Mohon tunggu...
Galih Akbar isra
Galih Akbar isra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Creative Director of Tim Kechil Creative Agency

An individual fueled by passion for films, football, digital content, and creativity. I believe in the power of "just start first, then give it your all".

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Tradisi, Kepercayaan Mistis, dan Realitas Sosial dalam Sewu Dino (2023)

28 Agustus 2023   18:15 Diperbarui: 28 Agustus 2023   18:38 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok MD PIcures via IMDB

Horor sebagai genre film telah menjadi saluran ekspresi yang kuat bagi sutradara untuk menggambarkan ketegangan, rasa takut, dan ketidakpastian. Dalam film terbaru karya Kimo Stamboel, "Sewu Dino", ketegangan dan rasa takut ini bukan hanya berfungsi sebagai hiburan semata, tetapi juga sebagai perangkat untuk menjelajahi lebih dalam tentang peran tradisi, kepercayaan mistis, dan dampaknya pada realitas sosial.

Sekilas pandang pada industri perfilman Indonesia menunjukkan bahwa "Sewu Dino" tidak hanya berkontribusi sebagai film horor sukses secara komersial, tetapi juga mampu menyampaikan pesan yang lebih mendalam tentang bagaimana tradisi dan kepercayaan mistis masih membentuk pola pikir dan tindakan masyarakat. 

Genre horor melebur menjadi jendela introspeksi yang kompleks, mengupas lebih dalam tentang peran tradisi, kepercayaan mistis, dan dampaknya pada dinamika sosial. Film ini bukan sekadar hiburan seram, melainkan juga narasi yang menyuguhkan makna dalam yang mendalam.

Salah satu aspek penting yang ditekankan dalam film ini adalah kemampuan tradisi dan kepercayaan mistis dalam memberikan rasa aman dan perlindungan. Ritual mandi santet Sewu Dino, yang sangat rumit dan berbahaya, dilakukan oleh Sri sebagai perwujudan pengorbanan untuk menyembuhkan Dela Atmojo. 

Dalam hal ini, kita melihat betapa kuatnya pengaruh tradisi dan kepercayaan mistis terhadap keputusan individu yang ingin berbuat baik untuk orang lain. Hal ini mencerminkan gagasan bahwa tradisi adalah bagian integral dari identitas masyarakat, dan mampu menjadi kekuatan yang mengikat komunitas dalam tali persatuan.

Namun, dalam konteks yang lebih luas, "Sewu Dino" juga menyoroti aspek negatif tradisi dan kepercayaan mistis. Terutama, bagaimana tradisi ini dapat memicu konflik dan kekerasan. 

Bentuk ketidakpastian yang melekat pada kepercayaan mistis menjadi pusat perhatian di sini. Narasi kutukan santet yang merasuki Dela menggarisbawahi bahwa adakalanya tradisi dan kepercayaan mistis dapat menjadi alat penghancuran, mengancam keselamatan individu dan harmoni sosial.

Dalam konteks ini, Kimo Stamboel mengeksplorasi implikasi dari tradisi dan kepercayaan mistis terhadap relasi sosial dan konflik antar-kelompok. Kedalaman konflik dalam film ini muncul dari perbedaan keyakinan antara keluarga Atmojo dan keluarga Pak Prabu. 

Ini adalah cerminan dari perpecahan dalam masyarakat yang dapat timbul akibat perbedaan keyakinan dan praktik tradisional. Film ini menyajikan peringatan tentang bahaya menguatnya polarisasi dalam masyarakat yang diakibatkan oleh konflik tersebut.

Namun, salah satu elemen yang paling mengesankan dalam "Sewu Dino" adalah bagaimana film ini mengusik persepsi kita terhadap hubungan antara tradisi, kepercayaan mistis, dan isu gender. 

Karakter Sri, seorang perempuan muda, dihadapkan pada beban berat untuk mempertahankan tradisi dan mengatasi ujian mistis yang mengancam nyawanya. Ini adalah perwujudan dari dominasi patriarki dalam narasi kepercayaan mistis yang memaksa perempuan untuk tunduk pada pengorbanan dan risiko yang besar.

Kisah Sri juga menggarisbawahi bagaimana adanya ketidaksetaraan gender dalam tradisi dan kepercayaan mistis dapat memengaruhi kehidupan nyata perempuan. 

Dalam film ini, Sri dipaksa menjalani ritual dengan segala tantangannya sebagai konsekuensi dari keadaan ekonomi keluarganya. Ini menggambarkan kenyataan sosial di mana perempuan sering kali harus menghadapi ketidaksetaraan dalam hal ekonomi dan akses terhadap pendidikan.

Peran tradisi dalam memicu ketidaksetaraan gender juga tercermin dalam perlakuan terhadap Sri oleh Ratu Atmojo. Dalam pandangan Ratu Atmojo, Sri hanyalah seorang perempuan yang tidak layak mendapatkan rasa hormat dan kepercayaan. Ini menggambarkan bagaimana tradisi dan kepercayaan mistis dapat membentuk norma-norma yang merugikan perempuan dan melemahkan hak-hak mereka.

Namun, "Sewu Dino" bukanlah sekadar kritik terhadap tradisi dan kepercayaan mistis. Film ini juga memberikan gambaran tentang kompleksitas sosial dan kultural Indonesia yang mengakomodasi sisi modern dan tradisional. 

Dalam masyarakat yang semakin terglobalisasi, film ini menggambarkan bagaimana budaya tradisional tetap memiliki tempatnya, bahkan di tengah modernitas yang merajalela. Ini adalah pengingat bahwa masyarakat Indonesia tetap memiliki hubungan yang mendalam dengan warisan budaya mereka, dan hal ini perlu dihormati.

Kimo Stamboel juga mengeksplorasi bagaimana tradisi dan kepercayaan mistis dapat dilihat dari perspektif yang berbeda-beda. Sosok Mbah Karsa Atmojo sebagai seorang dukun dengan kekuatan mistis menjadi contoh bagaimana orang bisa memiliki peran positif dalam masyarakat berkat kemampuan mereka dalam tradisi dan kepercayaan tersebut. Namun, film ini juga menunjukkan bahwa terkadang peran seperti itu dapat menjadi beban berat yang merugikan.

Pada akhirnya, "Sewu Dino" bukanlah sekadar film horor biasa. Film ini adalah cerminan reflektif tentang realitas sosial dan budaya yang dijalin oleh tradisi dan kepercayaan mistis. 

Penggabungan elemen horor yang efektif dengan pesan sosial yang mendalam membuat film ini menjadi penelusuran yang mendalam tentang ketegangan antara kekuatan dan kelemahan dalam dunia yang dikuasai oleh tradisi dan kepercayaan.

Dalam dunia yang terus berkembang, "Sewu Dino" mendorong kita untuk melihat tradisi dan kepercayaan mistis sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas kita, tetapi juga menuntut kita untuk menghadapinya dengan pandangan kritis. 

Film ini menyiratkan bahwa keberlanjutan tradisi dan kepercayaan mistis harus dipertimbangkan dalam konteks perubahan sosial, gender, dan budaya yang terus bergerak maju. 

Melalui lensa horor yang menegangkan, kita diajak untuk merenungkan tentang bagaimana kita, sebagai masyarakat yang terus berubah, dapat mengintegrasikan tradisi dan kepercayaan mistis dengan cara yang seimbang dan bermanfaat bagi semua orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun