Pertambangan Artisanal ini tidak sebesar tambang besar level industri maka penghasilanya pun tak sebesar tambang industri. Menurut Unreported World, potensi dari sumber daya alam di Kongo yang didominasi oleh Cobalt- nya diperkirakan mencapai 20 Triliun Poundsterling. Namun sayangnya Tambang- tambang yang berskala besar dikuasai perusahaan asing, sehingga masyarakat pribumi tidak dapat merasakan potensi sumber daya alam di negaranya sendiri.
Mirisnya beberapa tambang di Kongo yang tidak terdeteksi oleh pemerintah, memperkerjakan anak anak yang statusnya di bawah umur.
Tak hanya itu, permasalahan penyakit muncul akibat makin ramainya pertambangan di Kongo. Wanita hamil yang ada di daerah pertambangan, terpapar logam berat karena udara yang tercemar polusi tambang sehingga angka kelahiran yang tidak normal meningkat. Masalah itu diperparah oleh minimnya edukasi mengenai bahaya tambang dan kurangnya fasilitas kesehatan di Kongo.
Polusi pertambangan Cobalt di Kongo juga tak lepas dalam mencemari kualitas air sungai. Berbagai kandungan logam berat ditemukan air sungai- nya, salah satunya kandungan Uranium. Akibatnya peran sungai yang sangat penting dan vital bagi masyarakat sudah kehilagan peranya karena sudah tercemar. Saking tercemarnya, ekosistem di sungai tersebut benar- benar musnah.
Energi Go Green sangatlah penting bagi kesehatan Planet Bumi yang sudah mulai sakit- sakitan. Namun dibalik itu ada sisi kelam dari gerakan transisi ini yang perlu diperhatikan. Apakah ada jalan keluar dari permasalahan ini? Karena Masyarakat di Kongo teribaratkan seperti tumbal bagi keberlangsungan kehidupan manusia di Planet Bumi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H