Oleh : Galih Ragatiwi
Selamat datang di dunia baru. Kita kini telah memasuki era dimana digitalisasi merupakan sebuah alat pemenuh kebutuhan dan data menjadi kebutuhan itu sendiri yang kita konsumsi sehari-hari. Transormasi yang terjadi merambah segala aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, politik, sosial, kesehatan bahkan budaya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa segala sesuatu, terutama informasi yang ada di dunia ini semuanya haruslah berdasarkan sumber yang valid. Tentunya semua fakta yang disajikan itu akan berasal dari data. Kini budaya yang beredar di masyarakat adalah  tuntutan untuk menuturkan segala sesuatu yang berdasarkan pada data apabila ingin dikatakan valid.
Sebuah fakta yang dikemukan oleh pihak kominfo, bahwa negara kita Indonesia menduduki peringkat keenam sebagai pengguna internet tertinggi di dunia. Hal ini patut kita syukuri, mengapa? Tentunya berdasarkan data tersebut kita dapat mengetahui bahwa tingkat akses masyarakat terhadap internet telah tinggi, artinya semakin tinggi pula kemudahan masyarakat untuk mengakses data dan informasi. Akan tetapi, hal ini justru terjadi sebaliknya, tingginya angka penggunaan internet tidak didukung dengan ketersediaan data yang memadai oleh instansi terkait pun dari masyarakat pun belum memiliki kesadaran betapa pentingnya kita untuk mengolah data.
 Selama ini cukup banyak permasalahan yang terjafi terkait dengan ketersediaan data dan hasil analisisnya, contoh yang sering kita jumpai yakni data administratif daerah. Kaum pelajar maupun mahasiswa tentu telah merasakan dampak dari minimnya ketersediaan data diinstansi pemerintahan. Tidak jarang siswa maupun mahasiswa mendapatkan tugas untuk melakukan kujungan guna mewawancara tokoh atau mencari data daerah tertentu. Namun, lagi-lagi data yang tersedia bukanlah data terbaru dan masih berupa data mentah.
Adanya permasalahan ketersediaan data tidak hanya menyulitkan masyarakat dalam mengakses data, akan tetapi masalah-masalah berikutnya pun siap menghadang.Â
Bayangkan saja apabila suatu daerah tidak memiliki data dan analisis yang faktual maka hal ini akan mempengaruhi keputusan yang diambil oleh kepada daerah maupun instansi.Â
Jika kita meninjau pada kebijakan-kebijakan yang selama ini dirasa kurang sesuai maupun tidak berjalan dengan baik, hal ini bisa dimungkinkan karena kebijakan yang diambil tidak memperhatikan keadaan masyarat. Lagi-lagi hal ini muncul karena abainya penggunaan data dan minimnya penelitian yang dapat memberikan data sebagai rekomendasi untuk kebijakan.
Permasalahan data inipun akan turut berimbas pada kehidupan sosial masyarakat. Bagaimana tidak? Bayangkan di era seperti ini konsumsi masyarakat justru berita-berita hoax dan gosip-gosip yang tidak perlu. Seperti kata seseorang yang bijak bahwa, siapa dirimu adalah apa yang kamu baca.Â
Berita hoax yang beredar di masyarakat ini merupakan salah satu dampak minimnya literasi data oleh masyarakat. Disisi lain terkadang ketidak tebukaan data oleh pemerintah menciptakan asumsi-asumsi masyarakat yang semakin memperburuk keadaan masyarakat.
Minimnya ketersediaan data faktual ini sering kita temukan di wilayah pemerintahan tingkat desa sampai dengan kecamatan. Hal ini tentunya menambah permasalahan yang ada di wilayah tersebut, warga desa yang biasanya sulit mengakses internet akan semakin kesulitan mendapatkan informasi jika instansi yang ada saja tidak dapat memenuhi kebutuhan data masyarakatnya. Â
Tidak berhenti pada maslah diatas, pasalnya selain sulitnya masyarakat untuk mengakses data yang terkini kurangnya update data yang diterima masyarakat dapat mempengaruhi pola pikir mayarakat itu sendiri.Â
Apabila kita tidak mengetahui bagaiamana keadaan wilayah kita sesungguhnya atau bakhan keadaan dunia, maka masyarakat akan terjebak ke pola pemikiran kolot.
 Misalnya saja pengetahuan tentang tingkat kemiskinan di indonesia yang menurut data telah membaik tapi data tersebut tidak diketahui masyarakat, sehingga asumsi masyarakat mengenai keadaan negaranya akan tidak sesuai.
Tidak dapat dipungkiri, minimnya akses data yang bisa dilakukan oleh masyarakat yang seharusnya modern ini tidak terlepas dari SDM yang tidak mumpuni dalam mengolah and menyajikan data. Hal ini dapat kita tengarai dengan minimnya update data yang dilakukan baik secara online maupun offline. Miris sekali tentunya, di era bigdata seperti ini masyarakat masih kesulitan mendapatkan data yang faktual.Â
Padahal perkembangan data di seluruh dunia telah sangat pesat, pun dengan digitalasisasi dalam segala hal seharusnya tidak ada alasan lagi untuk mengolah dan menyajikan data agar mudah diakses oleh masyarakat. Keadaan seperti ini dirasa tidak ada bedanya dengan tahun 1975 dimana para peniliti di UI harus sampai ke Belanda untuk mengolah data mentah yang menjadi bahan rekomdasi kebijakan pemerintah.
Beragam masyalah di tengah masyarakat yang terjadi akibat ketidak mampuan memanfaatkan data ternyata tidak kunjung menjadikan pacuan bagi pihak pemerintah. Tentunya sangat disayangkan, untung saja saat ini banyak pihak swasta yang menyediakan data hasil penelitian beserta dengan analisis yang disajikan menarik sehingga masyarakat dapat mengasesnya dengan mudah.Â
Tidak jarang para pengusaha menggunakan jasa perusahaan data ini untuk membantu membuat kebijakan dan stategi dalam usahanya. Tapi lagi-lagi di era big data yang harusnya data faktual telah  menjadi makanan sehari-hari masyarakat justru tidak dapat disentuh oleh seluruh elemen rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H