Ketika jemariku menjentikkan aksara-aksara ini, lengkungan di wajahku ada kalanya melebar lalu berubah menjadi mata yang berbinar.
Dalam bahasa sunyi yang tergores dalam secarik kertas yang ku susun dengan rasa dan menjadi sebuah  sastra.
Ini tentang sebuah perjalanan singkat yang ku yakini tak semua manusia bisa memahaminya.
Mungkin akan begitu fasih jika hanya dibaca, namun mencari makna dari setiap kata yang tertulis tak semudah membulak balikan kertas berisikan tinta.
kisah menggemaskan sudah menjadi makanan kita sehari-hari bukan? dua manusia yang selalu berusaha saling menciptakan garis senyum di ujung bibir dan menggambar tawa lepas bukan yang penting ada suara.
Namun, berawal dari goresan yang sempat hadir dan membekas disetiap perasaan yang telah dibangun bersama, yang akhirnya harus ku sampaikan dirimu sekarang tak seperti dulu lagi.Â
memang, aku bukan lah nona sang maha tahu, aku hanya bisa berhipotesis isi pikiranmu, mungkin terkaanku belum tentu benar, namun Tuan bolehkah ku meminjam bahumu tuk bersandar dan kuceritakan bagaimana ku merasakanmu.
kali ini Tuan, kamu seperti layaknya daun
Yang terkadang tak mengerti mengapa setiap helaiannya saling bergesekan mengikuti arah angin.
seperti tak bisa menerima ucapan yang ku lontarkan dihadapanmu dan berakhir dengan beradu kata.
terkadang kau berprasangka buruk, kau membiarkan emosionalmu mengambil alih dan menduga" membiarkan dirimu tak menerima ungkapan seseorang, terkadang kau merasa tak ku hargai dan tak ku libatkan dalam setiap langkah yang ku lewati. Tak jarang sikapmu adalah hasil dari olahan pikiran berpikir mundur ke masa lalu kita yang kelam.ku katakan boleh, namun sampai kapan tuan akan membiarkan aliran pikiran itu berhenti mengalir?atau memang kau biarkan air itu mengalir dan membasahi semua pikiranmu?
Tuan, apakah kamu tak melihat atau malah tak mau melihat upayaku walau kecil selama ini? memang betul, ku terima setiap resiko yang harus kuhadapi atas luka yang sempat tergores diantara satu sama lain, tak akan ada lagi pembenaran diri. tapi tuan, pernah kah kau berfikir bagaimana aku bisa menyembuhkan lukamu bila sang pemilik luka terus menerus menggaruk lukanya yang sudah mulai mengering dan berakhir basah kembali?
Jika ku boleh mengeluarkan isi hati ku dengan penuh kejujuran, aku akan mengatakan "hai tuan! di lembaran cerita kita sebelumnya kamu adalah orang yang memberikan kepercayaan penuh melebihi kepercayaan diriku pada diriku sendiri. namun aku sadar sempat ada goresan luka yang saling memberi, aku yang pernah membuat kapal mu rusak, dan kau bilang kau takut untuk berlayar lagi, namun ku yakinkan dan berkata "aku akan merakit kapalmu kembali"
harapan yang sama, menunggu sembuh hadir pada petaku dan petamu bukan? terhitung sudah banyak langkah untuk kita menemukan kesembuhan pada jiwa masing-masing, sudahkah kau sadar Tuan? Peta itu mengantarku pada sebuah kebahagiaan
Mengusap beribu nestapa yang pernah kurasa.
Tuan, seperti yang selalu kukatakan padamu "Wahai Tuan pemilik hati ini, tenang ya, kau berlayar bersamaku, akan ku upayakan dan tak akan aku biarkan lagi kapalmu rusak untuk yang kedua kalinya."
Tuan, kamu pejuang yang hebat, telah berhasil menjadi pemeran utama
menjadi tokoh yang paling sering kusebut namanya di titik terendah dan tertinggiku.
Berkenankah Tuan dan Nona kecil ini saling menghibur kembali? agar langit biru, dan indahnya dunia bisa melihat betapa bebasnya kita tersenyum setiap hari menikmati hari-hari tanpa sepi dengan alunan sang melodi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H