Mohon tunggu...
Galih Rudyto
Galih Rudyto Mohon Tunggu... lainnya -

Hanyalah "Wong Cilik". Pernah bekerja di BUMN penerbangan tapi terpaksa mendarat darurat akibat "Bad Weather"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Misteri Sang Mahapatih Majapahit (3)

27 Mei 2014   04:20 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:04 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*Sebuah hipotesa atau jawaban sementara karena masih perlu dibuktikan kebenarannya*

Membincangkan tentang Gajah Mada seakan tak ada habisnya. Sosoknya yang misterius menjadi semakin menarik untuk ditelusuri termasuk sepak terjangnya saat Gajah Mada menginjak dewasa. Ada sebagian beranggapan bahwa Gajah Mada ditemukan oleh Ronggo Lawe, adipati Tuban, yang ditemukan sedang berkelahi, kemudian dibawa dan diasuh Ronggo Lawe di Tuban. Oleh Ronggo Lawe, anak yang disebutkan bernama Trimo sebagai nama kecil Gajah Mada, setelah dewasa dimasukkan ke dalam prajurit kerajaan Majapahit. Namun anggapan bahwa Gajah Mada anak asuh Ronggo Lawe ini mudah terbantahkan.

Seperti diketahui Ronggo Lawe putra Arya Wiraraja adalah salah satu pengikut Raden Wijaya yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit, namun akhirnya meninggal akibat memberontak terhadap Raden Wijaya. Pemberontakan dipicu oleh ketidakpuasan Ronggo Lawe atas pengangkatan Nambi sebagai rakyan patih dan menganggap Lembu Sora yang pantas menjadi rakyan patih karena dinilai jauh lebih berjasa dalam perjuangan daripada Nambi. Ronggo Lawe wafat ditangan Kebo Anabrang (pemimpin ekspedisi Pamalayu) pada tahun 1295 M. Sedangkan Gajah Mada sendiri disebutkan lahir pada tahun 1299 M, atau 4 (empat) tahun setelah kematian Ronggo Lawe. Berarti, kurang tepat jika Gajah Mada dianggap anak asuhan Ronggo Lawe.

Jadi kemungkinan cerita yang benar adalah, Gajah Mada yang sewaktu kecil bernama I Dipa/Jaka Mada diasuh oleh janda Wura Wuri di desa Mada Lamongan dan setelah dewasa tinggal bersama Ki Gede Sidowayah di Songgoriti, Malang.

I Dipa/Jaka Mada menyampaikan kepada ayah angkatnya Ki Gede Sidowayah keinginannya menjadi prajurit dan mengabdi di Majapahit. Hal ini kemungkinan dipicu karena sering melihat iring-iringan prajurit Majapahit yang melewati desa Mada yang memang terletak diantara jalur Majapahit dengan Tuban. Ki Gede Sidowayah yang kebetulan memiliki keahlian membuat senjata pusaka, otomatis banyak berhubungan dengan kalangan prajurit di Majapahit. Ki Gede Sidowayah merestui dan menyarankan Gajah Mada agar singgah di tempat Ki Wonokerto, kakek angkatnya di Desa Bedander, Kabuh, Kabupaten Jombang.

Gajah Mada akhirnya berangkat menuju Majapahit dan jalur yang ditempuh kemungkinan mengambil jalan pintas lewat Batu Malang (diantara Gunung Butak dan Gunung Arjuna) terus lurus menuju Desa Bedander, Jombang. Jadi kesimpulan tidak via Pandakan, Pasuruan maupun via Daha, Kediri. Setelah menemui Ki Wonokerto, kakek angkatnya, selanjutnya Gajah Mada pergi menuju Trowulan, Majapahit yang berjarak sekitar 25 km dari Bedander.

Berbekal kemampuan beladiri dan pengetahuan dibawah gemblengan gurunya Ki Hanuraga, Gajah Mada akhirnya bisa diterima sebagai prajurit (bekel) di Majapahit. Karier Gajah Mada terus menanjak hingga akhirnya menjadi Kepala Pasukan Bhayangkara (Pengawal pasukan Raja).

Di era Raja Jayanegara, terjadilah pemberontakan Ra Kuti dan Ra Tanca (1319 M). Gajah Mada dan belasan pasukan Bhayangkara menyelamatkan raja Jayanagara ke Bedander dan meminta nasehat kakeknya yaitu Ki Wonokerto. Akhirnya, berkat kecerdikan Gajah Mada, pemberontakan Ra Kuti dapat dipadamkan. Ra Kuti tewas, kecuali Ra Tanca yang diampuni karena memiliki keahlian sebagai tabib. Saat menumpas pemberontakan Ra Kuti ini, Gajah Mada dibantu oleh Arya Damar, Adipati Palembang.

Siapakah Arya Damar? Kenapa perannya begitu besar dan selalu sukses membantu Gajah Mada di beberapa pertempuran?Arya Damar/Arya Dilah adalah putra Raden Wijaya dengan selir Dara Jingga yang lahir pada tahun 1294 M. Saat kelahirannya muncul sinar yang menyala di ubun-ubunnya, sehingga Arya Damar diberi nama Arya Dilah. Ceritanya saat itu, ibunya Dara Jingga di fitnah dan melarikan diri dalam keadaan mengandung. Ibunya kemudian diambil/diperistri oleh seorang keluarga Raja Mauliwarmadewa yang bergelar Bethara Siwa di Melayu.

Pada usia 14 tahun (1308 M), Arya Damar datang ke Majapahit menemui Ayahnya Raden Wijaya. Dia ditugaskan menumpas para pepatih yang berkuasa di tulembang/situlembang (Palembang). Arya Damar/Arya Dilah memiliki keris ampuh bernama “Sanghyang Tiga Sakti”. Setelah berhasil menjalankan tugasnya, oleh Raden Wijaya namanya diganti menjadi Arya Damar dan diangkat menjadi Raja/Adipati di Palembang dan bergelar Adityawarman/Datuk Patih Nan Sebatang di bawah kekuasaan Majapahit.

Pada tahun 1347 M Arya Damar menyerahkan kekuasaan pada patihnya yang bernama Arya Sampang/Pampang. Arya Damar sendiri kemudian pindah dan berkuasa di Pagaruyung, Lampung.

Ada yang menyebutkan Arya Damar/Arya Dilah/Adityawarman identik dengan Damar Wulan tokoh legenda cerita rakyat Jawa Timur yang dikaitkan dengan Putri Anjasmara dan Menak Jinggo penguasa Blambangan. Namun mengingat cerita Damar Wulan, ditulis di masa-masa akhir runtuhnya Majapahit di era setelah 1400-an, maka anggapan ini kurang tepat. Arya Damar sendiri meninggal pada tahun 1375 M dan kemudian kedudukannya sebagai Raja Pagaruyung digantikan oleh putranya Ananggawarman.

Kembali kaitannya dengan Gajah Mada. Peran besar Arya Damar adalah saat Majapahit menyerang kerajaan Bedahulu, Bali Barat. Arya Damar menyerang dari pesisir utara, sedangkan Gajah Mada memimpin dari Selatan. Arya Damar mampu menaklukkan wilayah pesisir terlebih dahulu dan selanjutnya membantu Gajah Mada mengalahkan sisa-sisa kekuatan kerajaan Bedahulu, Bali Barat.

Kebenaran sejarah pada dasarnya milik peristiwa sejarah itu sendiri. Namun sejarah harus dibuktikan kebenarannya berdasarkan fakta-fakta sejarah. Tidaklah mungkin bertanya pada pelaku sejarah yang sudah tinggal sejarah. Kalau bertanya pada arca Gajah Mada pasti jawabannya “mangan ora mangan ngumpul” (makan tidak makan yang penting kumpul/bersatu), sedangkan kalau bertanya pada arca Arya Damar paling juga dijawab “wong kito galo”(orang kita semua)....Tetap Semangat!

Menyoal Penyesuaian Harga LPG 12 Kg

Cerita sebelumnya : Misteri Mahapatih Majapahit (2)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun