Pertunjukan Teater Wabah merupakan merupakan bagian dari “Digitalisasi Koma” yang dipelopori oleh Teater Koma. Hal tersebut merupakan usaha dan upaya dari Teater Koma untuk tetap berkarya dalam masa pandemi Covid-19. Dimana dalam proses perekamannya menggunakan protokol Kesehatan yang ketat dan tidak ada penonton sebab pertunjukannya dikemas secara digital dan disajikan melalui jalur media sosial Teater Koma salah satunya melalui kanal youtube Teater Koma.
Teater Wabah sendiri mencoba menggambarkan keresahan terhadap kondisi yang dimanfaatkan oleh segelintir orang maupun kelompok tertentu melalui tema yang diceritakan juga susunan dialog-dialog antar tokoh. Berlatarkan suasana seri Panakawan yang dipadukan dengan realitas kehidupan masa sekarang.
Tokoh Semar diperankan oleh Budi Ros, Petruk oleh Raheli Dharmawan, Gareng diperankan Zulfi Ramdoni dan Bagong yang diperankan oleh Dick Perthino. Budi Ros memerankan tokoh semar melalui pendekatan sosio-kultur dan dialek vokal khas jawa. Dengan sikap yang tenang ia cukup sukses membangun karakter semar yang berwibawa dan bijak. Walaupun dalam memerankannya terdapat beberapa kata salah ucap dalam dialognya. Raheli Dharmawan memerankan tokoh Petruk dengan pendekatan sosio-kultur dan dialek vokal khas jawa dan selingan Bahasa inggris dalam berdialog. Hal tersebut dilakukan sebab dia mencoba membangun gaya akting yang berkesan komedi. Serupa dengan Raheli Dharmawan yang membawakan tokoh petruk dengan gaya dan nuansa komedi, Zulfi Ramdoni (Gareng) dan juga Dick Perthino (Bagong) memerankannya dengan gaya dan nuansa komedi yang berganti-gantian.
Set dan properti panggung yang sederhana sangat efektif membantu jalannya cerita seperti sepeda ontel, bangku kecil yang terbuat dari kayu, bale bambu dan kotak wadah yang digunakan untuk tempat menaruh aneka sabun dan sabun yang dijual oleh Gareng alias Zulfi Ramdoni. Kostum yang dikenakan juga cocok dengan tema yang diangkat yakni “WABAH - TeaterKomaPentasDiSanggar - Seri Panakawan” kostum yang mewakilkan kultur jawa seperti kain, rompi dengan daleman kaos polos juga aksesoris kepala dan perhiasan kalung yang cukup unik dimana masing masing dari kalung yang digunakan merepersentasikan huruf awal dari nama tokoh yang mereka perankan, seperti huruf “G” yang berarti gareng.
Tata rias wajah para tokoh yang kental sebagai Panakawan dengan bedak putih, kerutan wajah yang hitam dan merah pada mata juga mulut layaknya wayang. Karena di era pandemic, maka dalam proses pelaksanaannya menggunakan protokol Kesehatan yang ketat sehingga masing-masing tokoh menggunakan face-shield yang terlihat sedikit mengganggu tampilan gaya antar tokoh. Namun jika dilihat secara mendalam melalui judul teater tersebut yakni “Wabah” maka penggunaan face-shield dapat menggambarkan kondisi dari wabah yang sedang berlangsung dalam cerita pertunjukan teater tersebut.
Kemampuan mereka dalam memerankan tokoh dan mengatur tempo permainan sangat terlihat tenang dan nyaman tidak tergesa-gesa sehingga penonton dituntun perlahan untuk merasakan dan menerima pesan cerita yang ditampilkan. Penggunaan set dan properti mendukung cerita dengan baik dengan pembawaan akting dan gestur masing-masing tokoh yang diperankan. Walaupun ada beberapa kesalahan pelafalan dalam beberapa dialog, namun secara tenang dan professional pertunjukan tetap berlangsung dengan baik. Suasana yang dibangun dengan balutan komedi tentu sangat didukung juga oleh instrument yang ada dalam mengiringi dialog dan gestur para tokoh.
Pada awalan set lampu yang minimalis dan efek suara kicauan burung memberi kesan bahwa set yang ditampilkan adalah pagi hari. Yang kemudian alunan musik dengan tempo yang asik terkesan seperti musik gembira nan jenaka mulai mengiringi awal pertunjukan dan tokoh Semar yang berjalan masuk. Ketika semar sudah masuk, kemudian set lampu dinyalakan keseluruhan untuk membantu fokus penonton dalam melihat apa yang ada dan terjadi di dalam pertunjukan tersebut. Set lampu sedikit kuning menandakan bahwa hari benar-benar pagi secerah kondisi pagi yang disinari Mentari.
Kemudian semar melanjutkan berdialog dengan cara pembukaan yang juga terkesan jenaka yang menyampaikan pesan untuk tetap semangat dalam keadaan apapun. Sederhana namun berhasil membawa penonton untuk merasakan keseriusan pesan yang teramat dalam dari tokoh semar tersebut. Menariknya suasana yang dibangun dari awal cukup jenaka namun penonton terbawa serius Ketika semar menyampaikan pesan tersebut. Yang kemudian pesan semar tersebut dipatahkan oleh Gareng yang menyebut bahwa dirinya sedang tidak bermalas-malasan, ia sedang sibuk berbisnis sabun yang ngetrend di era pandemic seperti ini. Hal tersebut membuat cair suasana serius yang sebelumnya dibangun oleh tokoh semar. Sebab penonton merasakan kekeliruan bahwa sebenarnya pesan Semar ditujukan untuk anaknya Gareng namun juga tersirat berlaku untuk penonton sekalian.
Pelebaran cerita terus berlangsung Ketika petruk terlihat bersemangat mendengar gareng membicarakan bisnis kepada Semar. Pemunculan tiap unsur dari konflik-konflik yang terjadi dalam masa pandemi. Seperti bisnis sabun, alat pendeteksi covid, dan Kesehatan tubuh diangkat satu persatu dan bergantian oleh Gareng, Petruk dan Bagong.
Bentuk Improvisasi seperti ketika Bagong mulai bangun dari tidurnya dan lupa mengunakan face-shield, kemudian Semar, Gareng dan Petruk mencoba mengingatkannya; dapat diartikan sebagai sindirian antara realitas dengan kondisi yang sedang berlangsung seperti membawa 2 hal yakni realitas dan cerita dalam pementasan yang dipadu menjadi satu. Bentuk improvisasi seperti itu juga terjadi Ketika gareng sedang menceritakan mimpinya, ia mencoba jalan kedepan dan menabrak kotak dagangan gareng yang kemudian bagong mengelak “ganggu orang mau beloking aja” hal tersebut menciptakan unsur komedi, yang didukung juga oleh efek suara oleh team penata musik. Tak hanya persoalan seputar pandemi yang dibawa, pelebaran cerita juga berlangsung membahas sikap dari sosok semar.
Perdebatan yang kemudian petruk mencoba memperagakan menjadi semar, dan semar yagn berkata “jika aku memerankan tokoh semar seperti kamu aku tidak akan dapat casting”. Yang kemudian masuk Kembali ke pokok persoalan mengenai situasi hidup yang dilanda wabah. Semar yang menenangkan ke-3 anaknya dengan nasihat-nasihat bijak dan logat dialek khas jawa dan lantunan syair. Dan kemudian di akhir pertunjukan ditutup oleh sebuah lagu yang menjadi bentuk pesan bahwa hidup harus tetap semangat dengan alunan khas gendang yang jenaka dan semua tokoh berjoget menikmatinya. Bagian tersebut cukup memberi kesan yang mencoba menyemangati sekaligus menghibur penonton di era yang sedang berlangsung sekarang yakni dilanda wabah covid-19.