Mohon tunggu...
Galih Aji Nugroho
Galih Aji Nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif Program Studi Hukum Tata Negara UIN Salatiga

• Khoirun naasi ahsanuhum khulukon wa anfa'ahum linnaas. • Ijhad walaa taksal wa laa takun ghoofilan fa nadaamatu al 'uqbaa liman yatakaasal.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dakwah Keagamaan melalui Islam Wasathiyah

21 Mei 2024   08:18 Diperbarui: 21 Mei 2024   08:34 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DAKWAH KEAGAMAN MELALUI ISLAM WASATHIYAH

Islam adalah agama dakwah. Islam tidak memusuhi, tidak menindas unsur-unsur fitrah. Islam mengakui adanya hak dan wujud jasad, nafsu, akal dan rasa dengan fungsinya masing-masing. Dakwah dalam pengertian amar ma'ruf nahi munkar adalah syarat mutlak bagi kesempurnaan dan keselamatan hidup masyarakat. Ini merupakan kewajiban fitrah manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk ijtima'i.

Dakwah merupakan suatu kegiatan yang menyeru, mengajak, dan menghimbau kepada masyarakat agar beriman dan taat kepada Allah sesuai dengan ajaran Islam. Dakwah dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dakwah tertulis (dakwah bitt adwin), dakwah budaya, dan dakwah dengan amal (dakwah bil hal). Tujuan utama dakwah adalah mengajak manusia ke jalan Tuhan melalui cara-cara yang arif, ajaran yang baik, dan dialog yang lebih baik.

Dakwah keagamaan menitikberatkan pada pengembangan dan penerapan nilai-nilai Islam yang moderat dan seimbang. Islam Wasathiyah, yang berarti "Islam moderat", mengajarkan umat Islam untuk tetap terpusat, menghindari ekstrem ke kananm aupun ke kiri, dan mempraktikkan toleransi dan keadilan. Dalam konteks dakwah keagamaan, hal ini berarti dakwah hendaknya dikemas secara tepat dengan cara berlandaskan pada situasi nyata dan harus mempertimbangkan kebutuhan danp ermasalahan kehidupan masyarakat.

Dalam kamus-kamus bahasa Arab, kata wasathiyyah) (terambil dari kata wasatha) (yang mempunyai sekian banyak arti. Dalam al-Mu'jam al-Wasith yang disusun oleh Lembaga Bahasa Arab Mesir antara lain dikemukakan

Wasath sesuatu adalah apa yang terdapat di antara kedua ujungnya dan ia adalah bagian darinya... juga berarti pertengahan dari segala sesuatu. Jika dikatakan: syai'un wasath maka itu berarti sesuatu itu antara baik dan buruk. Kata ini juga berarti 'apa yang dikandung oleh kedua sisinya wa- laupun tidak sama'. Kata wasath juga berarti adil dan baik. (Ini disifati tunggal atau bukan tunggal). Dalam Al-Quran, "dan demikian kami jadikan kamu ummatan wasathan," dalam arti penyandang keadilan atau orang-orang baik. Kalau Anda berkata, 'Dia dari wasath kaumnya, maka itu berarti dia termasuk yang terbaik dari kaumnya. Kata ini juga bermakna lingkaran sesuatu atau lingkungannya.

Sebagai contoh dalam implementasi Dakwah Keagamaan melalui Islam Wasathiyah adalah Khotbah dalam sholat Idul Fitri mengandung unsur-unsur politik karena menyinggung soal Pemilu 2024 dan mengakibatkan para jama'ah meninggalkan lapangan selepas melaksanakan sholat Idul Fitri. "Menjadi lebih sangat memalukan dan memuakkan karena dalam kecurangan pemilu yang dinilai banyak pihak yang terburuk dalam sejarah Indonesia. Ironisnya problematika pelanggaran pemilu yang sering disebut terstruktur, sistematis dan massif terkait dengan perilaku Joko Widodo sebagai Presiden RI sebagaimana yang tersebar luas di media sosial dan surat kabar. Sebab itu mereka yang dulu merasa sebagai pemilihnya sebaiknya istigfar karena pilihannya telah membuat kecewa banyak pihak. Bangsa kita bangsa yang besar." Itu adalah sedikit dari kutipan dari isi khotbah saat sholat Idul Fitri.

Perlu digaris bawahi, bahwasanya Praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah meliputi: (1) Tawassuth (mengambil jalan tengah) yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama), (2) Tawazun (berkeseimbangan) yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan), (3) I'tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional, (4) Tasamuh (toleransi) yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya, (5) Musawah (egaliter) yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan atau agama, tradisi dan asal usul seseorang, (6) Syura (musyawarah) yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya, (7) Ishlah (reformasi) yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum (mashlahah 'amah) dengan tetap berpegang pada prinsip almuhafazhah 'ala al-qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah (merawat tradisi merespon moderenisasi), (8) Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas) yaitu kemampuan mengidentifikasi hal-ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah, (9) Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) yaitu selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahamatan dan kemajuan umat manusia, (10) Tahadhdhur (berkeadaban) yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan. Praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah ini perlu didakwahkan sebagai implementasi Islam Rahmatan Lil Alamin. Dakwah adalah tugas kenabian dan kerasulan yang harus diteruskan oleh umat Islam sebagai bagian dari tanggungjawab teologis (mas'uliyah diniyah). Sebab dengan dakwah, Islam diharapkan akan dapat berkembang dengan pesat dan baik. Dengan dakwah pula, tatanan masyarakat muslim dapat tertata dengan baik. Dakwah harus memerankan fungsi tauhidul ummah (mempersatukan ummat), tansiqul ummah (mensinkronkan gerakan dakwah), taswiyatul manhaj (menyamakan persepsi pola keagamaan Ahlussunnah wal Jama'ah), dan himayatul ummah (melindungi ummat dari akidah dan pemikiran sesat, muamalat yang haram, dan konsumsi yang haram, termasuk membentengi ummat Islam menghadapi rongrongan dari luar seperti upaya pemurtadan, juga sesuatu yang tidak pada tempatnya yaitu isi dari khotbah saat sholat idul fitri berbau politik sehingga ada sejumlah jama'ah yang meninggalkan lapangan usai sholat idul fitri dan sebagainya). 

 Agar tercapai sasarannya, dakwah harus dilaksanakan dengan memperhatikan da'i, maddah, wasilah dan manhaj. Fenomena yang terjadi saat ini, kebanyakan dakwah dilaksanakan secara kurang terencana dan gencar dilaksanakan hanya berkaitan dengan perayaan hari-hari besar Islam atau bahkan di momen-momen politik. Hal ini pun masih menyisakan masalah seperti kompetensi da'i, kurangnya atensi (perhatian) mad'u pada materi-materi dakwah yang membuka wawasan umat, materi yang tidak mendalam dan tidak komprehensif, bahkan tidak jarang menonjolkan pencitraan diri atau kelompoknya, pemahaman radikal dan menyerang kelompok lain yang berbedabpemahaman, atau sebaliknya dengan pemahaman liberal yang cenderung permisif serba membolehkan dan menggampangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun