Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia menerima pakaian bekas dari 23 negara berbeda. Seluruh volume adalah 26,22 ton, dengan berat US$272.146, yang, dengan asumsi kurs konversi Rp15.468 per US$, setara menjadi Rp4,21 miliar. Sebaliknya, volume impor tahun 2022 meningkat sebesar 227,75 persen jika dibandingkan dengan tahun 2021 sebesar 8 ton. Jika diukur dari nilai impor, kenaikannya 518,5 persen lebih besar dibandingkan tahun 2021, ketika impor mencapai US$44.000.
Menurut statistik BPS, Jepang adalah sumber utama pengiriman pakaian bekas Indonesia. Kargo senilai US$24.478 atau Rp378,6 juta dan jumlahnya 12 ton. Australia berada di urutan kedua dengan impor pakaian jadi bekas sebanyak 10,02 ton dan menelan biaya total US$225.941 (atau Rp 3,49 miliar). Kemudian, 1,65 ton pakaian bekas senilai US$1.774 (atau sekitar Rp27,44 juta) didatangkan dari Malaysia. Selain itu, tercatat Indonesia mengimpor 929 kilo (kg) pakaian jadi bekas dari Singapura senilai US$6.060. Dan juga ada pengiriman pakaian bekas senilai $309 sejumlah 424 kg dari Hong Kong.
Menurut Pusat Riset MGN, penyebaran Pasar Baju Bekas tersebar di seluruh Jakarta, yaitu di Pasar Senen, Pasar Baru, dan Blok M sebagai pusatnya. Bandung juga memiliki marketplace yang tersebar di Pasar Lilim Astana Anyar dan Pasar Cimol Gedebage. Selain itu, ada Cirebon yang memiliki Stadion Bima sebagai titik pusatnya yaitu di lingkungan Pasar TPO Monza Tanjung Balai. Kota Medan yang tersebar di Pasar Sambu dan Solo yang tersebar di Pasar Klitican, Pasar Gading, dan Pasar Ngudi Ngudi Rejeki Gilingan. Namun demikian, pasar baju bekas juga tersebar luas di e-commerce yang penjualnya bisa dari mana saja.Â
Pemerintah melarang penjualan garmen bekas pada tahun 2021 melalui Kementerian Perdagangan. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2021 yang mengatur tentang Barang Larangan Ekspor dan Barang Larangan Impor memuat pembatasan ini. Disebutkan dalam Pasal 2 Ayat 3 bahwa barang-barang tertentu, antara lain tas bekas, karung bekas, dan pakaian bekas, dilarang dikapalkan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya peraturan yang melarang thrift impor menandakan bahwa usaha thrift impor merugikan negara karena seperti yang dikatakan Jokowi, usaha ini dapat menjatuhkan umkm lokal yang semakin sepi pembeli.Â
Jadi, dapat disimpulkan bahwa usaha impor thrift itu sangat merugikan negara. Karena terlepas dari produk lokal yang semakin dijatuhkan, Indonesia akan selalu terus-terusan menjadi negara konsumsi dari negara produksi, hal ini yang menjadikan Indonesia semakin sulit untuk berkembang dan maju karena ketergantungan masyarakat terhadap barang-barang impor.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H