Tulisan atau bisa di bilang berita yang di tulis oleh penulis ini memang sudah tidak update lagi. Karena kurangnya informasi cara menggunakan Kompasiana, akhirnya menjadi kendala. Walau telat postingnya, penulis rasa berita ini perlu di ketahui masyarakat. Mengenalkan sebuah komunitas yang kreatif dan berpotensi penting rasanya untuk di kenal masyarakat luas.
Komunitas Backpacker Jempol merupakan sebuah komunitas terbuka yang berada di Kota Yogyakarta. Komunitas yang telah berdiri sejak tahun 2008 ini, memiliki anggota yang tidak mematok kuota. Siapapun bisa ikut bergabung dengan komunitas tersebut, dengan syarat mempunyai hobi jalan-jalan atau travelling.
Selain hobi travelling, para anggota Komunitas BPJ juga mencintai dunia fotografi. Mereka berupaya mengabadikan setiap momen jalan-jalannya melalui sebuah kamera. Adanya kamera, mampu menjadi bukti nyata bahwa mereka akan pulang membawa sejuta kenangan yang ada.
Kedua hobi yang di miliki oleh para anggota Komunitas BPJ ini menjadi dasar di adakannya even pameran. Mereka berupaya mengembangkan karya dengan memamerkan sebuah karya potret nusantara yang mereka lakukan saat berkeliling Indonesia. Rugi rasanya jika apa yang mereka lakukan tidak di bagi ke masyarakat.
Pameran kedua yang di lakukan oleh Komunitas BPJ kali ini mengangkat tema “Budaya yang Sudah di Lupakan”. Dengan begitu mereka memberi judul pameran “AMBEN MLAYU”. Amben di ibaratkan sebagai wadah dan mlayu ( dalam bahasa jawa) adalah lari. Jelasnya, wadah (budaya-budaya) yang dulunya ada, kini sudah lari atau pergi, bahkan di lupakan. Dengan adanya pameran fotografi, Komunitas BPJ mencoba memunculkan itu kembali.
Pameran outdoor yang berada di area taman bawah jembatan layang, timur Stasiun Lempuyangan, utara palang kereta api, di pilih oleh Komunitas BPJ karena mereka ingin mengenalkan seni fotografi ke masyarakat lebih luas. “Komunitas BPJ membuat pameran di area ini karena kami mempunyai sasaran tidak hanya untuk orang-orang yang suka sama seni, tetapi juga mengedukasi masyarakat yang belum tau tentang seni.”, imbuh Rosita Wulaningtyas (Ocit), Ketua Pameran.
Pameran yang berlangsung selama tiga hari, 16-18 Oktober 2015, di rasa mampu menarik perhatian pengguna jalan. Bagaimana tidak, setiap pengguna jalan, baik kendaraan sepeda, mobil, sepeda motor, dan pengguna jalan kaki sekali pun akan melirik ke arah pameran tersebut. Penataan karya-karya fotografi ini di lakukan dengan cara menggantungkannya pada rangkaian bambu yang telah di dirikan sejajar dan panjang di atas tanah pinggir taman. Sehingga mereka yang sedang jalan-jalan ke area tersebut dapat mampir sejenak untuk melihat karya-karya fotografi Komunitas BPJ. Memang, akan kesulitan bagi mereka yang berkendaraan mobil dan ingin mampir, karena sulitnya memarkir kendaraan dan suasana jalan yang setiap harinya selalu ramai, bahkan macet.
Keramaian jalan dan suara kereta api yang melintas tidak menjadi penghalang bagi pengunjung yang berdatangan. “Justru dengan adanya pameran di tempat seperti ini, saya bisa menikmati karya dengan bebas, tanpa malu-malu.”, kata Vika, salah satu pengguna jalan kaki yang berkunjung.
Pameran outdoor yang di lakukan oleh Komunitas BPJ memang bukan pertama kalinya muncul. Setidaknya, komunitas tersebut mampu menjadi salah satu pelopor bahwa pameran tidak melulu di lakukan di dalam ruangan. Harapannya, dengan adanya pameran outdoor ini mampu menjadi contoh bahwa kita harus peka dan mampu melihat potensi ruang yang dapat kita manfaatkan. “Banyak potensi yang sedang sembunyi, jadi kita harus sering untuk peduli.”, tambah penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H