Industri kreatif menjadi sekian dari banyaknya sektor UMKM yang membantu perekonomian Indonesia. Belakangan ini tren persandangan sedang menjadi perbincangan kaum manusia, khususnya para kawula muda. Berbagai inovasi pakaian dengan konsep yang berbeda- beda menghiasi pasar domestik. Mulai dari merk lokal hingga merk manca negara.
Dapat dibuktikan melalui banyak beredarnya informasi mengenai persandangan yang berlalu lalang di internet, terutama media sosial. Mulai dari bagaimana kita mengkombinasikan pakaian, informasi merek asli atau palsu, hingga sejarah sebuah merek pakaian muncul. Di sela- sela fenomena persandangan tersebut, terdapat usaha yang memanfaatkan trent ini.
WAMUMA, Sebuah merek apparel lokal dari Yogyakarta City yang menjadi salah satu pemeran industri kreatif di ranah lokal.
Salah satu merk lokal yang terlahir di sudut kota Yogyakarta, tepatnya di Warungboto. Bergerak di bidang persandangan dengan artikel- artikel kaosnya yang beragam konsepnya. Membawakan konsep seni yang dikombinasikan dengan budaya dan isu- isu kehidupan seperti mental health. Wamuma merupakan perwujudan usaha dari seorang pemuda yang berasal dari bagian timur Indonesia, Jayapura. Syams adalah seorang yang merintis dan menginisiasi lahirnya Wamuma sejak awal berdirinya.
Memulai usaha dengan merilis sebuah artikel karya berupa kaos di tahun 2018. Disambut dengan antusiasme pasar, membuat Wamuma percaya diri meneruskan karyanya. Mengusung konsep seni yang diekspresikan ke dalam kaos, Wamuma sukses konsisten hingga sekarang ini. Wamuma menjadi salah satu merek apparel yang tak asing oleh teman- teman Melanesian (Skena Kultur dari Indonesia Timur).
Pada awalnya, Syams memfasilitasi temannya yang berhasil membuat karya design. Namun Syams malah ikut tertular temannya dalam dunia design dan akhirnya mengembangkan Wamuma Apparel. Menurutnya, "Wamuma merupakan Gold from East". Maksudnya, Wamuma merupakan sebuah karya yang dilahirkan dari seorang yang berasal dari Indonsia Timur dan karyanya dapat diterima khalayak luas.
Membangun dan menumbuhkan sebuah brand tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Syams melewati berbagai rintangan dalam membangun Wamuma. Bertemu dengan berbagai masalah dalam menumbuhkan Wamuma, mulai dari persaingan pasar hingga tertipu oleh vendor. Namun, Wamuma dapat melewati kondisi- kondisi tersebut. Syams membagi kalimat penyemangatnya bahwa "The Thought Shall Pass", yang berarti bahwa segala kebahagiaan ataupun kesedihan akan berlalu.
Dalam mengelola usahanya, Syams menjelaskan bahwa terdapat beberapa fase tahapan khusus yang dilakukan dalam mengembangkan Wamuma.
Pertama, Mengidentifikasi segmen pasar dan menargetkan khalayak konsumen. Identifikasi berarti menganalisis produk bagaimana yang menjadi kesukaan konsumen. Kemudian setelah mengidentifikasi, dilakukan penentuan target yang ingin dituju dalam memperkenalkan produknya. Wamuma sendiri menargetkan khalayak muda untuk target konsumen. Sehingga katalog yang dikeluarkan Wamuma relevan dengan kehidupan anak muda yang "complicated".
Kedua, Membangun relasi dengan banyak orang. Jalinan pertemanan yang baik dan banyak menjadi solusi dari berbagai masalah. Support sudah pasti, kerja sama juga menjadi lebih mudah, dan menjadi ladang berkah. Awal mula perjuangan Wamuma didukung oleh teman- teman Syams yang membantu mengiklankan karya produk kaosnya. Wamuma melakukan kerja sama dengan pelaku industri kreatif yang berbeda bidang. Pada bidang musik, Wamuma pernah berkolaborasi dengan seorang rapper dalam mengerjakan video klip sebuah lagu. Wamuma juga pernah menggarap kaos pemuda kampung.
Ketiga, Dinamis dalam mengikuti perkembangan zaman. Perkembangan teknologi yang pesat bagaikan pisau bermata dua yang dapat berguna atau bahkan membahayakan. Mempergunakan perkembangan teknologi sebagai alat penunjang usaha menjadi hal positif. Lewat teknologi, Wamuma dapat efektif dalam mengkampanyekan dam memperkenalkan produknya.
Keempat, Membangun kedekatan dengan konsumen. Perlu diperhatikan dalam pelayanan terhadap konsumen, dimana konsumen adalah seorang yang perlu dipenuhi kepuasanya. Salah satu caranya membuat konsumen seperti dispesialkan. Wamuma secara khusus menangani konsumen, contohnya dalam packaging produk. Wamuma melakukan pembungkusan produk dengan box yang dibuat secara manual, sehingga setiap konsumen mendapatkan rasa authentic yang berbeda- beda.
Kelima, Mengevaluasi produk dan pelayanan terhadap konsumen. Fase terakhir dalam mengelola sebuah brand, yaitu mengevaluasinya. Dimana letak kurangnya sebuah produk dan layanan yang diberikan. Dengan evaluasi yang telah dilakukan dapat mengungkap langkah apa yang akan diambil untuk arah kemajuan sebuah merek. Wamuma melakoni tahapan evaluasi yang dilakukan beberapa periode sekali. Pada media sosial Wamuma, pada beberapa waktu membuat story opsi pilihan  yang membantu mengungkap kepuasan konsumen.
Selain itu dalam hal persaingan produk di Indonesia, merek lokal mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sehingga banyak bermunculan UMKM dalam industri persandangan. Menghadapi permasalahan tersebut, Wamuma memiliki jalanya sendiri. Wamuma menganggap persaingan bukanlah permasalahan, tetapi sebuah kompetisi yang berlomba- lomba mendapatkan hati khalayak konsumen. Padahal tidak hanya persaingan antar merk lokal yang menjadi tantangan.
Merk manca negara juga menjadi tantangan yang kompetitor merek lokal. Ditambah lagi, sekarang perniagaan pakaian bekas sedang menjamur dimana- mana yang menawarkan sandangan branded tapi dengan harga yang murah. Syams menyatakan bahwa setiap industri memiliki penikmat atau pangsa pasar yang berbeda beda. Jadi hal ini bukanlah masalah yang serius bahkan brand luar negeri dapat dijadikan referensi dalam mengembangkan produk. Bagaimana penjahitanya, pensablonannya, format ukuranya, dan hal- hal baru lainya.
Salah satu artikel Wamuma berjudul "Paradise" dari Wamuma. Sepintas artikel kaos Wamuma yang satu ini mengangkat tentang keindahan alam di Papua. Namun dibalik itu terdapat makna yang mendalam. Syams menjelaskan "Paradise memiliki arti surga, tempat yang dianggap indah oleh manusia walaupun manusia belum pernah merasakan pergi ke surga. Jadi manusia hanya yakin bahwa surga itu sangat indah. Kemudian keyakinan itu diimplementasikan dalam kehidupan nyata, jika apa yang kita lakukan kedepan dengan yakin pasti menjadi momen yang indah layaknya surga."
Dalam artikel Paradise tersebut terpampang jelas, bagaimana design Wamuma yang mengkombinasikan nilai seni dengan kearifan lokal di Papua. Logo Wamuma pada kaos tersebut memberi kesan tradisional papua. Dimana logonya bermotif geometris seperti ornamen khas Papua. Dengan keunikanya tersebut, Wamuma menjadi memiliki ciri khas tersendiri.
Pencapaian yang sangat berkesan bagi Syams dengan Wamuma- nya yaitu ketika mendapatkan konsumen dari luar pulau jawa. Macam Papua dan Aceh. Seorang konsumennya yang berasal dari Papua rela membeli produk Wamuma yang harganya 60 ribu dan ongkirnya lebih mahal yaitu 140 ribu. Hal itu menunjukan bahwa setiap merek memiliki peminat dan pangsa pasarnya sendiri- sendiri seperti yang dikatakan Syams sebelumnya.
Mungkin sulit menghadapi berbagai cobaan di bidang bisnis, tetapi akan lebih sulit lagi jika tidak ada keberanian memulai usaha. "Mulai aja dulu", kalimat singkat yang dipesankan Syam kepada anak- anak muda. Apalagi kepada generasi z yang katanya kreatif. Jadi selalu semangat dan jangan takut untuk mengembangkan dan mengasah bakat keahlian.
Sekian ulasan mengenai seluk beluk sebuah usaha rintisan yang berani bersaing dengan merek ternama di pasar lokal Indonesia. Kata terakhir, #LOCALPRIDE.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI