Mohon tunggu...
Galih HindraPratama
Galih HindraPratama Mohon Tunggu... Penulis - MAHASISWA

Bisa karena Berusaha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

KOMERSIALISASI DAN KAPITALISASI PENDIDIKAN

17 Januari 2024   10:08 Diperbarui: 17 Januari 2024   10:36 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo Mahasiswa Menuntut Stop Komersialisasi Pendidikan (Sumber: Fakta News)

PENDIDIKAN KAUM TERTINDAS

            Pendidikan merupakan salah satu komponen substansial dan sangat penting dalam berdirinya sebuah negara. Pendidikan berperan kompleks dalam kehidupan berbangsa maupun bernegara, tanpa adanya pendidikan maka bangsa tidak akan bisa berkembang semestinya. Tujuan dari adanya pendidikan adalah sebagai pembentukan karakter seseorang, pemberdayaan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), serta menciptakan masyarakat dengan pola pikir yang logis dan rasional. Menurut Ki Hadjar Dewantara konsep pendidikan harus holistic, dimana peserta didik dibentuk menjadi sebuah insan yang mandiri dan berkembang secara penuh yang meliputi rasio, olah rasa, dan olah jiwa melalui proses pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik. Pendidikan juga menjadi salah satu sarana yang paling efektif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam UUD pasal 31 menyebutkan bahwa "Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dasar secara gratis dan pemerintah wajib membiayainya. Sudah seharusnya seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan hak untuk mengenyam bangku pendidikan. Namun realitasnya, saat ini masih terdapat banyak sekali anak di Indonesia khusunya yang tinggal didaerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) yang belum mendapatkan akses pendidikan sama sekali. Hal ini menjadi suatu hal yang ironi dan memalukan, dimana sebuah negara dengan kekayaan alam yang melimpah  dengan memiliki sejumlah teknologi yang canggih namun pendidikan belum bisa diakses oleh seluruh anak bangsa.

            Selain itu pendidikan di Indonesia masih beriorientasi pada profit, dalam artian pendidikan masih menjadi komoditas bagi negara yang hanya bisa diakses oleh masyarakat feodal atau yang memiliki uang. Sudah seharusnya seluruh warga negara mendapatkan akses pendidikan yang layak, tanpa memandang kasta sosial. Hal ini sungguh kontradiksi dengan perjuangan Ki Hadjar Dewantara dalam membangun sekolah Taman Siswa yang diharapkan dapat menjadi wadah peningkatan mutu secara gratis dalam bidang pendidikan bagi seluruh masyarakat pribumi. Beliau menggunakan semboyan "Ing Ngarsa Sun Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani" yang artinya di depan memberikan contoh, ditengah memberikan semangat dan dibelakang memberikan dorongan. Filosofi ini dijadikan pondasi bagi Ki Hadjar Dewantara dalam menjalankan pendidikan di Taman Siswa yang merepresentasikan gerakan sosial yang menggunakan kebudayaan Indonesia.

            Menurut Ki Hadjar Dewantara dasar pendidikan berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam memiliki korelasi dengan sifat dari lingkungan, sedangkan kondrat zaman berkaitan deng perkembangan pendidikan pada abad 21. Pendidikan kaum tertindas menjadi refleksi bagi pemerintah agar lebih bisa bersikap humanis dan dapat memanusiakan manusia. Kodrat alam kemungkinan masih bisa dilatih secara otodidak dengan nilai budaya dan budi pekerti dari lingkungan, namun kodrat zaman mengharuskan adanya sebuah peran pendidik dan teknologi yang modern. Hal ini menjadi tugas negara dalam menyelesaikan ketimpangan sosial, khususnya pada kaum murba yang tidak mendapatkan akses pendidikan secara gratis. Peran negara sudah seharusnya bisa menganut sistem Ki Hadjar Dewantara yaitu sistem among, yang artinya membimbing, memberikan arahan, dan memberikan dukungan kepada anak-anak selama mereka tumbuh berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

           Meskipun masih terdapat banyak sekali problematika yang ada dalam dunia pendidikan, kita wajib bersyukur sebagai manusia Indonesia dimana meskipun hidup di negara yang hetrogen baik dari segi agama, suku, ras, budaya dan bahasa, kita masih bisa hidup berdampingan dan memiliki rasa toleransi atar sesama. Meskipun masih banyak warga negara yang belum mendapatkan hak untuk mengenyam pendidikan yang layak, masyarakat Indonesia dinilai memiliki rasa humanisme yang cukup tinggi, banyak inisiatif kepedulian sesama yang telah muncul tanpa membedakan kasta sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, A. W. (2015). Filosofi Pendidikan yang Integral dan Humanis dalam Perspektif Mangunwijaya. JPAK: Jurnal Pendidikan Agama Katolik, 13(7), 3-9.

Manggeng, M. (2005). Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire dan Relevansinya dalam Konteks Indonesia. INTIM-Jurnal Teologi Kontekstual, 8, 41-44.

Husni, M. (2020). Memahami Pemikiran Karya Paulo Freire "Pendidikan Kaum Tertindas". Al-Ibrah, 5(2), 41-60.

Erlianto, P. R. (2021). Pendidikan Kaum Tertindas: Perjumpaan Gagasan Pendidikan Paulo Freire dan Ki Hadjar Dewantara dan Harapan Bagi Pendidikan Di Indonesia. In Forum (Vol. 50, No. 2, pp. 174-198).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun