosmopolit yang dijadikan paradigma olah raga untuk menjiwai gerak kebudayaan dan peradaban bangsa pada waktu itu.

Keolahragaan dijadikan sebagai ajang sekaligus momentum strategis kebangkitan jiwa dan mentalitas pemenang disegala bidang. Dalam kesadaran tertentu "olah-raga" menjadi piranti penting bertemunya semangat dari segala penjuru anak bangsa untuk disatukan sebagai energi gerak yang bermuara pada karakter nation building.

Soekarno menyadari sepenuhnya betapa pentingnya Asian Games sebagai alat  propaganda strategis untuk mengobarkan semangat rakyatnya, sekaligus sebagai ajang mengkonsolidasikan negara-negara kawasan. Terbukti bagaimana posisi Indonesia kala itu menjadi negara yang cukup berpengaruh di tengah negara-negara Asia.

Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana dengan Penyelenggaraan Asian Games ke XVIII tahun 2018 yang mana Bangsa Indonesia menjadi tuan rumah sekaligus kunci dari suksesnya pelaksanaan acara. 

Senyatanya Perhelatan Asian Games yang sedianya digelar pada tanggal 18 agustus 2018 sudah dipelupuk  Mata. Seluruh persiapan mulai Teknis Pelaksanaan acara sekaligus latihan para Atlet sudah dipersiapkan jauh-jauh hari.

Sehingga dibutuhkan kecerdasan,keuletan, keberanian dengan semangat heroik untuk bertarung dimedan laga untuk mendapatkan kembali kejayaan masa silam atau bahkan lebih dari itu.

Lantas bagaimana upaya dan strategi untuk mengobarkan kembali semangat dan daya juang para altet-atlet pilihan anak negeri ini untuk meraih kemenangan.

Diantara kiat-kiat tersebut adalah pertama bangsa ini harus merubah cara pandang atau paradigma awal yang tepat sebelum melangkah jauh kedepan.

Kalau mau menengok sejarah Soekarno diatas dengan kritisisme sejarah maka akan ditemukan  "benang merah" semangat yang seharusnya menyatu hingga hari ini. Yaitu meletakkan gema nasionalisme sebagai "titik didih" semangat yang bisa diletakkan pada acara Asian Games mendatang yang sedianya akan digelar pada tanggal 18 Agustus 2018   

Faktor kedua adalah dibutuhkan serangkaian aksi para "legendaris " olah raga indonesia untuk meleburkan diri dalam perencanan pra dan disat pelaksaan Asean Games 2018. Keterlibatan mereka menjadi faktor penting non teknis yang begitu urgent  kehadirannya ditengah para atlit pilihan kita. Peran mereka juga menjadi penting guna  menggerakkan emosional rakyat untuk terus menyatukan tekad kemenangan. 

Faktor Ketiga adalah dibutuhkan spiritualisme baru berupa semangat kebangsaan seluruh warga bangsa tanpa terkecuali. Pada konteks inilah dibutuhkan peran negara untuk memfasilitasi dari sekian kepentingan banyak golongan untuk dilebur  menjadi satu. 

Asian Games menjadi satu kesempatan bagi seluruh tokoh bangsa untuk duduk bersama membicarakan masa depan generasi bangsa.

Hal ini melihat situasi kekinian cita rasa kebangsaan dalam pemahaman nasionalisme dan patriotisme  yang dirasa semakin pudar. Sehingga diperlukan langkah-langkah progresif untuk membenahi sekaligus menyelamatkannya. 

Diharapkan dengan perhelatan akbar Asian Games ke XVIII 2018 ini menjadi momentum strategis sebagai kebangkitan generasi bangsa yang lebih maju dan berperadaban. 

 Magelang, 3 Agustus 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun