Mohon tunggu...
Galih Nurrizki
Galih Nurrizki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UPN "Veteran" Yogyakarta - Ilmu Hubungan Internasional

Halo saya Galih Nurrizki sekarang saya sedang berkuliah di salah satu kampus di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Politik Luar Negeri Indonesia Dilihat Dari Kacamata Konstruksivisme Studi Kasus: Penanganan Kasus Pembajakan Kapal MV Sinar Kudus

3 Desember 2024   22:01 Diperbarui: 3 Desember 2024   22:09 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara mengenai konstruksivisme hal tersebut merupakan paradigma ilmu pengetahuan dan filosofis yang menekankan bahwa tidak ditemukan melalui observasi langsung atau observasi objektif. Sebaliknya, pengetahuan dibentuk oleh proses kognitif masyarakat itu sendiri, termasuk aspek psikologis, sosial, dan budaya.

Dan Politik Luar Negeri (PLN) merupakan suatu kebijakan strategis yang dijalankan suatu negara dalam berinteraksi dengan komunitas internasional untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Indonesia dalam politik luar negerinya memngusung prinsip "Bebas Aktif" yang berarti tidak terikat pada aliansi tertentu namun tetap aktif dalam upaya perdamaian global. Di era Presiden SBY, politik luar negeri Indonesia semakin diperkuat dengan fokus pada diplomasi soft power, kerjasama ASEAN, serta komitmen pada perdamaian dan hukum internasional.

Ketika pespektif konstruksivisme digunakan untuk mangalisis politik luar negeri Indonesia di era Susilo Bammbang Yudhoyono (SBY) hal tersebut dapat memberikan wawaasan tentang bagaimmana identitas, nilai, dan interaksi sosial membentuk kebijakan luar negeri sebuah negara. Konstruksivisme menekankan bahwa realitas sosial dibangun melalui interaksi dan pemahanan bersama, yang sangat relevan dalam konteks politik luar negeri.

Di kepemimpinan SBY, Indonesia berusaha memperkuat identitasnya sebagai negara yang berperan aktif di kawasan Asia Tenggara. Penguatan ikatan regional menjadi salah satu fokus utama, di mana Indonesia berupaya untuk membangun kerjasama yang lebih erat dengan negara-negara tetangga. Hal ini mencerminkan bagaimana identitas nasional dan nilai-nilai yang dianut oleh Indonesia, seperti demokrasi dan multilateralisme, mempengaruhi kebijakan luar negeri.Konstruksivisme dalam hal ini juga menyoroti pentingnya interaksi sosial dalam membentuk kebijaka luar negeri. SBY dalam hal ini mengedepankan diplomasi yang bersifat inklusif dan kolaboratif, yang dapat dilihat dalam beberapa forum internasional dan regional. Misalnya, Indonesia aktif dalam ASEAN dan berperan dalam menyelesaikan konflik di kawasan, yang menunjukkan bagaimana interaksi dengan negara lain membentuk kebijakan luar negeri Indonesia.

Bagaimana jika perspektif konstruksivisme digunakan untuk melihat politik luar negeri Indonesia era SBY?
Selama periode kepemimpinan Presiden Suliso Bambang Yudhoyono (SBY) dari tahun 2004 hingga 2014, Indonesia mengalami banyak dinammika yang signifikan dalam politik luar negerinya. Salah satu peristiwa yang pernah terjadi dan membuat krusial yang mencerminkan pendekatan dan kebijakan luar negeri Indonesia adalah penanganan kasus pembajakan kapal MV Sinar Kudus pada tahun 2011.

Dalam tulisan ini, kita akan menganalisis kasus tersebut melalui kacamata konstruksivisme, yang menekankan peran identitas, normma, dan konstruksi sosial dalam hubungan internasional.

Kapal MV Sinar Kudus, milik PT Samudera Indonesia, dibajak di perairan Somalia, wilayah ini dikenal dengan tingginya Tingkat pembajakan kapal pada saat itu. Kejadian ini bukan hanya menjadi sorotan media, tetapi juga menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia untuk menunjukkan kemampuan dan komitmen dalam melindungi warganya serta kepentingan nasional di luar negeri.

Foto: Kapal MV Sinar Kudus (Sumber: Republika.co.id)
Foto: Kapal MV Sinar Kudus (Sumber: Republika.co.id)

Ketika kapal MV Sinar Kudus dibajak , pemerintah Indonesia dibawah kepemimpinan SBY menghadapi dilema. Di satu sisi, mereka harus memastikan keselamatan para sandera, di sisi lain mereka juga perlu mempertimbangkan reputasi Indonesia di mata masyarakat internasional. Dalam hal ini, norma internasional dan citra negara mmenjadi sangat penting. Indonesia tidak hanya ingin dilihat sebagai negara yang mampu menyelesaikan masalah, tetapi juga sebagai negara yang mematuhi hukum internasional dan norma-norma kemanusiaan.


Respons Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia dalam hal ini menggunakan pendekatan diplomatik dan non-militer dalam penanganannya. Ini terlihat dari upaya awal yang dilakukan untuk berkomunikasi dengan para pembajak dan mencari Solusi damai. Pendekatan seperti ini mencerminkan identitas Indonesia yang mengedepankan dialog dan negosiasi daripada kekerasan. Dalam konteks konstruksivisme, tindakan ini juga memperlihatkan bagaimana norma-norma dan nilai-nilai yang dianut oleh Indonesia membentuk kebijakan luar negerinya.

Selama proses negosiasi, Indonesia bekerja sama dengan negara-negara lain yang telibat dalam misi anti-pembajakan di wilayah tersebut. Kerjasama ini menggarisbawahi pentingnya solidaritas internasional dalam menangani isu-isu keamanan global.

Implikasi Kebijakan Luar Negeri
Pada kasus pembajakan MV Sinar Kudus ini memberikan pelajaran oenting bagi politik luar negeri Indonesia. Penanganan yang dilakukan mencerminkan bagaimana identitas dan norma sosial dapat mempengaruhi Keputusan politik. Keberhasilan pemerintah dalam membebaskan para sandera tanpa kekerasan menjadi salah satu pencapaian yang dapat dibanggakan.

Dalam pandangan konstruksivisme, penanganan kasus pembajakan kapal MV Sinar Kudus di bawah kepemimpinan Presiden SBY menunjukkan bagaimana identitas, norma, dan nilai-nilai yang dipegang oleh Indonesia dapat mmembentuk kebijakan luar negerinya. Pendekatan diplomatic yang diambil oleh pemerintah mencerminkan komitmen Indonesia untuk menyelesaikan konflik secara damai, sekaligus menunjukkan identitasnya sebagai negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan norma-norma internasional. Keberhasilan dalam menangani kasus ini tidak hanya memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional, tetapui juga menjadi refleksi dari suatu negara yang bertanggung jawab dan berorientasi pada perdamaian.

Studi kasus ini menjadi bukti bahwa politik luar negeri Indonesia di era SBY tidak hanya didasarkan pada kepentingan material, tetapi juga nilai-nilai yang lebih dalam yang mencerminkan karakter dan identitas bangsa. Dalam menghadapi tantangan global, penting bagi Indonesia untuk terus berpegang pada nilai-nilai tersebut, dengan terus beradaptasi dnegan dinamika yang selalu berubah dalam hubungan internasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun