Mohon tunggu...
Tresnaldi Galih Pratama
Tresnaldi Galih Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Airlangga

Seseorang yang menyukai novel dan komik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Media Massa dalam Perspektif Teori Normatif, Studi Kasus Indonesia

24 September 2024   16:47 Diperbarui: 24 September 2024   16:47 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Interferensi Pemerintah  

Pada periode pra-digital, campur tangan pemerintah di media berbentuk Soeharto memberikan kepemilikan stasiun televisi swasta kepada anak-anaknya. Keturunannya adalah pemilik RCTI, stasiun televisi swasta pertama di Indonesia, SCTV, milik kerabat Soeharto, dan TPI, yang dimiliki oleh putri sulung Soeharto. Dengan semua stasiun televisi milik keluarga Soeharto atau anak didik bisnisnya, semua pendapatan dari bisnis ini dikendalikan oleh lingkaran kecil ini. Dominasi keluarga Soeharto memudar setelah Soeharto digulingkan dari kursi kepresidenan pada Mei 1998. Industri media kemudian perlahan-lahan mulai berfungsi lebih berdasarkan prinsip-prinsip pasar bebas. Di era digital, intervensi pemerintah di industri media sama sekali tidak mendekati jenis intervensi yang dialami selama masa kepresidenan Soeharto.

Namun, pemerintah belum melakukan upaya yang cukup untuk menciptakan lingkungan bisnis yang adil bagi pasar televisi. Indonesia sedang menuju struktur yang cenderung monopoli dalam bisnis televisi. Kepemilikan televisi siaran terpusat di tangan beberapa pemain yang sudah mapan, sementara peserta baru yang signifikan belum terlihat. Digitalisasi, terutama bisnis multiplexing digital yang sedang berkembang, memberikan peluang lebih besar bagi pemain yang sudah mapan untuk memperluas bisnis dan dominasinya. Banyak dari pemain ini telah bersaing untuk frekuensi dalam lelang di 15 zona digital dan telah mengamankan kendali atas LPPPM di banyak zona. Hal ini dimungkinkan oleh pemerintah, yaitu melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 22/2011, yang memberikan posisi menguntungkan bagi pemain yang sudah mapan dalam lelang digital. Pada saat yang sama, pemerintah tampaknya tidak terlalu memperhatikan keberadaan jenis penyiar lainnya, seperti lembaga penyiaran komunitas, dan bagaimana mereka dapat bertahan dalam persaingan ketat dengan perusahaan besar swasta. Sebagai contoh, pemerintah tidak menyusun model pendanaan atau rencana yang baik bagi penyiar-penyiar ini untuk membantu mereka memperoleh pijakan yang kuat di pasar penyiaran dan membangun pemirsa. Pemerintah kurang memperhatikan lembaga penyiaran komunitas dan publik (seperti TVRI dan RRI), sehingga kesulitan bersaing dengan konglomerat media besar. Pemerintah juga belum mengembangkan model pendanaan yang efektif untuk mendukung lembaga penyiaran publik.

Media Massa di Indonesia dalam Melaksanakan Peran Normativnya di Era Demokrasi

1. Monitorial Role:

   - Peran monitorial media adalah untuk mengamati lingkungan yang lebih luas dan menyediakan informasi penting yang memungkinkan publik membuat keputusan yang tepat. Di Indonesia, media memang berfungsi dalam kapasitas ini dengan melaporkan kejadian politik, sosial, dan ekonomi. Namun, seperti yang disebutkan dalam laporan Mapping Digital Media: Indonesia, meskipun media telah berkembang dan lebih bebas, ada masalah konsolidasi kepemilikan dan pengaruh politik. Hal ini dapat mengurangi independensi media dalam menjalankan peran pengawasan (watchdog) yang seharusnya memastikan transparansi dan akuntabilitas kekuasaan. Meskipun masih ada laporan yang mendalam, banyak media sering kali kurang dalam hal verifikasi informasi dan akurasi berita karena tekanan waktu di era digital.

2. Facilitative Role:

   - Peran fasilitatif media adalah untuk memperkuat kehidupan publik dan mempromosikan demokrasi dengan menciptakan ruang untuk diskusi publik dan kebersamaan. Media di Indonesia memang memberikan ruang untuk dialog dan debat publik, terutama melalui platform online dan media sosial. Namun, kualitas diskusi publik sering kali terhambat oleh polarisasi, misinformasi, dan penyebaran berita sensasional yang terkadang lebih mengutamakan keuntungan komersial daripada mempromosikan kualitas hidup publik yang lebih baik.

3. Radical Role:

   - Peran radikal mengharuskan media mengungkap ketidaksetaraan dan relasi kekuasaan yang merusak demokrasi. Beberapa media di Indonesia, terutama media independen dan jurnalis investigatif, masih berusaha untuk mengungkap ketidakadilan dan korupsi. Namun, dominasi media oleh konglomerat besar yang memiliki kepentingan politik cenderung menghambat media arus utama dalam menjalankan peran radikal ini. Media sering kali cenderung menghindari isu-isu yang dapat merugikan kepentingan elit.

4. Collaborative Role:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun