Mohon tunggu...
Galih Adithia
Galih Adithia Mohon Tunggu... Freelancer - Sang Petualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Leave your comment bellow !

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik "Cawe-Cawe" Presiden Jokowi, Perlukah?

3 Juni 2023   19:00 Diperbarui: 10 Juni 2023   12:45 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: merdeka.com

Polarisasi juga berkembang dalam berbagai dimensi dan skala.

Maka dari itu, para staf dan pembantu presiden perlu membantu Presiden Jokowi untuk merumuskan ukuran-ukuran atau parameter-parameter yang tepat khususnya terkait tiga hal.

Pertama, soal legacy demokrasi seperti apa yang ingin diwariskan oleh Presiden Jokowi di akhir masa jabatannya tahun 2024 mendatang.

Kedua, polarisasi seperti apa dan dalam dimensi apa saja yang masih dapat dinilai wajar untuk ukuran Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi.

Ketiga, skala polarisasi seperti apa yang nantinya dapat membahayakan keutuhan Indonesia sebagai sebuah negara bangsa.

“Dari sejumlah pernyataan Presiden Jokowi, saya kira hal yang paling potensial menimbulkan kontroversi dan multiinterpretasi adalah soal transisi kepemimpinan nasional. Hal ini terkait dengan sosok pemimpinan nasional seperti apa yang nantinya dapat diandalkan untuk meneruskan legacy nya Pasca Pilpres 2024," katanya.

Kontroversi dan multiinterpretasi ini, menurutnya terkait dengan tiga hal yaitu, posisi, preferensi dan subyektifitas Presiden Jokowi.

Dikatakannya, semua paham Presiden Jokowi tidak hanya berperan sebagai Kepala Negara tetapi juga sebagai kepala pemerintahan.

“Presiden Jokowi tidak hanya sebagai kader PDIP yang sukses memenangkan dua kali Pilpres. Lebih dari itu, ia juga merupakan pimpinan koalisi dari (ketua umum) parpol-parpol yang pernah mengusungnya sebagai Capres dalam Pilpres 2019 lalu,” tutur dia.

Dalam pandangan Nyarwi, sebagai kepala negara, Presiden Jokowi dinilai wajar merasa memiliki kewajiban moral untuk memastikan agar transisi kepemimpinan nasional Pasca Pilpres 2024 mendatang dapat berjalan dengan mulus, tanpa riak-riak politik yang membahayakan.

Namun, sebagai individu yang sedang menjabat sebagai presiden dan juga sebagai politisi dari partai tertentu, dan sudah turut mendeklarasikan sosok presiden, pernyataan Jokowi terkait dengan transisi kepemimpinan nasional tersebut diakui dapat memicu spekulasi banyak kalangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun