Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyemai "Islam Nusantara" dari MQK

7 Desember 2017   03:04 Diperbarui: 7 Desember 2017   18:24 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selebihnya, Bapak Muhtadin juga sempat memberikan cetak miring terhadap visi pendidikan yang mulia bahkan unik dipesantren yaitu muara dari proses menuntut ilmu tidak semata berorientasi profesionalis yang  identik dengan profesi pekerjaan. Tetapi lebih sebagai upaya membentuk manusia yang tawakkal atau istilah puncaknya menjadi manusia yang Ulul Albab (keilmuan mumpuni ditopang integritas moral yang tinggi).

Cita-cita pendidikan ala pesantren yang luhur tersebut nyambung dengan target idealitas dan moralitas pesantren yaitu ilmu yang barokah manfaat terhadap sesama manusia dan alam sekitarnya. Inilah perbedaan mendasar dan subtansial keagungan dan keistimewaan yang sulit dicarikan "padananya" pada sisitem pendidikan sekuler manapun.

Contoh lain yang harus kita angkat sebagai kritik-otokritik terhadap lembaga-lembaga pendidikan adalah tentang fenomena pondok pesantren yang sudah tua umurnya seperti Pond. pest Lirboyo, Pond. pest Ploso, Pond. Pest. Buntet, bahkan Pondok pesantren Tebu Ireng Jombang, populer dan terkenal dengan nama daerahnya. Ini artinya sejak berdirinya dan proses perjuangannya Pondok Pesantren selalu menyatu ditengah visi Ummatnya.

Point besar yang kedua dalam diskusi tersebut adalah bahwa MQK juga sebagai barometer perkembangan wacana dan pemikiran keislaman dalam kurun waktu terakhir ini. Menurut Bapak Dr. Abdul Moqsiit Ghajali (Dewan Haim Marhalah Ulya, bidang fiqh), wacana keislaman sedang dilanda kontaminasi paham konservatis dan radikalisme. 

Fenomena pendangkalan pemahaman keagamaan ini bisa kita temukan dihampir diseluruh media utama termasuk televisi sekaligus media tekhnologi digital yang lagi marak dan mewabah tak terkendali seperti sekarang ini. Tampailnya  para muballig dalam media tersebut hanya bermodalkan hafalan beberapa ayat dan hadist, sudah berani berfatwa dan  menjawab seluruh serba-serbi pertanyaan ummat. 

Bahkan menurut cerita dari Pak Moqsit, Sekaliber Imam Malik sang pendiri Madzab Malikiah ketika diberi 48 (empat puluh delapan pertanyaan), sang imam ini hanya mampu menjawab 16 (enam belas) pertanyaan. Selebihnya dibutuhkan riset lanjutan, ikhtiyar mencari dalil yang akurat sekaligus yang berdampak kemaslahatan terhadap ummat.

Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa maraknya model penafsiran tunggal, dengan jargon semua harus kembali pada Alqur'an dan Hadist adalah semakin membahayakan dan menyesatkan. Karena statemen dan ujaran mereka berbasis pada "Alqur'an terjemahan". Bukan dari telaah lewat kedalam keilmuan sesuai dengan standart metodologi ilmu tafsir dan ilmu hadist yang dilengkapi dengan piranti ilmu nahwu (gramatika tata bahasa), ilmu balagah dan manteq (Logika dan filsafat Bahasa ),ilmu tarikh (sejarah).

Yang lebih mengkuatirkan adalah kelompok radikal ini tidak memberikan ruang tafsir lain, bahkan perbedaan penafsiran diluar mereka akan dicap sesat dan kafir. Kasus terorisme dengan pola penyerangan terhadap kelompok lain yang dianggap sesat dan kafir adalah produk dari penafsiran yang dangkal tersebut.

 Padahal dalam tradisi Islam pesantren, metodologi pengambilan fatwa hukum fiqh melalui standart kilmuan yang ketat penuh dengan perdebatan sebelum muncul fatwa Ulama ditengah problem keummatan.. Sebelum menuju pada Al Qur'an sebagai rujukan ada .tiga..tahapan yang harus dilewati yaitu ijma' (kesepakatan para ulama), qiyas (analogi), hadist  dan ending dari segalannya adalah Kitab Al Qur'an.

Fakta inilah yang harus diangkat dipermukaaan sebagai upaya strategi kebadayaan lewat tranformasi kilmuan keislaman. Tidak hanya sekedar aksi tanding dari idiologi radikalisme, namun sebagai upaya penebaran "moderatisme"islam yang toleran dan rahmatan lil alamiin.Dan Pesan ini akan selaras dengan pelataraan sosiologis Nusantara yang berbasiskan kebhinnnekaan dalam falsafah Pancasila.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun