Mohon tunggu...
Galih Andreanto
Galih Andreanto Mohon Tunggu... -

Naionalis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Banyak Bekerja/Banyak Bicara?

19 Desember 2014   20:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:57 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cita-cita besar harus melalui Tindakan yang besar. Cita dan harapan besar itu bukan sekedar angan-angan yang mengendap lalu menguap. Cita-cita harus mewujud meski melalui praktek tindakan yang sederhana. Batu tapak kesederhanaan itulah yang memungkinkan ia dilihat, diluaskan dan pada prosesnya berlipat ganda. Meskipun hambatan akan selalu ada merintangi, tapi tak pernah hal itu menyurutkan niat. Begitu pula saat kali kedua kami mendatangi kampung untuk mengecek kesiapan lokasi contoh penerapan Pompanisasi untuk lahan minimal 10 ha di Cianjur. Sistem ini layak akan terus kami perjuangkan prakteknya kelak dikarenakan beberapa faktor. Pertama, sistem dan produk ini bukan sekedar “ploduk-ploduk dalam negeri” yang mudah mengambil istilah dan jargon nyerempet nasionalisme namun ternyata aktor utama penggeraknya adalah bangsa asing. Sistem dan alat yang kami kembangkan ini asli ciptaan anak bangsa. Ya anak bangsa berbeda makna politiknya dengan sekedar istilah “produk dalam negeri yang bisa saja digerakkan oleh aktor bangsa lain.” Kedua, sistem dan alat yang jelas-jelas menerapkan prinsip hemat energi karena tidak sama sekali menggunakan energi buatan (BBM, Listrik dan Tenaga Surya). Ketiga, Sistem ini tidak mengeksploitasi air tanah sehingga akan memberikan jaminan keseimbangan ekologis dan keberlangsungan layanan alam kepada mahluk hidup. Keempat, Selama ini sawah tadah hujan sangat tidak produktif karena hanya mampu melakukan penanaman dan panen hanya satu kali pertahun. Di Indonesia sebaran lahan sawah tadah hujan cukup luas Jawa sebesar 777.029 ha, Sumatera 550.940 ha, Kalimantan 339.705 ha, Sulawesi 279.295 ha dan Bali dan NTT 70.673 ha. Totalnya mencapai 2.017.642 hektar dengan produktifitas maks 3,0-3,5 t/ha. Berarti dari lahan seluas itu hanya mampu menyediakan ketersediaan sebesar 7.061.747 ton gabah kering panen per tahun. Bayangkan jika sistem pompanisasi untuk dapat mengairi sawah tadah hujan dapat dilaksanakan di luasan 2.017.642 hektar maka sawah akan dapat melakukan kegiatan tanam sebanyak tiga kali setahun. Dan jika bibit dan cara penanaman dan pupuknya diperbaiki dapat menghasilkan 8 ton tiap musim tanam maka dapat menghasilkan 48.423.408 ton gabah kering panen. Saya yakin dengan hanya mengoptimalkan lahan tadah hujan ini, Indonesia tak perlu boroskan anggaran untuk impor beras dari negara lain.

Untuk diketahui nilai impor tanaman pangan dalam kurun 2009-2011 saja sudah menembus 13 miliar USD. Sepanjang tahun 2012 saja, impor produk pangan Indonesia telah menyedot anggaran lebih dari Rp 125 triliyun. Dana tersebut digunakan untuk impor daging sapi, gandum, beras, kedelai, ikan, garam, kentang, dan komoditas pangan lain yang pada akhirnya hanya semakin mematikan pertanian indonesia. Jadi seharusnya pemerintah Jokowi-JK tidak perlu kebingungan terburu-buru membuat program raksasa yang top-down dan berbiaya investasi tinggi. Pemerintah Jokowi-JK juga tak perlu undang investor-investor asing untuk membangun infrastruktur pertanian yang dominan berasal dari hutang dan FDI namun skema kerjasamanya tidak jelas. Cukup berikan kesempatan anak bangsa untuk dapat mengembangkan produk dan ciptaannya di negerinya sendiri. Pemerintah juga tak perlu mengimpor mahal-mahal alat pompa dari Eropa atau Jepang yang bukan saja mahal namun juga secara terapan tak hemat energi. Apalagi tidak memberdayakan kemampuan bangsa sendiri di tengah krisis kepercayaan diri anak bangsa dalam konteks penciptaan teknologi dan kemandirian bangsa. Namun, mimpi kami mengembangkan alat pompanisasi ini bukan tanpa rintangan di tengah politik pemburu rente dan kemiskinan prestasi para pembantu Presiden. Namun tanpa sentuhan pemerintah sekalipun kami akan tetap beitikad penuh meluaskan sistem pompanisasi ini demi menahan laju krisis pangan yang kian dekat. Namun kami tak bisa jalan sendirian, kami memerlukan bantuan banyak kawan baik lainnya untuk dapat melaksanakan sistem pompanisasi sawah tadah hujan. Semoga niat mulia ini menemukan jalannya. Amin yarabal alamin. (GA)

Call Send SMS Add to Skype You'll need Skype CreditFree via Skype

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun